Khotbah Minggu 22 Oktober 2017

Minggu, 22 Oktober 2017 (Minggu Budaya II)

Invocatio             : “Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap” (1   Korintus 13:10)

Bacaan                  : Matius 15:1-9 (Tunggal)

Khotbah               : Yesaya 2:6-18

Tema                     : “Memperbaiki Tradisi Yang Tidak Baik”

Pengantar

            Tema yang diangkat dalam minggu ini berkaitan dengan tradisi. Sebelumnya perlu kita ketahui arti dari tradisi itu. Tradisi atau kebiasaan (Latin: traditio, “diteruskan”) adalah sesuatu kebiasaan yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat dan diteruskan dari generasi ke generasi. Beberapa waktu lalu ada studi yang menunjukkan susahnya mengubah kebiasaan buruk. Hasil sutdinya menunjukkan bahwa apapun hasil DNA-nya, mengubah kebiasaan buruk, meskipun tahu merugikan, merupakan hal yang sangat sulit dilakukan. Disebutkan “Sangat sulit dilakukan”, bukan berarti tidak bisa. Yang diperlukan adalah keinginan kuat dan tentunya sebagai orang percaya kita diajarkan untuk memiliki pengharapan di dalam Tuhan ke depannya.

            Latar belakang yang terjadi pada masa di awal-awal Yesaya ini menunjukkan keadaan masyarakat yang terbiasa dengan perilaku pemimpin mereka yang tidak menjalankan kepemimpinan mereka berdasarkan kebenaran dan keadilan. Sudah menjadi terbiasa kalau penguasa dan imam-imam tidak lagi membela kehidupan rakyatnya. Dalam situasi inilah Nabi Yesaya hadir menyampaikan nubuatan Allah bagi bangsaNya.

Isi Yesaya 2:6-18

            Nubuat yang disampaikan Yesaya ini diawali dengan menyampaikan suatu kenyataan yang ada dalam kehidupan bangsa ini. Bangsa yang disebut kaum keturunan Yakub itu telah mengikuti kebiasaan di Timur dalam melakukan tenung, sihir seperti yang dilakukan irang Filistin, dan bagaimana orang-orang asing di antara mereka banyak memberi pengaruh buruk atas mereka. Pengaruh buruk itu juga mempengaruhi para pemimpin bangsa ini baik penguasa maupun imam-imam yang ada pada waktu itu. Hal ini dapat dilihat melalui kehidupan mereka yang begitu mengandalkan kekuatan dan kekayaan (ay. 7) serta penyembahan berhala yang mereka lakukan (ay. 8).

            Yesaya memperingatkan mereka bahwa Tuhan tidak berkenan atas perilaku dan kebiasaan yang telah mereka lakukan selama ini. Dari kebiasan buruk yang mereka lakukan itu sesungguhnya mereka telah jatuh pada kesombongan dan keangkuhan. Tuhan akan memberi hukuman (ay. 10, 12-16) dan kalau kita lihat dalam Yesaya 2:6-18 ini dua kali Yesaya menyatakan bahwa “manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan” (lihat ay. 11 dan 17). Tentunya ini mau menekankan bahwa Tuhan tidak main-main dengan perilaku dan kebiasaan buruk yang mereka lakukan selama ini. Tuhan akan bertindak dengan menghukum mereka dan menghilangkan segala berhala yang ada pada mereka (ay. 18).

Aplikasi

            Seperti tema yang diangkat pada minggu ini, “Memperbaiki Tradisi Yang Tidak Baik” tentunya diminta bagi kita untuk bersikap. Harus dimulai dari kesadaran dulu, bahwa ada tradisi atau kebiasaan hidup kita selama ini yang tidak benar/salah. Terlebih lagi kalau ternyata ada tradisi atau kebiasaan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Seperti yang dilakukan Yesus dalam percakapan dengan orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem (bacaan bagian pertama, Matius 15:1-9), memberi penyadaran kepada mereka bahwa tradisi yang mereka lakukan selama ini tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Menjaga tradisi adalah penting dan itulah tugas kita sebagai masyarakat yang berbudaya tetapi adalah yang lebih penting, ujilah dan ukurlah apakah tradisi itu sesuai atau tidak dengan kehendak Tuhan. Tentunya kalau yang sesuai atau tidak melanggar kehendak Tuhan, tradisi itu dapat kita teruskan atau wariskan kepada anak cucu kita. Tetapi kalau itu melanggar atau tidak sesuai dengan kehendak Tuhan marilah lewat hikmat Tuhan kita memperbaikinya.

            Sebagai masayaraka Karo, tentu kita punya warisan tradisi yang begitu banyak dari leluhur kita. Dalam konteks kita sekarang sebagai orang percaya tentu perlu kritis akan semua tradisi itu. Sama seperti Kristus datang ke dunia sebagai terang, baiklah kita menerangi tradisi lewat menghadirkan Tuhan di dalamnya. Salah satu yang telah kita lakukan pada saat ini adalah “tradisi mbesur-mbesuri” (7bulanan) misalnya, sudah mulai dilaksanakan dengan terlebih dahulu membuat ibadah.

            Ada beberapa kebiasaan sikap lainya yang dapat kita soroti sebagai orang karo (mungkin juga ini kebiasaan yang diwariskan) seperti ungkapan yang terkenal dari kita “gelarna e teku lang”; “adi banci sada matawari pe teku lang ras ia”; “ACC: anceng, cian, cikurak”. Marilah kita memperbaiki bersama tentunya dimulai dari kesadaran bahwa kebiasaan sikap ini tidak baik bila terus-menerus ada dalam kehidupan kita sebagai masyarakat karo. Tentunya kita berpengharapan Tuhan pun akan turut campur tangan menolong kita meninggalkan kebiasaan sikap yang demikian. Sehingga yang baik sajalah kita wariskan sebagai tradisi atau kebiasaan hidup kepada keturunan kita. Supaya Tuhan berkenan dan memberkati kita sekalian.

