SUPLEMEN PEKAN PENATALAYANEN GBKP TAHUN 2025 WARI III, KHOTBAH KISAH PARA RASUL 15:6-11

HARI KE 3

Invocatio : Sabab kami sada aron kap ndahiken dahin Dibata, janah kam me JumaNa. Kam pe bangunen Dibata kap (1 Korinti 3:9).

Ogen : Bilangan 12:1-13

Khotbah : Kisah Para Rasul 15 :6-11

Tema   :Tampil Ndungi Perjengilen/ Pelayan Menjadi Juru Damai

 

I. Kata Pengantar

Sebuah ungkapan dari Albert Einsten “ kedamaian tidak dapat dijaga dengan kekuatan, itu hanya dapat dicapai melalui pemahaman”. Pola pikir dan sikap manusia akan mempengaruhi situasi kehidupannya. Hidup ini adalah 10% dari apa yang terjadi pada kita dan 90% dari bagaimana kita meresponnya – Charles R. Swindoll. Makna dari kutipan ini adalah bahwa peristiwa dan tantangan dalam hidup hanya sebagian kecil dari keseluruhan pengalaman kita. sebagian besar kehidupan kita dipengaruhi oleh bagaimana kita memilih untuk menghadapi dan merespon hal-hal yang terjadi. Dengan sikap yang positif, tegar, tenang dan bijaksana, kita dapat mengubah situasi sulit menjadi peluang untuk dapat mengubah situasi sulit menjadi peluang untuk tumbuh dan kembang. Demikian sebaliknya dengan sikap yang negatif, arrogant, keras dan egois akan menambah kesulitan ditengah situasi yang tidak kondusif sehingga besar peluang untuk terjadi perpecahan. Dengan demikian kita harus bijak dalam menmilih sikap atau tindakan apa yang kita ambil dalam menjalani kehidupan kita karena hidup kita tidak luput dari berbagai macam pergumulan.

II. Penjelasan Teks

Pertikaian atau perjengilen bisa timbul dari mana saja dengan berbagai alasan apa saja. Bilangan 12:1-13 menceritakan bagaimana Miryam dan Harun yang memberontak kepada Tuhan, awalnya Myriam tidak suka karena Musa menikah dengan perempuan kush yang memiliki latarbelakang dan budaya yang berbeda dengan bangsa Israel. Pada saat itu Umat Israel menjalani kehidupan mereka di padang gurun setelah keluar dari perbudakan Mesir dibawah pimpinan Musa. Miryam diduga tidak suka dengan Musa yang menikah dengan orang yang bukan dari bangsa Israel secara dia adalah seorang pemimpin. Miryam dengan ketidaksukaannya lalu muncul perasaan iri hati atau cemburu dan mempertanyakan otoritas kepemimpinan Musa, lalu mulai berkata “Sungguhkah Tuhan berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman? Mereka merasa bahwa mereka juga seorang pemimpin yang punya otoritas terhadap bangsa Israel. Musa tidak hanya mendapat tantangan dari eksternal dalam memimpin bangsa Israel bahkan juga dari orang yang terdekat sekalipun myriam dan Harun yang menaruh ketidaksukaan kepada Musa. Tapi Musa seseorang yang benar tulus dan rendah hati (orang yang paling rendah hati ibas kerina manusia i doni enda) memohon kepada Tuhan untuk kesembuhan Miryam. Musa tidak hanya mengampuni tetapi juga berdoa untuk kesembuhannya.

Kis. 15:6-11 adalah konteks kehidupan gereja mula-mula yang memiliki perdebatan mengenai penerimaan orang non-Yahudi yang ingin menjadi pengikut Kristus. Orang-orang Yahudi yang memiliki tradisi sunat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dengan mematuhi hukum taurat yang mengharuskan dilakukan sunat, maka bangsa Yahudi ingin menyamakan peraturan demikian kepada bangsa non Yahudi. Sehingga hal ini menuai banyak argumen-argumen antara iman orang Yahudi dan non Yahudi maka dilakukanlah sebuah pertemuan yang dikenal dengan Sidang di Yerusalem. Maka bersidanglah rasul-rasul dan penatua-penatua untuk membicarakan soal itu dengan jangka waktu yang cukup lama, tentu mereka akan mengeluarkan argument mereka masing-masing dengan bersumber kepada hukum taurat. lalu ay. 7 “ Berdirilah Petrus dan berkata serta menjelaskan bahwa “ ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman maka mereka sama dengan kita (ay.9).

Perubaten/perjengilen jadi karena kita ingin mereka sama seperti kita padahal kita berbeda. Ini permasalahan yang terjadi di jemaat mula-mula kala itu, tetapi Petrus dengan hikmat dari Yesus Kristus dengan tenang, sabar dan bijak berdiri dan berbicara (tampil) dan memberi pemahaman kepada semua peserta sidang pada saat itu bahwa orang yang tidak disunat juga sudah dianggap sama seperti kita karena Allah yang membersihkan hati mereka dan mereka juga sama-sama menerima Roh Kudus. Jadi maksud Petrus menjelaskan bahwa hanya cara pembersihannya saja yang berbeda tetapi makna dan imannya sama. Petrus sebagai rasul benar-benar memposiskan dirinya sebagai utusan Allah dalam memberitakan kabar Injil. Petrus mendengarkan pandangan dari kelompok Yahudi yang berpegang pada hukum taurat sebagai pelayan, sikap mendengar ini penting untuk menciptakan dialog yang sehat dan mengurangi ketegangan. Petrus mengingatkan bahwa keselamatan tidak didapatkan melalui usaha atau kepatuhan pada hukum, tetapi melalui iman kepada Yesus. Fokus pada kasih karunia yang menolong menghindari sikap legalistik yang memecah belah. Dengan mendekatkan semua orang pada prinsip dasar Injil, Pertus menolong jemaat tetap bersatu. Sebagai juru damai seorang pelayan harus membawa setiap orang kembali kepada misi utama gereja yaitu mengasihi dan menyebarkan kasih Kristus.

Dari bahan ogen dan bahan khotbah memiliki fokus tujuan yang sama yaitu mendamaikan, Musa yang berdamai dengan Miryam dan Harun serta berdoa untuk kesembuhannya, Petrus yang juga menjadi juru damai dalam pertikaian persidangan Yesusalem yang membahas sunat kepada non Yahudi. Sesuai dengan Tujuan kita di Invocatio “Sabab kami sada aron kap ndahiken dahin Dibata, janah kam me JumaNa. Kam pe bangunen Dibata kap (1 Korinti 3:9). Musa dan Petrus sebagai Aron Dibata menjadi juru damai dimanapun mereka berada.

III. Aplikasi

Realitas kehidupan orang Kristen khususnya GBKP tidak jauh berbeda dengan yang dialami oleh Musa dan Petrus. Lalu apakah kita sudah mencontoh Musa dan Petrus sebagai juru damai??? Kalau selama ini kita masih sama seperti para ahli-ahli taurat, orang-orang farisi yang suka berdebat dan kesukaanya adalah untuk memenangkan suatu perdebatan dengan keinginan hatinya, mari kita instal ulang hati dan pikiran kita kembali fokus ke prinsip dasar Injil yaitu Kasih. Dalam gereja sering kita melihat pertikaian memperdebatkan akan aturan-aturan gereja yang mempersempit kasih Kristus didalam pikirannya sendiri. Dengan sikap arogan, egois, keras dan kasar, dan berjuang untuk memenangkan argumennya tanpa memikirkan aspek-aspek yang lain. Atau bahkan jemaat juga dalam kehidupannya masih sering menjadi kompor untuk menghasut beberapa pihak untuk bertikai dan dia merasa suka kalau ada pihak-pihak la siangkan. Sifat yang seperti ini sangat bahaya karena ia membiarkan pikirannya dikuasi Iblis sebagai roh pemecah dalam persekutuan.

Jemaat GBKP harus menjadi juru dalami dalam kehidupan dimana pun dan kapan pun, sekalipun kita dituduh, tapi seperti Musa mampu mengampuni dan mendoakannya. Didalam persidangan GBKP juga sering terjadi pertikaian atau pembicaraan yang alot akan satu topik karena banyak argument-argumen dari berbagai sumber, apakah kita sudah menjadi Petrus pembawa damai? Atau kita masih mengutamakan keegoisan dan rasa ingin menang atas perdebatan terkait dengan hukum-hukum gereja. Persidangan dilakukan untuk memutuskan sebuah solusi bukan menambah persoalan baru bahkan sampai mengukir luka yang baru antara sesama peserta sidang atau sesama jemaat GBKP dalam kehidupannya. Pekan Penatalayanan ini mengajak kita untuk menata hati kita sesuai dengan kehendak Kristus dalam diri kita sebagai pembawa damai dimanapun kita berada sehingga label kita sebagai orang Kristen jemaat GBKP adalah orang yang cinta perdamaian. Tuhan Yesus Memberkati.

Vikaris Amikha Rehulina Br Tarigan, S.Th

GBKP RG CIBUBUR –POS PI JONGGOL

 

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD