MINGGU 06 APRIL 2025, PILIPI 1:27-30
Invocatio :
Peringatan-peringatanMu adalah milik pusakaku untuk selama-lamanya, sebab semuanya itu merupakan kegembiraan hatiku (Masmur 119:111)
Ogen :
2 Raja-Raja 20:4-6 (Tunggal)
Kotbah :
Pilipi 1:27-30 (Tunggal)
Tema :
Mempertahankan Kiniteken Guna Berita Simeriah/Mempertahankan Iman Dalam Memberitakan Kabar Baik
I. PENGANTAR
Sebuah ungkapan mengatakan "Iman yang teguh takkan goyah oleh badai, dan Injil yang hidup takkan padam oleh penolakan, artinya dalam perjalanan mengabarkan Injil, kita akan menghadapi banyak tantangan, baik dalam bentuk pencobaan, penolakan, maupun penderitaan. Namun, seperti sebuah pohon yang berakar kuat tidak akan tumbang oleh angin kencang, demikian pula iman yang teguh tidak akan mudah goyah oleh tekanan dunia. Dalam dunia yang penuh dengan tantangan dan godaan, mempertahankan iman bukanlah perkara yang mudah. Namun, sebagai orang percaya, kita dipanggil bukan hanya untuk berpegang teguh pada iman, tetapi juga untuk memberitakan kabar sukacita kepada semua orang. Banyak hambatan yang bisa melemahkan semangat kita dalam mewartakan Injil—baik dari dalam diri kita sendiri maupun dari dunia di sekitar kita. Namun, firman Tuhan memberi kita kekuatan untuk terus berjuang, mengandalkan kuasa Roh Kudus, dan tetap teguh dalam iman.
Dalam sejarah gereja, kita melihat bagaimana para rasul dan bapa-bapa gereja menghadapi berbagai tantangan dalam mempertahankan iman mereka. Penganiayaan, ajaran sesat, dan pengaruh dunia tidak menyurutkan semangat juang mereka dalam memberitakan kabar sukacita. Mereka memahami bahwa Injil bukan hanya sekadar berita baik, tetapi juga kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya (Roma 1:16). Oleh karena itu, mempertahankan iman dalam konteks pewartaan Injil bukan hanya tugas, tetapi juga bentuk ketaatan kita kepada Kristus sebagai Tuhan dan Kepala Gereja.
II. PENJELASAN NATS
- Masmur 119:111 (Invocatio)
Pemazmur menyatakan bahwa kesaksian-kesaksian Tuhan adalah warisan yang diterimanya dan akan menjadi miliknya untuk selamanya. Kata "kesaksian" dalam ayat ini berasal dari kata Ibrani ‘edut (עֵדוּת), yang berarti "kesaksian" atau "peringatan". Kesaksian dalam Alkitab sering kali merujuk pada perintah-perintah atau hukum-hukum Tuhan yang diberikan untuk menjadi petunjuk hidup bagi umat-Nya. Pemazmur mengungkapkan bahwa ‘edut (kesaksian-kesaksian Tuhan) adalah warisan (נַחֲלָה, nahaláh), suatu kata yang biasanya digunakan untuk menggambarkan warisan yang diberikan kepada keturunan. Dalam konteks ini, nahaláh (warisan) menunjukkan bahwa firman Tuhan bukanlah sesuatu yang sementara atau bisa diabaikan, melainkan suatu harta yang berharga dan kekal. Pemazmur melihat firman Tuhan sebagai sesuatu yang harus dipertahankan dan diterima dengan penuh rasa syukur karena itu adalah warisan yang lebih berharga daripada harta duniawi. Warisan ini tidak hanya berbicara tentang penerimaan fisik, tetapi lebih dari itu, menggambarkan hubungan pribadi antara Tuhan dan umat-Nya. Firman-Nya adalah pedoman hidup yang seharusnya menjadi bagian integral dari kehidupan manusia sepanjang hidup. Selanjutnya, pemazmur menyatakan bahwa firman Tuhan adalah kegembiraan (שִׂמְחָה, simcháh) baginya. Dalam bahasa Ibrani, kata simcháh