Soli Deo Gloria

Pdt. Andinata Ginting

Khotbah Minggu 15 Oktober 2017

Khotbah Minggu 15 Oktober 2017
Invocatio : Kej.17:5
Bacaan.   : Rut.4:13-22
Khotbah. : Matius 15:21-28 (Responsoria)
Tema.      : "Ibu Yang Beriman".

Pendahuluan.
Bagaimana perasaan seorang ibu kalau menyaksikan anaknya sedang sakit, menderita karena dirasuki oleh setan, tentu saja ibu itu akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencari pertolongan demi kesembuhan anaknya. Mencari pertolongan tidaklah mudah namun tidak mustahil akan tercapai apabila memiliki iman yang teguh terhadap Kristus.

Seorang perempuan Kanaan yang sedang mencari kesembuhan untuk anaknya yang kerasukan setan mendengar bahwa Yesus sedang dalam perjalanan menuju daerah Tirus dan Sidon, dia sangat bersemangat karena dia yakin bahwa Yesus dapat memberikan kesembuhan buat anaknya, ia bahkan melupakan dirinya sebagai orang yang tidak layak bertemu dengan Yesus karena latar belakangnya sebagai orang kanaan, "bangsa yang dikutuk", namun dorongan kasih ibu dan iman yang teguh memberanikan dia untuk berseru memanggil Yesus dengan sebutan "Anak Daud",

Panggilan ini adalah sebuah panggilan "Mesianik", sebuah keyakinan dan iman yang sungguh teramat  besar bagi seorang wanita dari bangsa yang tidak mengenal Allah Israel, kenyataan ini berbanding terbalik dengan keadaan orang Yahudi yang tidak percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang sudah dinubuatkan.
Ay. 23. Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Para murid meminta Yesus untuk mengusir perempuan itu:  "Suruhlah ia pergi". Pernyataan dari para murid yang tidak sabar ini dilanjutkan Yesus dengan mengatakan, ay. 26. "Tidak patut untuk mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing".
Wanita bukan Yahudi ini cukup paham dengan kebiasaan orang Yahudi untuk menyebut orang bukan Yahudi sebagai "anjing" dan menyebut diri mereka sendiri sebagai "anak-anak Allah". Ungkapan Kristus yang kelihatannya keras ini diperlunak oleh kenyataan bahwa istilah yang dipakai tidak menunjuk kepada binatang liar dan jahat yang berkeliaran di jalan, tetapi pada anjing-anjing kecil (kunaria) yang dipelihara orang di rumah. Yesus mengatakan kepada wanita bukan Yahudi ini apa yang telah dikatakan-Nya kepada seorang wanita Samaria, yaitu bahwa pada saat ini semua orang tergantung pada Israel untuk memperoleh Mesias dan berkat-berkat-Nya (Yoh. 4:21-23). Yesus telah menyembuhkan orang bukan Yahudi pada kesempatan yang lain, tetapi di Fenisia ini Dia harus hati-hati agar jangan memberikan kesan bahwa la meninggalkan Israel (bdg. Mat. 4:24; 8:5). Ay.27, 28. Anjing itu makan remah-remah. Wanita tersebut sepenuhnya menerima pengaturan Tuhan dan imannya menangkap kebenaran yang berlaku untuknya. Iman inilah yang dipuji oleh Kristus. "Besar imanmu", Orang bukan Yahudi kedua yang dipuji karena imannya (8:10), Yesus memberikan kesembuhan untuk anak perempuan itu dan peristiwa ketiga di mana Kristus menyembuhkan dari jarak jauh (Mat. 8:13).

Iman seorang perempuan fenisia ini sangat luar biasa, dicatat dalam pelayanan Yesus dalam Injil untuk menjadi teladan kepada seluruh umat manusia, bahwa Iman yang besar kepada Kristus akan mendatangkan kesembuhan dan keselamatan.

Bacaan/ogen kitab Rut.4:13-22, menceritrakan kisah seorang perempuan moab yang bernama Rut menantu Naomi, yang memilih untuk tetap bersama Naomi dan mau beriman dan menyembah Allah Naomi. Allah memuliakan Rut menjadi seorang perempuan yang termasuk dalam silsilah Yesus Kristus.

Refleksi.
1. Iman yang teguh menumbuhkan harapan dan membimbing kita kepada jalan keluar atas segala kesesakan. Banyak masalah yang kita alami dalam hidup ini seolah-olah tidak ada jalan keluar, buntu dan tidak jarang akan memunculkan keinginan untuk mengambil jalan pintas mengakhiri segala masalah. Namun dengan Iman yang teguh, kita tetap memiliki harapan mendapatkan solusi.

2. Perempuan Siro-Fenisia dan Rut, adalah teladan inspirasi
kepada kita khususnya setiap ibu/Moria agar tetap beriman teguh dan menjadi penopang keluarga di dalam segala situasi.

3. Jadilah seorang ibu yang bijaksana, yang mendatangkan kesejukan di tengah-tengah keluarga, perbuatan yang baik dapat mengubah karakter orang lain menjadi baik.

Pdt. Togu Munthe, M.Th

GBKP Cililitan

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD