SUPLEMEN PEKAN DOA GBKP TAHUN 2025, HARI 1

Invocatio :

Kejadian 12:3

Nats :

Filemon 1:1-6

Tema :

Ertoto Guna Kiniersadaan           

 

Pendahuluan

Realitanya di dalam kehidupan, walaupun kita sering mengklaim diri sebagai orang yang percaya dan beriman, tatkala kita juga sering diperhadapkan pada konflik yang pada akhirnya kita pun bisa saja tidak dewasa di dalam penyelesaiannya. Selalu ada celah kita untuk menunjukkan eksistensi kita, baik dalam segi emosional maupun ego kita. Saya teringat apa yang dikatakan Pak Joas Adi Prasetya, dalam Vulnerability Theology (Teologi kerapuhan). Ungkapan itu berasal dari dunia kemiliteran, yang dimana pada periode tertentu dari satu pihak untuk dengan mudah diserang oleh militer lawan. Itu yang dinamakan the window of vulnerability (jendela kerapuhan). Bagi saya semua itu adalah proses di dalam kehidupan, secara khusus kita sebagai orang beriman. Bahan Pekan doa kita dengan tema umum “ertoto kerna persadaan”, tentu adalah pengkaitan dari tema umum pelayanan GBKP tahun 2025 tentang “dewasa menerima perbedaan”, yang dimana salah satu indikatornya adalah kita bisa menyelesaikan konflik dan mewujudkannya di dalam persatuan. Kita sama-sama belajar dari cerita antara Paulus, Filemon Onesimus, dan bagaimana kita menerapkan di dalam kehidupan kita.

Isi

Surat Filemon adalah surat pribadi Paulus yang dikirimkan kepada Filemon, seorang pemimpin jemaat di Kolose. Fokus utamanya adalah rekonsiliasi antara Filemon dan Onesimus, budaknya yang telah melarikan diri namun kini telah bertobat. Memang surat ini tidak secara jelas mengungkapkan pelanggaran apa yang dilakukan Onesimus, ntah misalnya selain melarikan diri dia juga mencuri untuk perbekalan atau sesuatu yang menyebabkan kerugian terhadap Filemon. Tetapi pada ayat 18 memberikan petunjuk demikian; “Dan kalau dia sudah merugikan engkau ataupun berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya itu kepadaku”. Secara sosial sesuai dengan konteks Romawi, memang budak (status sosial yang masih berlaku pada masa itu) yang melarikan diri akan mendapat hukuman berat dan kemungkinan akan dieksekusi. Status Onesimus sebagai yang “melarikan diri”, membuatnya menjadi fugitivus atau dalam bahasa Indonesia “pelarian/buronan”. Kemudian pertanyaannya adalah bagaimana Onesimus bisa bertemu dengan Paulus yang pada saat itu sedang dalam penjara Roma karena memberitakan Injil (bdk Fil.1:1). Ada dua kemungkinan bagaimana Onesimus bertemu Paulus:

  • Kemungkinan pertama: Onesimus memang mencari Paulus dengan sengaja, karena tahu bahwa tuannya, Filemon, adalah sahabat Paulus dan anggota jemaat yang dipengaruhi oleh pelayanan Paulus di Kolose. Biasanya ini dinamakan “intercessio” di mana budak melarikan diri ke seorang perantara berpengaruh (biasanya teman atau sahabat tuan mereka) untuk meminta rekonsiliasi atau pengampunan.
  • Kemungkinan kedua: Pertemuan ini terjadi secara “tidak sengaja”, tetapi dalam pemeliharaan Allah. Bisa jadi, Onesimus mengalami kesulitan di kota besar Roma, ditangkap, atau menghadapi krisis hidup yang membuatnya bersinggungan dengan komunitas Kristen di bawah penggembalaan Paulus. Memang pada Filemon 1:10 dikatakan Paulus bahwa Onesimus adalah “anakku yang kudapat selagi aku di dalam penjara” atau dalam ayat 12 “dia adalah buah hatiku”.

Paulus membuka surat ini dengan doa yang menunjukkan kedekatan rohani dan pujian atas kasih Filemon kepada semua orang kudus. Ia mendoakan agar iman Filemon menjadi efektif dalam pengakuan akan segala hal baik yang kita miliki dalam Kristus (ayat 6). Di dalam ayat 6 juga ada dikatakan “persekutuanmu” yang di dalam terjemahan asli dikatakan “koinonia”. Banyak penafsir mengatakan bahwa koinonia yang dimaksudkan Paulus bukan hanya sebagai gagasan, tetapi juga tentang sesuatu yang kita lakukan di dalam hubungan antar sesama (koinonia di dalam tindakan).