berarti sukacita atau kebahagiaan. Ini mengungkapkan bahwa pemazmur tidak hanya menghargai firman Tuhan sebagai suatu perintah atau petunjuk yang wajib dipatuhi, Ini mencerminkan perlunya sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, yang mengajarkan umat-Nya untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya serta sebagai sumber kegembiraan yang mendalam. Firman Tuhan bukan hanya dipelajari, tetapi diterima sebagai pedoman hidup yang mengatur setiap aspek kehidupan pribadi. Firman Tuhan membawa kedamaian, kebahagiaan, dan kepuasan sejati yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Firman Tuhan adalah tetap dan tidak akan pernah berubah, meskipun dunia dan zaman terus berkembang. Ini mengajarkan umat Tuhan perlu untuk memahami bahwa petunjuk dan hukum-hukum Tuhan memiliki sifat yang kekal dan dapat diandalkan dalam segala situasi. Firman-Nya tidak terpengaruh oleh perubahan zaman atau keadaan, sehingga umat Tuhan dapat berpegang teguh pada prinsip-prinsip-Nya dalam setiap aspek kehidupan mereka. Kekekalan firman Tuhan juga mengingatkan umat-Nya bahwa Tuhan tidak berubah dan selalu setia pada janji-janji-Nya. Hal ini memberikan ketenangan batin bagi umat-Nya, karena mereka tahu bahwa firman-Nya adalah pedoman yang abadi dan tetap berlaku sepanjang zaman. Dalam dunia yang penuh dengan perubahan, firman Tuhan menjadi batu penjuru yang kokoh dan tak tergoyahkan.
- OGEN : 2 aja-Raja 20:4-6
Bagian ini dalam 2 Raja-raja 20:4-6 menceritakan tentang Raja Hizkia dari Yehuda yang sedang menghadapi penyakit yang membawa kematian, namun setelah berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan, ia mendapatkan tambahan umur selama 15 tahun. Kisah ini menjadi bagian penting dalam sejarah Kerajaan Yehuda dan menunjukkan bagaimana Tuhan berinteraksi dengan raja-raja Israel pada masa itu. Raja Hizkia adalah salah satu raja terbesar yang pernah memerintah Kerajaan Yehuda. Hiskia masih cukup muda, ia baru berumur 25 tahun ketika menjadi raja (2 Raja-Raja 18:2). Ia dikenal karena reformasi agama yang dilakukannya, yang berfokus pada pemurnian ibadah kepada Tuhan dan penghapusan penyembahan berhala (2 Raja-raja 18:4). Selain itu, Hizkia juga menghadapi tantangan besar dari kerajaan-kerajaan tetangga, khususnya dari Asyur yang pada masa itu menjadi kekuatan dominan di Timur Dekat. Pada saat 2 Raja-raja 20 dicatat, kerajaan Asyur dipimpin oleh Sennakherib yang telah menyerbu banyak kota di Israel dan Yehuda. Namun, pada saat yang sama, terjadi juga ancaman penyakit yang parah terhadap Hizkia, yang kemungkinan besar merupakan suatu wabah atau penyakit serius yang melanda dirinya, penyakit yang hampir merenggut nyawanya. Kisah ini dimulai dengan nabi Yesaya datang kepada Hizkia dengan pesan Tuhan bahwa ia akan mati karena penyakitnya (2 Raja-raja 20:1). Mengetahui bahwa hidupnya akan berakhir, Hizkia berdoa dengan sangat tulus, memohon agar Tuhan memperpanjang hidupnya. Dalam doa tersebut, Hizkia mengingatkan Tuhan akan kesetiaan dan ketaatannya selama ini sebagai raja yang memimpin Yehuda dalam kebenaran. Tanggapan Tuhan terhadap doa Hizkia adalah sebuah bukti besar dari kuasa Tuhan yang tidak terikat oleh ruang dan waktu . Tuhan mengubah keputusan-Nya melalui perantara nabi Yesaya.
Ayat 4-6 : Pada ayat ini, kita melihat bahwa meskipun Yesaya sudah menyampaikan pesan bahwa Hizkia akan mati, Tuhan segera merespons dengan mengubah keputusan-Nya setelah mendengar doa dan melihat air mata Hizkia. Respons Tuhan melalui Yesaya memperlihatkan bahwa doa umat-Nya, bahkan doa yang datang dari seorang raja, tidak luput dari perhatian Tuhan. Tuhan bukan hanya mendengar permohonan, tetapi juga memperhatikan sikap hati, kesedihan, dan ketulusan dalam doa tersebut. Setelah Hizkia berdoa, Tuhan mengubah keputusan-Nya. Ini menggambarkan sifat Tuhan yang penuh belas kasihan dan kasih setia. Meskipun Tuhan telah menetapkan waktu kematian bagi Hizkia, Dia mendengar permohonan dan penderitaan Raja tersebut. Dalam teologi Kristen, ini juga mencerminkan konsep anugerah Tuhan yang tidak terduga, di mana Tuhan memberi kesempatan kedua dan mengulurkan tangan-Nya dalam situasi yang sulit. Tindak lanjut dari jawaban Tuhan menunjukkan kasih dan perhatian Tuhan kepada umat-Nya, bahkan ketika keputusan-Nya semula tampaknya tidak bisa diubah. Tuhan tidak bersifat kaku atau tak tergoyahkan dalam kehendak-Nya, melainkan Dia memberi ruang bagi interaksi pribadi dengan umat-Nya melalui doa dan pertobatan. Dalam hal ini, meskipun Tuhan adalah yang berdaulat penuh atas hidup dan mati, doa yang tulus dapat mendatangkan perubahan dalam rencana Tuhan.Selain itu, Tuhan menyatakan bahwa Hizkia akan sembuh dan dapat naik ke rumah Tuhan pada hari ketiga. "Naik ke rumah Tuhan" mengacu pada pergi ke Bait Allah di Yerusalem, yang dalam konteks ini melambangkan pemulihan, baik fisik maupun rohani. Ini adalah cara Tuhan menyatakan bahwa pemulihan Hizkia tidak hanya bersifat jasmani, tetapi juga melibatkan kembalinya ia dalam ibadah kepada Tuhan. Tuhan memberikan janji yang sangat jelas kepada Hizkia: 15 tahun tambahan hidup. Tidak hanya itu, Tuhan juga berjanji untuk menyelamatkan kerajaan Yehuda dari ancaman Kerajaan Asyur yang sedang mengancam pada waktu itu. Penyataan ini sangat signifikan dalam konteks sejarah, karena pada saat yang sama, Kerajaan Asyur sedang sangat kuat dan menakutkan. Keputusan Tuhan untuk memberikan tambahan umur bagi Hizkia dan memberikan keselamatan bagi Yehuda; hal ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak hanya peduli pada kehidupan pribadi seorang raja, tetapi juga pada keberlanjutan kerajaan dan keselamatan bangsa-Nya.
