Minggu 13 Oktober 2019, Khotbah Kisah Para Rasul 9:36-43
Invocatio :
Bapa bagi anak yatim dan Pelindung bagi para jandaq, itulah Allah di kediamanNya yang kudus (Mazmur 68:6)
Bacaan :
II Samuel 9:1-13
Tema :
Melakukan Perbutan Baik (Ngelakoken Perbahanen Si Mehuli)
Perikop khotbah kita menceritakan tentang kisah seorang murid perempuan di Yope bernama Tabita (Dorkas dalam bahasa Yunani). Ia dikenal sebagai wanita yang murah hati dan penuh kebaikan. Sebagian besar penduduk di Yope kala itu memiliki mata pencaharian sebagai pelaut, dan resiko yang kemungkinan besar dialami oleh para pria adalah mengalami karam kapal. Itulah sebabnya adalah hal yang umum di Yope banyak janda atau anak yatim. Bagi Tabita, keadaan ini bukanlah semata keadaan yang lazim, imannya dapat melihat bahwa ada kebutuhan khusus yang perlu ditanggapi dan dia menyediakan diri serta talenta yang ada padanya untuk melakukan apa yang dapat dilakukannya.
Allah adalah sumber kreatifitas, memampukan Tabita untuk melihat dan mengisi setiap kekosongan hati para janda tersebut. Tabita akrab dengan lingkungan dan pergumulan para janda, dan dengan kemampuan menjahit, ia melayani mereka dengan membuat baju. Jarum dan benang adalah alat yang dipakai Tuhan dalam tangan Tabita untuk mendatangkan Kerajaan Allah dilingkungannya.
Ada yang menafsirkan bahwa Tabita adalah wanita single yang tidak menikah, namun ada juga yang mengulas bahwa Tabita adalah seorang janda. Apapun penafsirannya, Alkitab memang tidak menyebutkan tentang suami maupun status pernikahannya. Yang jelas dicatat Alkitab, kebenaran yang memberikan kemerdekaan dalam hidup Tabita membuatnya hidup merdeka. Tabita puas dengan keberadaannya dan tahu bahwa dia berharga karena Tuhan yang membuatnya berharga. Janda-janda miskin yang dibuatkan pakaian oleh Tabita tentu merasakan hal yang sama. Sehingga, ketika ia sakit lalu meninggal dan mereka mendengar bahwa Petrus sedang mengunjungi sebuah kota dekat Yope, maka dua orang dari jemaat pergi menemui Petrus dan memintanya datang ke Yope. Jadilah bukti nyata dari kebaikan Allah. Ketika Petrus tiba, para janda yang pernah ditolong Tabita menunjukkan bukti kebaikannya “semua baju dan pakaian, yang dibuat Dorkas waktu ia masih hidup” (ay.39). Kita tidak tahu apakah mereka meminta Petrus untuk melakukan sesuatu, tetapi dengan pimpinan Roh Kudus, Petrus berdoa dan Allah pun membangkitkan Tabita! Dampak dari kebaikan Allah tersebut adalah “peristiwa itu tersiar di seluruh Yope dan banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan” (ay.42). Lewat pelayanan Petrus, kebangkitannya dari kematian, Allah menjadi nyata dalam hidup Tabita. Tabita punya kisah nyata yang lebih menarik untuk diceritakan kepada mereka yang belum mengenal Tuhan. Tabita bukan saja menjahit lebih banyak baju, tapi dia juga ‘sibuk’ membagikan cerita hidupnya dan apa yang Tuhan sudah lakukan dalam hidupnya. Tabita sadar bahwa apa yang dia lakukan bukan karena kekuatannya, tetapi karena Allah. Kebangkitannya dari kematian adalah bukti nyata kuasa Allah dalam hidupnya. Hidup Tabita adalah hidup yang berbuah tetap bagi Kerajaan Allah.
Pembacaan Kitab yang pertama 2 Samuel 9:1-13, juga mengajarkan bagaimana kita harus selalu berbuat baik sekali pun kita menerima perbuatan tidak baik dari orang lain. Perikop ini mencatat bagaimana Daud memenuhi janjinya kepada sahabatnya, Yonatan. Bertahun-tahun sebelumnya Daud telah membuat perjanjian dengan Yonatan untuk menunjukkan kasih setia Tuhan kepada keluarga Yonatan (lih. 1 Sam. 20:11-23). Kita tahu bahwa antara Daud dengan Saul sangat tidak akur. Bukan Daud yang bermasalah, melainkan Saul yang berniat untuk membunuh Daud. Ketika Saul mati dalam peperangan dengan orang Amalek (2 Samuel 1:4), Daud memiliki kesempatan besar untuk membalaskan dendam kepada keturunan Saul, sebab hukum perang zaman dulu itu ada istilah “pemberantasan sampai ke akar-akarnya” – genoside, pembunuhan kepada satu keturunan atau suku. Tujuannya? Supaya tidak ada kesempatan untuk “musuh” membalas dendam dan memberontak di kemudian hari. Daud punya kesempatan untuk memberantas habis keturunan Saul di saat itu, tetapi tidak itu yang dilakukan Daud. Lalu kenapa Daud mau melakukan hal yang baik kepada keluarga Saul itu? Dalam teks kita, karena Yonatan? Sahabat karib Daud itu? Ya. Tetapi bukan karena itu saja. Sebab dahulu, Daud pun punya kesempatan untuk membunuh Saul, dua kali, tetapi itu tidak pernah dia lakukan kepada Saul (I Samuel 26). Kita bisa mencari jawabannya dengan berkata: “Itu karena Daud memang baik orangnya, murah hati dan tidak pernah sombong dan mau membalas perbuatan jahat dengan perbuatan jahat kembali.” Sehingga, ini sama sekali bukan tentang mereka yang telah berbuat jahat atau menyakiti hati kita. Tetapi ini tentang kita: Apakah kita menjadi sama seperti mereka yang telah berbuat jahat dan menyakiti hati kita dengan membalas perbuatan mereka “dengan setimpal menurut kita”? Seperti kata Tuhan Yesus: “Bila kamu berbuat baik kepada sesamamu yang telah berbuat baik, apa kelebihanmu? Orang yang tidak mengenal Allah pun melakukan hal itu” (Matius 5:43-48).
Sebagai orang Kristen harus selalu dan terus berbuat baik kepada semua orang. Firman Tuhan katakan “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik” (Galatia 6:9), selama masih ada kesempatan, mari kita berbuat baik. Kepada siapa? Kepada semua orang! Artinya, berbuat baik adalah sebuah kesempatan. Dan dalam minggu ini kita diingatkan melalui Liturgi Minggu Penjemaatan PAK Gelora Kasih, YKPD Alpa Omega dan PPOS, bahwa banyak saudara-saudara kita yang dalam kondisi khusus membutuhkan perbuatan-perbuatan baik kita. Anggota jemaat GBKP minggu ini diajak belajar dari Tabita yang hidupnya dia pakai menjadi berkat kepada para janda, Daud yang keluarga “musuhnya” sekalipun dia kasihi dan tetap “makan sehidangan dengannya.” Kiranya perbuatan baik yang kita tunjukkan kepada orang-orang di sekitar kita akan mendorong mereka memikirkan tentang Allah dan merasa dikasihi pula oleh Allah.
Pdt. Melda br Tarigan
Runggun Pontianak