Khotbah Minggu 21 Mei 2017
Khotbah Minggu 21 Mei 2017
(Rogate = "Berdoa")
Invocatio: "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan." (Roma 8:26)
Bacaan: Kisah Para Rasul 17: 22-31
Khotbah: Mazmur 66:8-20
Thema: Berdoalah Berterimakasih"
I. Pendahuluan
Tidak semua orang sanggup menerima penderitaan. Umumnya orang suka menerima kemenagan dan mendapatkan apa yang di cita-citakannya. Apabila penderitaan menindas hidupnya mereka menjadi rapuh dan semakin lemah dan tidak berdaya, diliputi keputus asaan yang mendalam. Sulit bagi orang-orang yang seperti ini bangki dari penderitaannya dan berharap bahwa di hari depan masih ada harapan.
II. Pembahasan
Nyanyian syukur ini disampaikan Israel kepada Allah di dalam suatu ibadah ucapan syukur kemenangan setelah mereka dibebaskan Allah dari tawanan bangsa Babel dan sesudah Bait Allah selesai dibangun kembali.
Bagi Israel tidakan pembebasan yang dilakukan Allah adalah bukti kasih Allah kepada umatNya, bukti keperkasaan Allah; Dia lebih kuat dari bangsa Babel. Tindakan Allah tersebut bukan sekedar tindakan Allah kepada umatnya tetapi suatu pengumuman dan undangan Allah kepada bangsa-bangsa supaya mereka mengenal Allah dan menyembahNya. Allah yang memelihara Israel umatNya bukanlah hanya peduli kepada kesejahteraan Israel tetapi juga kepada dunia. Karena itu melalui nyanyian syukur tersebut Israel mengajak segenap bangsa masuk kedalam pujian dan penyembahan itu.
Tidak cukup bagi para penyembah hanya memberikan persembahan bakaran korban syukur, tetapi juga bersama persembahan syukur para penyembah harus berseru-seru menceritakan semua perbuatan Allah yang telah mereka alami. Di dalam nyanyian pujian itu Israel menceritakan alasan mereka memuji Tuhan bahwa Allah tetap menjaga hidup umatNya, mempertahankan jiwanya tetap terpelihara dan kakinya tidak goyah (bd. Maz 121:3), tetap berdiri tegak tidak tergoyahkan oleh karena rupa-rupa penderitaan. Israel melihat bahwa penderitaan-penderitaan berat yang mereka alami dengan pertimbangan yang positif tujuannya adalah untuk memurnikan iman dan kesetiannya kepada Allah. Penderitaan itu bagaikan dapur api pandai logam ketika melebur logam untuk memurnikannya. Israel memahami mereka di tawan bangsa Babel bagaikan ikan yang tertangkap oleh jaring nelayan, ikan tidak berdaya untuk membebaskan dirinya. Demikin juga keberadaan Israel di tawan bangsa Babel dan dikenakan beban berat dan kesusahan yang membuatnya tidak berdaya untuk bangkit lagi. Israel menggambarkan betapa tidak berdaya mereka sehingga penguasa Babel merendahkan mereka dengan cara berjalan di atas tubuhnya, memijak pundak dan kepala orang-orang Israel yang di suruhnya duduk. Beratnya penderitaan itu digambarkan Israel bagaikan api dan air, tetapi pada saatnya Tuhan membebaskan mereka. (Bd. Yes. 43:2 "Apabila engkau menyeberang melalui air, Aku akan menyertai engkau, atau melalui sungai-sungai, engkau tidak akan dihanyutkan; apabila engkau berjalan melalui api, engkau tidak akan dihanguskan, dan nyala api tidak akan membakar engkau.") Penyertaan dan pertolongan Allah itu nyata.
Setelah melalui segala penderitaan itu dan bait Allah sudah selesai dibangun kembali, maka umat Tuhan secara pribadi dan bersama-sama memutuskan: menghadap Tuhan di dalam baitNya dan mempersembahkan korban bakaran dari hewan ternak yang terbaik. Menguduskan diri (ayt. 18) dan melakukan penyembahan yang tulus. Ketika di dalam pembuangan kemungkinan Israel telah banyak merenungkan kehidupannya dan menyampaikan nazar bahwa apabila mereka mengalami kebebasan akan melakukan ........., dan ibadah syukur itu merupakan kesempatan untuk menyampaikan apa yang telah dinazarkannya. Israel betekad bahwa dalam segala situasi mereka akan menceritakan segala perbuatan Allah dan senantiasa menyanyikan nyanyian pujian kepada Allah. Mereka mengimani bahwa Tuhan mau mendengarkan doanya, pujian dan persembahannya dan Tuhan selalu menyertainya dengan kasih setiaNya.
III. Refleksi
Seberapa besar Allah dikenal para penyembahnya akan memampukannya bergantung kepada pertolongan dan penyertaan Allah. Jika Allah itu diterima dalam kebesaranNya yang tidak terhingga dan tidak terbandingkan dengan segala kuasa akan membuat para penyembahNya terkagum-kagum, setia menyembah, memuji dan memberikan persembahan yang terbaik. Menerima Allah sebagai Allah yang maha besar membuat para penyembahNya setia menyembah dan senantiasa bersyukur kepadaNya sebab campur tangan Allah sudah menjaganya, melepaskan dari segala bahaya dan yang jahat. Para penyembah yang benar akan selalu memiliki cerita yang baru tentang kebesaran Allah yang dialaminya dan menikmati segala kesaksian perbuatan Allah di masa lampau yang diterima pendahulunya sebagai suatu kebahagiaan dan kesaksian yang baru, berkuasa dan abadi.
Orang-orang yang menjadikan dirinya menjadi pusat tidak akan dapat memuliakan Allah, tidak tahu berterima kasih kepada Allah dan ia tidak suka menceritakan kebesaran Allah. Allah itu maha kuasa dan kebesaranNya tidak di tentukan para penyembahNya. Para penyembah melakukan penyembahan karena alasan tanggung jawab menyembah dan menceritakan segala kebesaran Allah. Apabila orang percaya berhenti menyembah Allah tidak akan mengurangi kemuliaan Allah, tapi sikap berhenti menyembah Allah berarti melupakan pertolongan dan penyertaan Allah. Hanya Allah jaminan yang pasti yang senantiasa menjamini kehidupan orang percaya, menjaga dan memeliharanya, membuatnya berhasil, karena itu berterimakasihlah senantiasa kepada Allah di dalam doa dan pujian.
Pdt. Ekwin Wesly Ginting
GBKP Sitelusada-Bekasi