Di sini, kita melihat bahwa jawaban Tuhan terhadap doa Hizkia bukan hanya untuk kepentingan pribadi Hizkia, tetapi juga untuk kepentingan umat-Nya. Perlindungan Tuhan terhadap Yehuda dari serangan Asyur menunjukkan bahwa Tuhan tidak hanya melihat satu individu, tetapi juga memperhatikan keselamatan dan kesejahteraan umat-Nya secara keseluruhan. Dalam konteks ini, kita memahami bahwa Tuhan adalah Tuhan yang peduli tidak hanya pada individu, tetapi juga pada komunitas umat-Nya dan sejarah mereka. Selain itu, Tuhan juga berjanji untuk melindungi Yehuda dari ancaman Kerajaan Asyur, yang sedang mengancam saat itu. Ini menunjukkan bahwa jawaban Tuhan tidak hanya bersifat pribadi untuk Hizkia, tetapi juga berdampak pada keselamatan dan masa depan rakyat Yehuda. Dalam ayat 6 memperlihatkan bagaimana Tuhan memberi dua alasan mengapa Ia mengubah keputusannya kepada Hizkia: pertama, untuk menghormati hamba-Nya Daud, dalam perikop ini, Tuhan menunjukkan bahwa rencana-Nya dalam sejarah umat Israel tidak terlepas dari janji-Nya kepada Daud. Janji Tuhan kepada Daud bahwa keturunannya akan memerintah Israel secara kekal (2 Sam. 7:16) menjadi dasar dari pemulihan Hizkia. Sebagai keturunan Daud, Hizkia dilihat sebagai bagian dari rencana ilahi yang lebih besar, yaitu melestarikan dinasti Daud. Selain itu, alasan kedua Tuhan adalah kehendak-Nya sendiri. Ini menegaskan bahwa meskipun Tuhan mengubah keputusan-Nya berdasarkan doa Hizkia, pada akhirnya, keputusan-Nya adalah bagian dari tujuan dan rencana-Nya yang lebih besar. Tuhan tidak sekadar bertindak atas dasar permohonan individu, tetapi juga mempertimbangkan tujuan ilahi yang lebih besar, yang sering kali tidak sepenuhnya dapat dipahami oleh manusia.
- KOTBAH : Pilipi 1:27-30
Dalam Filipi 1:27-30, nasihat Paulus di mana ia mengingatkan jemaat Filipi untuk hidup dengan cara yang sesuai dengan Injil Kristus, menjaga kesatuan dalam tubuh Kristus, dan menghadapi penganiayaan dengan keberanian. Surat ini, meskipun ditulis dalam kondisi pribadi Paulus yang terpenjara, memiliki nada yang positif dan penuh semangat, menunjukkan bagaimana Paulus mengerti tantangan yang dihadapi oleh jemaatnya dan memberikan dorongan agar mereka tetap teguh dalam iman.
Paulus memulai bagian ini dengan mengingatkan jemaat Filipi untuk hidup yang sesuai dengan Injil Kristus. "Hidup secara layak untuk Injil Kristus" bukan hanya tentang berperilaku baik atau mematuhi aturan moral, tetapi lebih dalam lagi adalah panggilan untuk hidup yang mencerminkan nilai-nilai Kerajaan Allah: kasih, kesetiaan, pengorbanan, dan kebenaran. Frasa “hidup secara layak” menggambarkan kehidupan yang berkenan kepada Allah dan mencerminkan karakter Kristus dalam setiap aspek kehidupan. Paulus ingin agar jemaat Filipi tidak hanya menunjukkan identitas Kristen mereka di luar, tetapi juga dalam sikap dan tindakan mereka sehari-hari. Kemudian, Paulus menekankan pentingnya kesatuan di antara orang percaya: "teguh berdiri dalam satu roh" dan "berjuang bersama-sama untuk iman yang timbul dari Injil." Kesatuan ini adalah fondasi dari kehidupan bersama dalam Kristus. Orang percaya tidak hanya harus teguh dalam iman mereka secara individu, tetapi juga harus saling mendukung dan bekerja sama sebagai satu tubuh untuk mempertahankan iman yang telah diajarkan oleh Kristus. Perjuangan bersama ini mencakup bukan hanya pengajaran, tetapi juga cara hidup yang mencerminkan kebenaran Injil di dunia yang penuh dengan tantangan. Paulus melanjutkan dengan mengingatkan jemaat Filipi agar tidak takut atau gentar terhadap perlawanan yang mereka hadapi karena iman mereka. Ketika seseorang hidup sesuai dengan Injil, dunia yang tidak mengenal Kristus seringkali akan menentang mereka. Perlawanan dan penganiayaan menjadi bagian dari pengalaman orang Kristen yang setia. Namun, Paulus menegaskan bahwa perlawanan itu adalah “tanda keselamatan” bagi orang percaya, dan bukti bahwa mereka berjalan dalam kebenaran yang diberikan oleh Allah. Penderitaan bagi orang percaya, meskipun menyakitkan, adalah tanda bahwa mereka berada dalam keadaan selamat. Ini adalah paradoks iman Kristen perlawanan dunia justru menunjukkan bahwa kita ada di pihak yang benar, karena dunia menentang Kristus yang kita ikuti. Sebaliknya, bagi mereka yang menentang Injil, penderitaan orang percaya adalah tanda kehancuran, karena mereka menolak kebenaran Kristus yang dapat menyelamatkan mereka. Salah satu ajaran yang paling menantang dalam iman Kristen—bahwa penderitaan adalah bagian dari anugerah yang diberikan oleh Allah. Paulus menyatakan bahwa orang Kristen tidak hanya dianugerahi iman untuk percaya kepada Kristus, tetapi juga dianugerahi kesempatan untuk menderita karena Kristus. Penderitaan untuk Kristus bukanlah sesuatu yang harus dihindari atau dilihat sebagai hukuman, melainkan sebagai bagian dari panggilan Allah untuk ikut ambil bagian dalam penderitaan-Nya.
Kristus sendiri menderita untuk menyelamatkan umat manusia. Penderitaan kita sebagai orang Kristen adalah kesempatan untuk berbagi dalam penderitaan-Nya dan menunjukkan kesetiaan kita kepada-Nya. Penderitaan untuk Kristus memurnikan iman kita, menjadikan kita lebih serupa dengan-Nya, dan memperdalam hubungan kita dengan Tuhan. Paulus mengingatkan jemaat Filipi bahwa mereka tidak berjuang sendirian dalam mempertahankan dan menyebarkan Injil. Mereka telah berjuang bersama-sama dengannya, saling mendukung dalam pengajaran dan pengorbanan. Paulus adalah contoh nyata dari seseorang yang menderita karena Injil, dan jemaat Filipi tahu betul betapa berat perjuangannya. Namun, perjuangan ini bukanlah perjuangan pribadi Paulus saja, melainkan perjuangan bersama sebagai tubuh Kristus. Paulus mengajak jemaat Filipi untuk tetap teguh dalam iman dan berjuang bersama. Dalam menghadapi tantangan dan penderitaan, mereka harus saling mendukung dan memperkuat satu sama lain. Pemberitaan Injil adalah tugas bersama, dan penderitaan tidak boleh memisahkan mereka, tetapi justru memperkuat ikatan mereka dalam Kristus.
III. APLIKASI
- - 2 Raja-Raja 20:4-6 – Tuhan Menghargai Keteguhan Iman Hizkia
Dikisahkan Raja Hizkia menghadapi situasi yang sangat sulit: ia sakit parah dan hampir mati. Saat diberitahu oleh Nabi Yesaya bahwa ia akan meninggal, Hizkia berdoa dengan sungguh-sungguh, mengingatkan Tuhan tentang bagaimana ia telah hidup dengan setia, dengan hati yang tulus, dan melakukan yang benar di hadapan Tuhan. Tuhan mendengar doa Hizkia, melihat air matanya, dan menjawab dengan memperpanjang hidupnya selama 15 tahun serta membebaskan bangsa Yehuda dari ancaman raja Asyur. Peristiwa ini menunjukkan bahwa kesetiaan kepada Tuhan serta keteguhan iman dalam menghadapi penderitaan membawa pertolongan dan pemulihan dari Tuhan.
- Filipi 1:27-30 adalah bagian dari surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi, yang menekankan bagaimana mereka harus hidup dengan teguh dalam iman, berani menghadapi penderitaan, dan tetap setia kepada Injil Kristus. Paulus sendiri menulis surat ini saat ia dipenjara karena Injil, tetapi ia tetap mendorong jemaat untuk tidak takut akan penderitaan, karena penderitaan demi Kristus adalah anugerah dan bagian dari panggilan seorang percaya. Mengikuti Kristus berarti siap menderita, tetapi kita harus tetap berjuang dengan iman yang teguh.
- Dalam menghadapi kesulitan hidup atau tantangan dalam memberitakan Injil, kita harus tetap setia, beriman, dan tidak takut, karena Tuhan melihat perjuangan kita dan akan memberikan kekuatan serta pertolongan sesuai dengan rencana-Nya.
- Minggu Judika adalah minggu kedua dalam masa Pra-Paskah, yang mengingatkan kita tentang pentingnya perjalanan rohani kita dan panggilan untuk bertahan dalam iman meskipun menghadapi tantangan. Dalam konteks ini, Filipi 1:27-30 mengajarkan kita bagaimana mempertahankan iman untuk terus memberitakan Injil di tengah-tengah kesulitan dan perlawanan. Keteguhan iman menjadi sangat penting ketika kita dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di dunia ini. Kaitan antara tema mempertahankan iman dan Minggu Judika adalah perjalanan batin untuk terus menguatkan iman kita dalam menghadapi tantangan dan penderitaan, serta menyerukan pengharapan melalui pemberitaan Injil. Dalam perjalanan iman selama masa Pra-Paskah ini, kita diajak untuk bertahan dalam kesetiaan kepada Kristus. Seperti halnya Yesus, yang menempuh jalan salib dengan tekad dan ketaatan penuh, kita juga dipanggil untuk tetap setia pada panggilan kita sebagai pengikut Kristus. Ini adalah seruan yang juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari kita: agar iman kita tidak goyah, meski tantangan dan perlawanan datang.
- Dalam masa Prapaskah, kita diingatkan tentang jalan salib Kristus yang penuh penderitaan, yang mengarah pada kemenangan. Penderitaan Kristus membawa kita pada keselamatan, dan kita juga dipanggil untuk berpartisipasi dalam penderitaan-Nya. Sebagai orang percaya, kita tidak hanya dipanggil untuk percaya kepada Kristus, tetapi juga untuk menderita karena Dia. Penderitaan adalah bagian dari proses untuk semakin dekat dengan-Nya. Penderitaan yang kita alami dalam hidup ini adalah bagian dari perjalanan kita sebagai saksi Kristus di dunia. Setiap kali kita mengalami kesulitan atau perlawanan karena iman kita, kita memiliki kesempatan untuk menyaksikan Kristus melalui penderitaan kita. Seperti Kristus yang memberitakan Injil melalui penderitaan-Nya, kita juga diajak untuk menyebarkan kabar baik melalui kehidupan kita, meskipun dalam penderitaan. Kita diingatkan bahwa kehidupan Kristen bukanlah kehidupan yang egois, tetapi hidup dalam komunitas iman yang saling mendukung dan memperkuat satu sama lain. Kita dipanggil untuk berjuang bersama dalam menyebarkan Injil, dan kita tidak akan pernah berjuang sendirian.
- Keberanian dalam mengabarkan Injil juga lahir dari kesadaran bahwa Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya (Roma 1:16). Seorang pengikut Kristus yang berpegang teguh pada imannya akan melihat penginjilan bukan sebagai beban, tetapi sebagai panggilan dan kehormatan. Ia sadar bahwa dunia mungkin tidak selalu menerima atau menghargai kabar baik yang disampaikannya, tetapi hal itu tidak boleh menjadi alasan untuk mundur atau berhenti. Justru, iman yang kuat akan membantunya tetap konsisten dalam pelayanan, meskipun dalam situasi sulit atau bahkan dalam penganiayaan. Orang-orang yang memiliki iman yang teguh dan aktif mengabarkan Injil akan berusaha membangun persekutuan yang mendukung pertumbuhan rohani bersama. Mereka akan saling menguatkan dalam firman Tuhan, mendoakan satu sama lain, dan bersama-sama melayani untuk menyebarkan kasih Kristus kepada lebih banyak orang. Pada akhirnya, mempertahankan iman dalam mengabarkan Injil tidak hanya memperkaya kehidupan rohani seseorang, tetapi juga membawa dampak besar bagi orang lain yakni menjadi terang dan garam bagi dunia (Matius 5:13-16), yang membawa perubahan dan inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya. Dunia membutuhkan lebih banyak orang yang berani bersaksi dengan iman yang teguh, karena melalui mereka, Injil dapat terus tersebar dan semakin banyak jiwa diselamatkan.
- Di tengah penderitaan dan tantangan hidup, kita dapat saling menguatkan sebagai tubuh Kristus. Sebagaimana Kristus memberi contoh dengan mengorbankan diri-Nya untuk keselamatan dunia, kita juga diajak untuk berkorban, bekerja sama, dan saling memperkuat dalam pemberitaan Injil. Minggu Judika mengajak kita untuk memperdalam solidaritas kita sebagai tubuh Kristus dalam memberitakan Injil kepada dunia. Seperti dalam sebuah ilustrasi :
“Seorang ibu yang bekerja sebagai pegawai kantoran. Setiap hari, ia harus bangun pagi-pagi sekali, mengurus pekerjaan yang menumpuk, dan pulang malam. Selain itu, ia juga harus mengurus anak-anaknya, mengurus rumah tangga, dan menjaga hubungan dengan suaminya. Meski begitu, di tengah rutinitas yang sangat padat dan tantangan hidup yang semakin berat, ibu ini selalu berusaha untuk mempertahankan imannya. Suatu hari, ia merasa sangat lelah dan hampir menyerah. Ia mulai mempertanyakan apakah pengorbanannya untuk mengutamakan kehidupan rohaninya—seperti meluangkan waktu untuk berdoa, ikut ibadah, dan melayani gereja—masih sepadan dengan segala tantangan hidupnya. Di tengah kebingungannya, ia ingat bahwa imannya bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk menjadi saksi Kristus dalam setiap aspek kehidupannya. Pada saat yang sama, ia melihat seorang rekan kerjanya yang sedang mengalami kesulitan keluarga. Rekan itu tampak putus asa dan tidak punya harapan. Ibu ini pun merasa diberi kesempatan untuk berbicara tentang kasih Kristus, bukan dengan kata-kata besar, tetapi dengan cara ia memperlakukan rekan kerjanya—dengan kasih, kesabaran, dan kebaikan yang datang dari Tuhan. Seiring berjalannya waktu, rekan kerjanya mulai mendekat dan terbuka untuk mendengarkan kabar baik yang ia bawa, meski ia sendiri tengah dalam kesulitan.
Seperti ilustrasi diatas, banyak dari kita yang hidup dalam rutinitas yang padat, penuh tantangan, dan perlawanan dalam mempertahankan iman. Namun, seperti yang diajarkan dalam Filipi 1:27-30, kita dipanggil untuk tetap hidup sesuai dengan Injil, bahkan dalam kesibukan sehari-hari. Kita tidak harus menunggu waktu yang sempurna atau situasi yang ideal untuk memberitakan Injil. Setiap tindakan kecil kita, setiap kata yang penuh kasih, dan setiap pengorbanan dalam hidup kita dapat menjadi kesaksian yang kuat bagi dunia. Menghadapi perlawanan atau kesulitan, kita tetap harus berjuang bersama-sama untuk menyebarkan kabar baik—baik dengan kata-kata maupun dengan hidup kita.
“Iman yang sejati diuji dalam badai, tetapi tidak akan tenggelam dalam gelombang”
Vik. Januwar Mamanda Sitepu S.Th
GBKP Runggun Samarinda- Perpulungen GBKP Sangatta