MINGGU 28 SEPTEMBER 2025, KHOTBAH KISAH PARA RASUL 17:16-21 (MINGGU PENDIDIKAN)
Invocatio :
“Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu. (Filipi 4:9)
Ogen :
Amsal 3:15-20 (Tunggal)
Tema :
Mesikel Megi-megi Kerna Si Mbaru / Sangat Rindu Mendengar Sesuatu yang Baru
Pembuka
Di zaman kecanggihan teknologi dan informasi sekarang ini, banyak hal yang mudah dan cepat diterima sebagai sesuatu yang baru. Apapun tersedia, selayaknya dunia dalam genggaman. Tetapi menerima informasi dan pengajaran yang baru, diperlukan hikmat untuk dapat memilah milih apa yang menjadi kebenaran yang sesungguhnya. Karena segala sesuatu yang diterima, dapat berdampak pada banyak hal, termasuk mengubah kebiasaan hidup, cara pandang dan sikap seseorang. Banyak informasi atau pengajaran yang tersaji, namun tidak sedikit pula berisi hal-hal yang menyimpang, menyesatkan, mengandung kebohongan, asumsi negatif bahkan fitnah. Ada yang ikut larut dalam pemahaman yang tidak mendasar, namun tidak sedikit pula orang menjadi jenuh dan berhenti belajar akan sesuatu yang baru, karena menganggapnya sebagai kesia-siaan.
Dalam menerima atau mendengar sesuatu yang baru, perlu lebih dulu dipahami dan dipelajari sebelum menjadikannya sebuah pegangan yang teguh dalam hidup. Proses menerima ajaran dan didikan, dimulai dari keinginan untuk mendengar dan mempelajarinya. Lalu bagaimanakah kita dapat bersikap untuk dengan sangat rindu mendengar sesuatu yang baru? Agar berdampak baik juga bermanfaat, sesuai prinsip kebenaran Firman Tuhan?
Penjelasan Teks
Kisah Para Rasul 17:16-21 menceritakan perjalanan Paulus untuk memberitakan Injil. Sebelumnya Paulus melakukan perjalanan bersama Silas dan Timotius. Namun, ada kelompok orang Tesalonika yang menolak dan mengasut orang banyak sehingga menimbulkan kekacauan di Berea (ay 13-15). Paulus terpaksa lebih dulu melanjutkan perjalanan ke Atena tanpa rekan sepelayanannya. Saat tiba di Atena, Paulus sedih melihat banyak patung berhala yang disembah. Hal ini yang mendorong Paulus untuk memberitakan Injil sesegera mungkin.
Paulus berbicara, berdiskusi, bahkan berdebat dengan orang-orang yang ditemuinya di rumah ibadah Yahudi dan pasar. Pada masa itu pasar yang dimaksud merupakan tempat pertemuan berbagai golongan di masyarakat. Fungsinya tidak hanya menjadi tempat perjumpaan, pusat perdagangan atau pengadilan perkara, namun menjadi tempat belajar, berdiskusi, bertukar pikiran dan pengalaman. Karena masyarakat Yunani di Atena, sangat senang mempelajari hal-hal baru. Kesempatan itu dipergunakan Paulus untuk mendiskusikan Injil dengan orang-orang yang belum dikenalnya.
Disana juga Paulus bertemu dengan pemikir-pemikir Yunani dari kelompok yang paling populer di zaman itu, yaitu golongan Epikuros dan Stoa. Golongan Epikuros mengikuti ajaran dari Epikuros (342-270 SM), seorang filsuf Yunani. Mereka mengandalkan pengalaman-pengalaman panca indra untuk mendapatkan pengetahuan, bukan pada penalaran. Mereka memperhatikan bukti-bukti alami dan menganggap kenikmatan yang paling bernilai adalah penderitaan dalam hidup. Mereka tidak memuja kesenangan ataupun kemewahan, seperti pada umumnya. Semakin menjalani penderitaan, maka semakin dapat menikmati hidup. Mereka juga tidak mengakui gagasan tentang para dewa dan tidak percaya akan kehidupan setelah kematian. Sedangkan kelompok Stoa (Stoisisme) terdiri dari para filsuf yang juga menjadi aliran besar di zamannya. Golongan Stoa Yunani hanya mempedulikan perkara-perkara alami dan hukum-hukum alam. Menurut mereka, kehidupan yang baik dikendalikan oleh penalaran, bukan oleh emosi. Mereka juga peduli akan etika dan politik. Secara umum, kepercayaan Stoa mengacu pada ketidakpedulian terhadap keadaan-keadaan lahiriah manusia. Dua aliran ini sangat populer untuk mendorong orang hidup lebih baik. Tetapi Injil yang Paulus beritakan berbeda dari filsafat yang berkembang saat itu.
Golongan filsuf menganggap Paulus hanyalah seorang pleter atau orang yang berlagak tahu yang tidak patut didengarkan (tukang koyok). Namun, Paulus tetap mengajarkan Injil atas nama Kristus. Sekalipun mereka menuduhnya memberitakan ajaran dewa-dewa asing (ay. 18). Pendekatan yang dilakukan Paulus sebenarnya cukup efektif, karena menarik perhatian banyak orang yang ingin mengetahui hal baru yang diberitakannya. Paulus tidak membicarakan bagaimana hidup yang lebih baik berdasarkan standar dunia, seperti filsafat yang populer saat itu, tetapi standar hukum Allah. Bahwa Injil Kristus diperlukan semua orang berdosa, termasuk masyarakat Atena. Kristus yang mati dan bangkit menjadi inti pengajaran Paulus, agar Kristus dikenal dan banyak orang memperoleh keselamatan. Hal tersebut membuat orang-orang Atena tertarik dan ingin mendengarkannya lebih banyak lagi.
Paulus diminta menghadiri sidang Areopagus. Suatu kehormatan untuk mereka yang terpilih. Orang-orang Atena menganggap pengajaran Paulus berbeda dari apa yang selama ini mereka dengar. Dalam hal ini Paulus pun bertanggung jawab atas pemberitaan Injil dan hadir untuk menyatakannya bagi banyak orang. Masyarakat Atena gemar mendengar dan belajar hal baru. Hal ini menjadi kesempatan baik bagi Paulus untuk melayani mereka. Tujuannya agar mereka berpaling dari berhala dan menyembah Allah. Jika membaca ayat berikutnya, tidak semua orang kemudian menerima Paulus dan pengajarannya. Sehingga Paulus pergi dari sana. Tetapi tidak ada yang kembali dengan sia-sia, karena beberapa diantara orang banyak akhirnya memberi diri menjadi pengikut Kristus (ay 32-34). Jika keinginan untuk belajar dan menerima hal-hal baru didasari hikmat Tuhan, maka tentunya setiap kesempatan pemberitaan Injil akan membuahkan iman percaya yang semakin teguh.
Hikmat berasal dari Allah. Dalam Amsal 3:19-20 dituliskan nasihat atas berkat dan hikmat yang tersedia bagi orang yang berpegang pada ajaran Allah. Penulis Amsal menunjukkan bahwa segala yang ada di langit dan di bumi beserta seluruh isinya dibentuk dan diletakkan Tuhan pada tempatnya masing-masing pada fungsi yang baik. Semua dicipta dengan hikmatNya. Bumi, langit, air samudera, awan dan embun, diciptakan selaras dengan kehidupan manusia. Maka Tuhan memberikan manusia tanggung jawab untuk menjalani kehidupan dengan pertimbangan yang bijaksana. Hikmat Tuhan tidak boleh sekalipun terlepas dari mata, sebagai tanda bahwa umat Tuhan harus terus memperhatikan dan memeliharanya. Untuk mendapatkan hikmat dan bijaksana dari Tuhan, maka manusia itu harus benar-benar hidup dalam kehendak Tuhan, serta melakukannya untuk kemuliaan Tuhan.
Hidup dengan mencari dan mendapatkan hikmat Tuhan, dimulai dari kerinduan untuk mendengar hal baru. Namun, bukan sekedar untuk memuaskan keinginan hati akan apa yang didengar melainkan untuk mendalami dan meneguhkan iman percaya kepada Tuhan Sang sumber hikmat. Seperti dalam invocatio Filipi 4:9, bahwa apa yang telah dipelajari dan yang telah diterima, didengar dan yang telah dilihat, dasar untuk melakukan. Allah sumber damai sejahtera yang akan menyertai. Kehidupan seseorang yang mau dididik dalam hikmat Tuhan, akan menuai kekayaan hikmat yang menuntun hidup. Itulah berkat Tuhan. Maka jangan mengeraskan hati saat mendengar didikan Firman Tuhan yang benar.
Aplikasi
Di dalam minggu pendidikan ini, setiap orang percaya diingatkan kembali bahwa proses menerima didikan tidak dibatasi oleh usia, gender, status, waktu dan tempat. Semua orang, kapanpun, dimanapun harus menerima didikan hikmat Tuhan. Paulus memberi teladan percaya akan tuntunan Tuhan, maka hikmatNya akan diberikan. Pendidikan ternyata bukan sekedar formalitas dan tempat belajarnya harus dimulai dari lingkup terkecil yaitu keluarga. Jika setiap keluarga mau memperhatikan betapa pentingnya pendidikan, maka pastinya akan terbiasa membuka hati untuk terus memperlengkapi diri dengan kerinduan belajar. Mau melihat dan mendengar hal baru yang dapat memberi dampak baik bagi kehidupan. Karena itu diperlukan :
1. Ada hati yang tergerak
Seperti perasaan dan empati Paulus melihat penyembahan berhala di Atena, tergerak hatinya untuk memberitakan Injil dalam tiap kesempatan. Jika ada hati yang tulus untuk melakukan kebaikan maka kita akan selalu mau memperlengkapi diri dan orang lain dengan didikan. Kita perlu memiliki hati yang rindu tuntunan hikmat Tuhan. Maka setiap kita akan mau mendengarkan hal baru dalam setiap kesempatan yang kita kiliki. Hati yang siap dididik dan diajarkan untuk melakukan FirmanNya akan beroleh hasil yang baik.
2. Ada aksi nyata melakukan
Paulus tidak hanya punya hati, tetapi juga punya aksi. Ia tidak hanya sedih, tetapi juga melakukan pemberitaan Injil. Sekalipun dia tau ada kelompok yang sekedar mencobainya, ada resiko ditolak. Tetapi dia melakukan yang dia bisa lakukan, kepada mereka yang sudah mengetahui Injil tetapi belum sungguh-sunguh mengenal Kristus dan kepada yang sama sekali belum mengetahui. Baik mereka yang menentang atau menerima, Injil tetap diberitakan. Artinya dalam mendengar dan memberitakan didikan, akan banyak tantangan yang akan dihadapi. Namun jika kita mau setia, Tuhan akan menolong untuk melakukan.
3. Ada hikmat yang menuntun
Paulus memberitakan Injil dengan dasar hikmat Tuhan. Ketika berbicara di sidang Areopagus, ia menggunakan kesempatan dengan bijaksana. Hikmat datang dari kebergantungan kepada sumber hikmat yaitu Tuhan. Maka Tuhan akan menuntun untuk menerima didikan, melakukan dan memberitakannya. Jangan menyepelekan dan mengecilkan didikan, seperti golongan yang menolak Injil, yang hanya mencari kesenangan atas apa yang ia hendak dengar saja. Tetapi terima Injil maka hikmat Tuhan menjadi penuntun menuju keselamatan dan yang mendatangkan sukacita.
Bersyukurlah bila Tuhan berkenan mendidik kita. Jadikan diri kita seperti gelas yang kosong, yang selalu perlu diisi penuh dengan hikmat Tuhan. Bangkitkan kerinduan untuk mendengar hal yang baru sebagai didikan baik secara pribadi juga bersama-sama. Belajar merendahkan hati memakai setiap kesempatan dalam hikmat Tuhan. Maka dalam penjemaatan PAUD dan TK GBKP kali ini, kita bersyukur gereja turut andil dalam memperhatikan ruang pendidikan bagi warga gereja dimulai sedini mungkin. Pastinya masih banyak hal yang perlu diperlengkapi. Baik sarana, prasarana sebagai fasilitas agar ruang pendidikan betul-betul ramah anak. Memperhatikan managemen, pengelolan SDM pengajar dan meningkatkan kesejahteraannya. Mengembangkan dan memperlengkapi kurikulum, menata sosialisasi akan pentingnya pendidikan dan bersedia mendidik anak, karena hal itu sama dengan kerelaan melayani. Apalagi PAUD dan TK yang dikelola gereja tentunya menjadi kesempatan pemberitaan Injil. Memperkenalkan anak-anak akan kasih dan hikmat Tuhan. Maka sebagai warga GBKP kita perlu merasa memiliki bersama dan memaksimalkan semangat pendidikan itu. Kita butuh hikmat Tuhan. Maka marilah memperhatikan pentingnya pendidikan dimulai dari keluarga, gereja agar nantinya memberi dampak luas di masyarakat. Hikmat Tuhan menuntun kita semua. Amin.
Pdt Deci Kinita br Sembiring
GBKP Studio Alam – Depok