Doa Paulus ini bukan sekadar doa umum, melainkan doa yang menyiapkan hati Filemon untuk tindakan konkret dalam menyambut Onesimus kembali, yang pada ayat 16 dikatakan bukan lagi sebagai budak, tetapi sebagai saudara seiman. Dari sini pun kita bisa melihat bagaimana Paulus dengan non-konfrontatif terhadap sistem perbudakan. Paulus tidak secara eksplisit untuk memerintahkan Filemon membebaskan Onesimus, tetapi Paulus memberikan dorongan moral yang kuat dan persuasif. Apa yang disampaikan Paulus juga sebagai “transormasi sosial di dalam Kristus”. Walaupun Filemon adalah majikan dan Onesimus adalah budak, mereka memiliki kesamaan status antara orang yang beriman atau sebagai manusia baru. Secara tersirat juga bisa kita tafsirkan dorongan moral Paulus terhadap ketidaksetujuannya dengan sistem perbudakan pada masa itu. Tetapi Paulus menggunakan kekuatan Injil sebagai hal yang mentransformasi. Apa yang di tulis Paulus kepada Filemon adalah teladan yang konkrit tentang rekonsiliasi. Paulus mempraktikkan Injil bukan hanya sebagai hal yang doktrinal, tetapi juga relasi yang nyata. Dia mempertemukan kembali yang terpisah.

Invocatio Kej.12:3

Ayat ini adalah bagian dari panggilan Allah kepada Abraham, yang menegaskan bahwa melalui keturunan Abraham (yang pada akhirnya digenapi dalam Kristus), semua bangsa akan diberkati. Ini menjadi dasar teologis bagi kita bahwa salah satu perwujudan dari panggilan Allah itu yaitu persatuan, yang kita perjuangkan bukan hanya untuk internal Gereja, tetapi menjadi kesaksian kepada dunia, Gereja yang membawa berkat.

Aplikasi

  1. Paulus mengajarkan bahwa sebelum bertindak untuk memulihkan relasi, hendaknya kita memulainya dengan doa. Doa (keterlibatan surgawi) menyiapkan hati kita untuk mengampuni, memahami, dan merangkul orang lain dalam kasih Kristus. Doa yang benar akan menghasilkan perubahan karakter dan keberanian membangun jembatan di tengah perbedaan.
  2. Perdamaian dan persatuan tidak akan terjadi tanpa kerelaan pribadi untuk diproses oleh Roh Kudus dalam relasi dengan sesama. Relasi yang pernah rusak tetap bisa dipulihkan asalkan kita bersedia mengampuni. Lepaskan kepahitan dan buka ruang rekonsiliasi.
  3. Kita belajar tidak dikontrol oleh keterbatasan orang lain. Fokus pada hal yang bisa kita kendalikan, yaitu diri kita sendiri. Orang yang kuat bas cakap karo “mbujuk” tapi orang yang lemah “mberjut”. Belajar memahami, bukan selalu harus dipahami. Punya sudut pandang pada orientasi yang benar, yaitu Allah pun mengampuni kita bukan karena kelayakan kita, tapi kita dilayakkan oleh Allah yang melihat kita dengan benar dengan cinta dan kasih. Bukan mudah memang, tapi kita mau belajar. Bas cakap karo, ula kari babahta ngenca seh ku surga.
  4. Persatuan bukan sekadar situasi tanpa konflik, melainkan situasi di mana perbedaan diterima dalam kasih. Paulus memodelkan kedewasaan rohani dengan cara memfasilitasi rekonsiliasi antara Filemon dan Onesimus, memperlihatkan bahwa pertumbuhan rohani yang sejati terwujud dalam relasi yang sehat dan harmonis. Gereja yang dewasa secara rohani adalah gereja yang tidak menghindari perbedaan, tetapi menyelesaikan konflik dalam terang Injil Kristus.
  5. Jadilah agen persatuan seperti Paulus, pribadi yang membawa damai, bukan yang membawa perpecahan.

Penutup

Persatuan bukanlah tujuan yang sekali tercapai lalu selesai, melainkan panggilan yang harus terus dihidupi. Melalui surat Paulus kepada Filemon, kita belajar bahwa doa menjadi fondasi kuat untuk memulai dan memelihara persatuan sejati. Di tengah perbedaan yang ada, kedewasaan kita sebagai umat percaya diuji bukan dalam keseragaman, tetapi dalam keberanian untuk menyelesaikan konflik dan merangkul sesama dalam kasih Kristus. Kiranya Pekan Doa ini, khususnya hari ke-4 ini, menjadi momen kita memperbaharui komitmen untuk menjadi pembawa damai dan agen persatuan di tengah dunia yang penuh perbedaan. Amin.

Vik. Aditrama Sinulingga, S.Th

(Pos PI Sintang, GBKP Runggun Pontianak)

 

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD