SABTU, 01 JANUARI 2022 KHOTBAH WAHYU 21:6a

Invocatio : Beginilah firman Tuhan, Raja dan Penebus Israel, Tuhan semesta Allam “Akulah yang terdahulu dan Akullah yang terkemudian; tiadk ada Allah selain dari padaKu
(Yes 44:6)

Ogen : Pengkhotbah 3:1-13

Khotbah : Wahyu 21: 1-6a

Tema : Tuhanlah Erkuasa Mula Mula Seh Ku Kedungenna

 


Pendahuluan
Ada kalimat bijak yang mengatakan “ Setiap orang ada waktunya dan setiap waktu ada orangnya”. Dari kalimat bijak ini ada beberapa hal yang dapat kita lihat. Pertama manusia itu adalah manusia yang terbatas. Kita bisa punya jabatan, kita bisa punya kuasa, kita bisa memiliki harta. Tapi bersamaan dengan itu semua yang kita miliki itu terbatas ada kalanya beriring dengan waktu kita akan meninggalkan atau ditinggalkan. Contoh kita bisa punya kuasa tapi tiba saatnya kita akan ditinggalkan dan meninggalkan kuasa tersebut.Sampai saat ini kita sangat merasakan bagaiman dampak dari covid 19 membuat kita semua manusia hidup dalam keterbatasan. Covid 19 mengajari kita bahwa sehebat apa juga manusia adalah manusia yang terbatas. Karena manusia terbatas maka manusia tidak dapat menyelesaikan segala masalah dan persolanya kita butuh penolong atau kuasa yang dapat menolong kita dan mendukung kita sehingga kita dapat menjalani kehidupan kita. Kita sudah melewati satu tahun kehidupan kita. Dalam satu tahun yang telah berlalu banyak sekali peristiwa yang terjadi dalam hidup kita yang juga mengajar kita arti keterbatasan. Semua itu kita bisa lalui dan hari ini kita telah diantarkan di dalam hari pertama di tahun yang baru. Kita masih memiliki perjalanan yang panjang, perjalanan yang kita tidak tahu apa yang akan terjadi karena kita terbatas untuk itu kita tentu butuh kuasa yang tidak terbatas yang dapat menopang kita. Kuasa siapakah yang akan kita andalkan di dalam memasuki dan menjalani tahun yang baru ini?

Pembahasan Nats
Bacaan kita di dalam kita Pengkhotbah 1:1-13 adalah sebuah penilaian mendalam dari penulis mengenai hidup manusia. Ia mengamati dari berbagai sisi dan aspek hidup manusia (14). Dan ia tiba pada sebuah kesimpulan yang mengejutkan dan kadang sulit bagi kita untuk menerima dan memahaminya. Kesimpulanya adalah semua sia sia, kata yang dipakainya berarti hampa sesuatu yang tidak berbobot seperti angina (tiga kali ditulis di dalam ayat 2). Manusia lahir lalu mati demikan berulang seterusnya tampa makna. Segala sesuatu yang kita banggakan didunia ini, yang kita agungkan, usahakan dan pertahankan adalah kesia-siaan. Peristiwa alam, semua kerja keras, semua hikmat, semuanya sia sia. Dari sini sebenarnya Pengkhotbah ingin memberikan pemahaman mengenai keterbatasan dari hidup manusia. Selain itu Penghotbah mau menegur manusia agar tidak menaruh harapakan kepada segala sesuatu yang terbatas tersebut dan juga menghancurkan pemahaman manusia yang saat itu banyak mengandalkan segala sesuatu yang dimilikinya banyak berharap kepada kekuatanya sendiri dan juga kepada dunia ini. Penghotbah ingin menyadarkan kita bahwa segala sesuatu hanya akan berarti bila dalam iman kepada Allah. Pada sisi lain kita juga melihat apa yang dialami oleh bangsa Israel mereka yang sudah ada di dalam pembuangan merasa ketidak bergunaan segala sesuatu yang mereka miliki, mereka hidup dalam penderitaan merka hidup dalam pembuangan, apa yang mereka banggakan tidak dapat melepaskan mereka dari pergumulan tersebut. Untuk itulah nabi Yesaya mengingatkan hanya Tuhan yang mampu menolong mereka sebab hanya Tuhan yang berkuasa dari dulu sampai selama lamanya. Tuhan tidak pernah berubah Ia tetap setia dan berkuasa walau bangsa Israel berubah. Tidak ada tuhan tuhan yang lain yang mampu melakukanya (Yes 44:6). Hal ini ditekankan Yesaya agar bangsa Israel yang ada dipembuangan tidak berharap kepada manusia dan tidak berharap dan meminta pertolongan kepada tuhan tuhan yang ada disekitarnya. Tapi tetap berharap dan juga meminta tolong kepada Tuhan. Hal itu juga yang harus kita lakukan saat ini. Pada kehidupan kita masa covid 19 ini kita sangat melihat keterbatasan yang dimiliki oleh manusia semua yang dimiliki manusia yang selama ini sebagai kebanggaan tidak mampu menjawab masalah kita. Untuk itu kita harus tetap beriman dan berharap kepada Tuhan. Kenapa kita harus tetap beriman dan berharap ini kepada Tuhan ini dijelaskan lagi di dalam bahan khotbah kita. Dalam bahan Khotbah ini kita melihat apa yang bisa dilakukan oleh Tuhan buat kita dalam kehidupan sekarang dan juga pada masa yang akan datang. Bahan Khotbah kita kitab Wahyu yang ditulis oleh Yohanes menggambarkan sebuah penyingkapan atau pengelihatan sesuatu yang tersembunyi yang akan wujudkan di masa depan. Kitab ini sering dikaitkan dengan kedatangan Tuhan kembali dan pemerintahanNya. Yohnes melihat ada suatu perubahan dan perubahan ini berkaitan dengan kualitas dan mutu dari segala sesuatu yang ada sebagai contoh dengan menggambarkan berakhirnya bumi yang lama dan munculnya bumi yang baru. Lebih nyata lagi kita melihat adanya suatu kepemimpinan yang baru dan juga hilangnya segala penderitaan yang selama ini ada dan hadir di dalam kehidupan kita sehari hari. Penderitaan itu sangat jelas di gambarkan di dalam ayat 4 menghapus segala air mata , maut tidak ada lagi, perkabungan tidak ada lagi sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalau. Jadi dari Bahan khotbah ini jelas penulis ingin mengatakan ada beberapa hal yaitu: Kehidupan kita saat ini sedang menuju kepada langit dan bumi yang baru. Waktu waktu yang kita lalui saat ini adalah waktu yang harus kita lalui untuk sampai kepada tujuan dan dalam melaluinya mungkin saja banyak masalah yang akan terjadi walau kita hidup di dalam tahun yang baru. Jangan sampai masalah yang ada membuat kita lari dari tujuan yang akan hendak kita tuju tersebut. Kedua pengelihatan dan wujud yang hendak kita capai itu memberikan pengharapan dan juga semangat buat kita di dalam menjalani kehidupan yang akan kita lalui. Kita juga harus mengimaninya bahwa itu akan terwujud. Selain itu kita harus mengerjakan bagian kita untuk mewujudkannya. Sama seperti jika seorang anak akan dijanjikan sebuah hadiah jika ia mendapat nilai yang bagus. Tentu hadiah tersebut belum kelihatan tetapi untuk mendapatkan hadiah tersebut tentu butuh usaha dan kerja keras. Ketiga penulis mengatakan dengan sangat jelas dan ini yang paling penting semua yang baru itu terjadi karena adanya Tuhan sebab di dalam kuasanya semuanya itu bisa terjadi ( 5 dan 6) Jadi masa depan itu ada di dalam tangan Tuhan dan Tuhanlah yang menyiapkanya dan bersama dengan Tuhanlah kita berjalan ke arah masa depan tersebut. Dari ketiga bahan alkitab kita dapat melihat ada beberapa poin penting yang bisa kita angkatkan di dalam khotbah kita yaitu:
1.Kita bersyukur karena Tuhan sudah mengantarkan kita melalui tahun yang lama dan hari ini kita masuk kedalam hari pertama di tahun yang baru. Walau berbagai macam masalah dan pergumulan yang telah terjadi tetapi kita bisa melalauinya semua ini karena anugrah dari Allah kepada kita,
2.Mari kita menyadari bahwa kita adalah manusia yang terbatas hal ini jelas dikatakan di dalam bacaan kita dalam kitab Penghotbah. Bahkan keterbatasan itu semakin nyata ketika ada masalah ini yang digambarkan oleh kitab Yesaya ketika bangsa Israel ada di dalam pembuangan. Demikian juga dengan perjalanan hidup kita ditahun yang baru ini kita tidak tahu apa yang akan terjadi itu artinya kita manusia yang lemah dan terbatas. Kita juga memiliki pengetahun yang terbatas akan
situasi hidup kita ditahun yang baru ini.
3. Penulis Yesaya dan Juga Wahyu mengatakan bahwa hanya kuasa Tuhan yang mampu menolong kita dan di dalam kuasaNyalah hidup kita. Di dalam kuasaNyalah masa depan kita. Penyingkapan yang diberikan oleh Yohanes mengarahkan kita kepada tujuan kita dan masa depan kita. Dan untuk sampai kesana maka kita harus menjalani kehidupan kita di dunia ini sebab itu akan diwujud nyatakan dimasa depan kita dan sebelum itu sampai kita harus tetap menjalani kehidupan kita didunia ini terlebih didalam menjalani tahun yang baru yang diberikan Tuhan. Dalam pertolonganNya dan kuasaNya yang tidak terbatas tersebut kita menjalaninya. Andaikan seperti berjalan maka jalan yang selalu kita jalani saja kita masih bisa tersandung dan jatuh. Tahun yang baru adalah sebuah situasi baru atau jalan yang baru yang akan kita tempuh jika kita tidak bersama dengan Tuhan kita tidak akan mampu melaluinya. Jangan andalakan kemampuan kita, kekuatan kita sebab semua itu terbatas.
4. Tetapi walau terbatas kita juga harus mengerjakan apa yang bisa kita lakukan. Kita tidak bisa berpangku tangan. Sebab kita juga harus mengerjakan bagian kita untuk mewujudkan apa yang Tuhan telah singkapkan.Demikian juga ketika kita menjalani kehidupan kita di tahun yang baru
ini.


Pdt Luter Efrata Girsang STh

KHOTBAH MINGGU 19 JANUARI 2020

Suplemen Kotbah Minggu 19 Januari 2020 (Epiphanias II)

Invocatio      : 1 Petrus 5 : 10

Ogen            : Mazmur 40 : 1-11

Kotbah         : 1 Korintus 1 : 1-9

Tema            : Emalemen ate Kalak Si Ersada Ras Jesus Kristus

  1. Pendahuluan

Mengapa di hari-hari libur daerah-daerah wisata begitu ramai dikunjungi, apalagi belakangan hari ini wisata yang menekankan konsep “kembali ke alam”? Karena berusaha mencari “kemalemen ate”. Holyday yang seharusnya berarti “hari yang kudus” berubah arti menjadi “liburan”. Mengapa kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya sampai terkadang waktu tidak cukup 24 jam? Karena berharap bahwa dengan materi, jabatan/kedudukan, pangkat, pendidikan tinggi kita bisa mendapatkan kemalemen ate. Dunia dan segala isinya ini tidak akan bisa memenuhi “kemalemen ateta”. Hanya Yesus Kristus sebagai sumber kemalemen ate sejati.

  1. Isi

Nats 1 Korintus 1:1-9 ini bisa dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu:

  • Salam pembukaan, ay. 1-3
  • Ucapan syukur, ay. 4-6, dan
  • Harapan bagi jemaat Korintus, ay. 7-9.

Sebagai pendahuluan untuk keseluruhan 1 Korintus, nats ini bernada sangat theosentris (berpusat pada Allah, terlihat 6 kali Paulus menyebut kata Allah) dan bernada kristosentris (9 kali Paulus menyebut nama Yesus/Kristus).

Sapaan Paulus terhadap jemaat Korintus, menunjukkan bahwa Paulus sadar sepenuhnya bahwa dia tidak hanya terlibat dalam mendirikan jemaat di sana (3:10), tetapi juga hubunganya dengan gereja tersebut telah dipengaruhi dengan banyak hal yang terjadi sejak dia meninggalkan Korintus (52 M). Dalam memulai suratnya, dia memanggil orang Korintus untuk mengingat kembali tidak hanya peran dan relasinya yang diberikan kepada Tuhan bagi jemaat Korintus tetapi juga tujuan panggilan mereka juga dinyatakan oleh Paulus.

Meski setia melayani Tuhan bukan berarti kebal terhadap masalah semacam hinaan dan keraguan orang lain atas pelayanan yang dilakukan. Nats ini merupakan pengantar dari Paulus mengenai isi surat kerasulannya secara keseluruhan. Sesuai dengan kebiasaan menulis surat pada zaman itu, nama orang yang menulis surat dan nama orang-orang penerima surat juga dituliskan. Pertama Paulus menegaskan tentang kerasulannya dengan kalimat pembuka di ay. 1 “Dari Paulus, yang oleh kehendak Allah dipanggil menjadi rasul Kristus Yesus” yang diragukan dan kemudian menjadi perdebatan yang menjadi salah satu pemicu perpecahan di jemaat Korintus. Dalam hal ini Paulus bukan mau menujukkan keangkuhannya, tetapi mau menunjukkan bahwa ia memiliki penugasan ilahi. Hal ini penting karena ada pengajar palsu dan pengikutnya berusaha mencari-cari celah untuk menjatuhkannya. Dan untuk menegaskan wewenang kerasulannya dia mengikutsertakan Sostenes bersamanya dalam menulis surat ini. Sostenes adalah seorang pelayan jemaat yang lebih rendah jabatannya. Sostenes pernah menjadi pemimpin suatu sinagoge Yahudi di kota Korintus, yang kemudian bertobat dan menjadi seorang Kristen (Paulus memberdayakan reputasi Sostenes karena Sostenes dikenal oleh orang Korintus). Kebijaksanaan dan kesopanan Paulus dalam hal mendekati gereja yang peka yang dulu berhubungan dengan mantan pemimpin utama sinagoge itu. Paulus dalam hal ini berusaha mencari peluang bagaimana melakukan pendekatan kepada jemaat Korintus dengan mengikutsertakan Sostenes yang dulu merupakan tokoh di Sinagoge Korintus bukan dengan menyerang mereka yang menyerang kerasulan Paulus.

Menjadi jemaat Allah oleh karena pengudusan di dalam Kristus Yesus. Surat ini ditujukan kepada jemaat Allah yang ada di Korintus. Dikuduskan berarti dipisahkan secara khusus dan hal ini terjadi di dalam Yesus Kristus. Dan mereka yang telah dikuduskan dipanggil untuk menjadi orang-orang kudus yang berbeda dari orang-orang dunia yang tidak percaya kepada Allah. Mereka yang telah dikuduskan akan berseru kepada nama Tuhan Yesus Kristus bukan berseru kepada nama yang lain selain nama itu.

Sumber damai sejahtera (kemalemen ate) yang sejati hanyalah berasal dari Tuhan Yesus Kristus saja. Hal ini dinyatakan oleh Paulus dalam doa berkat kerasulan di ay. 3. Kemalemen ate adalah berkat yang datangnya dari Tuhan. Sekaligus menyatakan kepada kita bahwa orang-orang yang tidak percaya kepada-Nya tidak akan dapat memiliki rasa damai dari Allah, karena satu-satunya jalan untuk mendapatkannya adalah melalui Yesus Kristus.

Ada kalimat bijak menyatakan “seberapa kita peduli dengan seseorang atau sesuatu maka dapat dinilai dari seberapa sering kita mendoakannya”.

Paulus selalu memulai sebagian besar surat-suratnya dengan ucapan syukur kepada Allah untuk sahabat-sahabatnya dan berdoa bagi mereka. Hal ini merupakan salah satu bentuk persekutuan yang baik, yaitu saling mengucap syukur kepada Allah atas kasih karunia dan berkat yang diperoleh tiap-tiap orang lain. Tindakan ini memberi teladan yang baik bagi kita, bahwa mengucap syukur kepada Allah tidak hanya di saat diri kita menerima berkat Tuhan, tetapi ketika orang lain juga diberkati oleh Tuhan, kita juga layaknya mengucap syukur kepada Tuhan sebagaimana Paulus lakukan.

Ungkapan syukur Paulus kepada Allah menunjukkan teladan yang baik bagi kita bahwa mengucap syukur adalah tindakan yang dilakukan secara terus-menerus (eucharisto) dan Paulus juga menambahkan kata pantote yang artinya “senantiasa”. Menunjukkan kepada kita bahwa ucapan syukur harus menjadi gaya hidup orang yang percaya (bdk. 1 Tes. 5:18). Mengucap syukur tidak dihalangi oleh respon negatif dari orang Korintus. Ungkapan syukur Paulus karena keberadaan jemaat Korintus (karena kamu, ay. 4). Jika kita memahami keberadaan jemaat Korintus serta respon mereka terhadap Paulus maka ungkapan syukur ini merupakan hal yang luar biasa. Di tengah jemaat yang meragukan dan menyerang kerasulan Paulus, dia masih bisa mengucap syukur, bahkan Paulus tidak mengatakan mengucap syukur karena masih ada yang setia, tetapi “mengucap syukur... karena kamu”, jelaslah karena seluruh jemaat Korintus. “... dalam segala macam perkataan dan segala macam pengetahuan” adalah karunia yang diterima oleh orang-orang Korintus. Hal ini juga adalah bagian dari alasan Paulus untuk mengucap syukur kepada Tuhan. Karunia yang mereka terima ini merupakan peneguhan kebenaran Injil. Memang pemberian karunia merupakan salah satu cara Allah menyatakan kebenaran Injil pada zaman gereja mula-mula. Dalam hal ini juga secara manusia, bukan merupakan alasan untuk Paulus untuk bersyukur karena orang Korintus menyalahgunakan karunia-karunia tersebut, tetapi Paulus tetap mampu melihat sisi yang baik di tengah ketidakbaikan, bukan sebaliknya melihat yang tidak baik ditengah kebaikan.

Kasih karunia dari Allah bukan alasan memegahkan diri. Karunia rohani yang diterima oleh jemaat Korintus merupakan pemberian Allah yang bukan karena mereka layak menerimanya atau karena mereka mengusahakannya, jika mereka layak, maka hal itu bukan kasih karunai, tetapi hak. Jika mereka mengupayakannya, maka hal itu bukan kasih karunia, tetapi upah (bdk. Rom. 4:4-5). Penyebutan “kasih karunia Allah” dimaksudkan sebagai teguran halus kepada jemaat Korintus yang memegahkan diri atas karunia rohani yang mereka miliki. Jika mereka menyadari bahwa semua itu adalah kasih karunia, maka mereka tidak akan menyombongkan hal itu. Karunia perkataan dan pengetahuan adlah karunia yang sering disalahgunakan oleh jemaat Korintus. Mereka merasa diri lebih berhikmat, lebih rohani dari yang lain dan bahkan menganggap injil sebagai kebodohan (bdk. Ay. 17-18, 25-29; 2:1-4). Seharusnya, mereka yang kaya dalam perkataan dan pengetahuan dan berbagai karunia roh, harus juga kaya dalam kasih dan perbuatan baik.

Memiliki karunia rohani adalah bentuk peneguhan injil bukan satu-satunya tanda orang yang telah diselamatkan. Jemaat Korintus diberi karunia rohani yang berlimpah justru menunjukkan bahwa usaha pekabaran Injil yang dilakukan Paulus tidaklah sia-sia. Tetapi harus dipahami bahwa memiliki kemampuan supranatural bukanlah satu-satunya tanda/ jaminan bahwa seseorang telah diselamatkan. Saul (1 Sam. 19:23-24), nabi-nabi palsu (Mat. 7:21-23) dan pengikut iblis (Why. 13:13-14; 19:20) juga memiliki hal-hal yang supranatural. Beberapa orang yang dari luar termasuk bagian dari orang Kristen dan menikmati karunia-karunia rohani tertentu ternyata adalah orang-orang yang tidak pernah bertobat sungguh-sungguh (Ibr. 6:4-9).

Memiliki karunia rohani bukan sebagai alat untuk kesombongan rohani tetapi menggunakannya sebagai bagian tindakan menantikan kedatangan Tuhan. Dalam hal ini Paulus menghubungkan karunia rohani dengan pengharapan eskatologis. Hal ini diakukan oleh Paulus karena orang-orang percaya di Korintus cenderung tidak memperhatikan akan pengharapan eskatologi. Dengan memiliki karunia rohani mereka berpikir bahwa karunia rohani adalah yang terpenting, padahal semua karunia rohani itu akan berlalu. Ada juga yang menolak konsep kebangkita orang mati, dengan demikian bagi mereka tidak ada lagi hal yang perlu ditunggu. Maka Paulus menyatakan agar dipenuhi karunia rohani tetapi masih penting juga menanti penyataan Yesus kembali.

Di ay. 8-9 ada harapan yang menguatkan hati Paulus mengenai keadaan jemaat Korintus di masa yang akan datang bahwa Allah yang telah memulai suatu pekerjaan yang baik di dalam mereka tidak akan meninggalkan pekerjaan itu tak terselesaikan. Orang-orang yang menanti-nanti kedatangan Tuhan Yesus Kristus akan diteguhkan-Nya sampai kesudahannya. Paulus tetap memiliki harapan yang positif terhadap jemaat Korintus. Dia juga berharap agar jemaat Korintus “tidak bercacat” (anengkletous) yang berarti “bebas dari tuduhan hukum”. Dalam konteks penghakiman, maka hal ini menunjuk pada statas orang percaya yang tidak mungkin digugat oleh iblis (Rom. 8:1, 33). Kepastian ini sekali lagi bukan karena kekuatan manusia, tetapi karena peneguhan yang Allah lakukan. Peneguhan dilakukan sampai selamanya yaitu saat ketika Tuhan menghakimi semua manusia. Paulus mengingatkan ini bukan supaya mereka bisa sembarangan hidup. Justru, supaya mereka ingat akan status mereka, sehingga antara status dan tindakan moral tidak terpisah.

Allah memberikan karunia rohani, meneguhkan umat-Nya karena Dia adalah Allah yang setia. Allah yang setia akan tetap memegang janji-janji-Nya. Jadi kepastian keselamatan bukan didasarkan pada kepemilikan berbagai karunia rohani, tetapi karena memang Allah adalah setia. Memanggil dan meneguhkan umat-Nya adalah bukti bahwa Allah kita adalah Allah yang mau terlibat dalam kehidupan orang yang percaya. Dan kita dipanggil bukan untuk terpisah dengan yang lain justru supaya masuk ke dalam persekutuan dengan Yesus Kristus. Persekutuan di dalam Kristus inilah menciptakan persekutuan antara orang percaya.

  1. Aplikasi
  • Kemalemen ate di dalam persekutuan karena ada hubungan khas di antara orang-orang yang sudah percaya. Semuanya menjadi bersaudara meski tidak berasal dari satu darah, karena sudah dikuduskan di dalam Yesus Kristus. Artinya orang percaya sudah ada di dalam satu rumah tangga rohani yang kepala rumah tangga tersebut adalah Allah itu sendiri.
  • Kemalemen ate tidak ditentukan seberapa banyak karunia rohani yang ada di dalam diri kita. Justru di saat karunia rohani tersebut bisa menjadi berkat bagi orang lain. “memiliki tetapi tidak berdampak” sama sekali akan menjadi sia-sia.
  • Meski ada masalah, Paulus memberi teladan bagi kita supaya melihat masalah tersebut dari sudut pandang Kristus. Sehingga cara seperti ini memampukan Paulus memiliki dasar mengucap syukur kepada Allah di tengah masalah yang tidak sederhana di Korintus. Artinya, kemalemen ate Paulus berbeda perspektifnya dengan kemalemen ate manusia umumnya. Kemalemen ate Paulus bukan ketiadaan masalah, tetapi penyertaan Tuhan dan janji setia-Nya.
  • Kemalemen ate si genduari ras eskatologi. Bahwa kemalemen ate yang ditawarkan dunia ini adalah kemalemen ate semu/ fana dan semua akan memiliki akhir. Tapi kemalemen ate di dalam Kristus adalah kemalemen ate yang kekal selamanya. Tetapi bukan berarti tidak penting kemalemen ate di dunia ini, tetap penting! Tetapi ingat masih ada kemalemen ate pasca-kebangkitan.
  • Kemalemen ate karena Allah setia, setiap janji-Nya akan digenapi oleh-Nya. Kemalemen ate bagi orang percaya karena Allah mau terlibat aktif dan setia di dalam kehidupan orang –orang percaya.

Pdt. Dasma Sejahtera Turnip, -

GBKP Rg. Palangka Raya

Khotbah Minggu 12 Januari 2020

MINGGU, 12 JANUARI 2020

Invocatio        : "Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara.  Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang  bagi bangsa-bangsa  supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi" (Yesaya 49 : 6)

Bacaan          : Kisah Para Rasul 10 : 34 - 43

Khotbah       : Yesaya 42 : 1 - 9

Tema : Hamba Tuhan Yang Menerangi Bangsa-Bangsa

 

  1. PENDAHULUAN

Perayaan Natal belum lama berlalu dan saat ini kita memasuki minggu-minggu yang disebut epifania (Yunani : Epifaneia = “penampakan diri” atau “manifestasi”). Ada dua peristiwa yang dirayakan pada peringatan epifania, yaitu kunjungan orang-orang Majus ke bayi Yesus, dan baptisan Yesus oleh Yohanes di sungai Jordan. Kunjungan orang-orang Majus berarti Kristus telah menampakan diri kepada orang-orang bukan Yahudi dan baptisan-Nya berarti pelayanan-Nya sudah dimulai.

Minggu epifania merupakan kelanjutan dari peristiwa natal. Dalam perayaan natal, kita merayakan kehadiran Allah ke dunia yang menjumpai manusia. Bila Allah tidak menghampiri manusia, merendahkan diri, bagaimana mungkin manusia menghampiri Allah? Bila Allah menghampiri manusia dalam segala kekuatan, kemuliaan, dan keperkasaan-Nya, siapa manusia yang dapat tahan berhadapan dengan-Nya?

Kelahiran dan kehadiran Allah ke dunia dalam diri Tuhan Yesus Kristus, dalam rangka menyelamatkan manusia, yaitu memberikan harapan dan hidup yang baru. Dari hidup dalam kuasa dosa dan kematian kepada hidup dalam anugerah keselamatan. Dan masa epifania merupakan masa penegasan dan pemantapan akan hidup dalam anugerah keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Anugerah keselamatan tersebut diberikan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya dan melakukan apa yang diperintahkan-Nya.

  1. I S I

Perikop Yesaya 42 adalah bagian kedua dari kitab Yesaya (ps.40-55), yang disebut dengan Deutero Yesaya, yang penulisannya terjadi pada masa bangsa Yehuda berada di tanah pembuangan di Babel. Keterbuangan bangsa Yehuda ke tanah Babel membuat mereka kehilangan identitas sebagai umat pilihan Allah. Kehidupan mereka gelap, putus asa dan hilang pengharapan. Lalu Allah membangkitkan seorang nabi yang juga hidup dalam pembuangan tersebut lalu memakainya untuk memberikan penghiburan dan pengharapan kepada bangsa Yehuda yang sedang berada dalam pembuangan.

Nabi Yesaya (lebih tepatnya Deutero Yesaya) menubuatkan kepada mereka bahwa akan datang seorang “hamba Tuhan” yang akan menyelamatkan mereka yang sedang hidup dalam kegelapan. Nubuatan sang nabi dimulai dengan mengatakan “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku  ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum  kepada bangsa-bangsa”.

Dalam Deutero Yesaya, sangat banyak berbicara mengenai “hamba Tuhan”. Empat perikop nyanyian Ebed Yahweh (hamba Tuhan), teristimewa dalam “nyanyian-nyanyian hamba Tuhan” yaitu Yesaya 42:1-4; 49:1-7; 50:4-9; 52:13-53:12 merupakan bagian penting dan aktual dalam pemberitaan nabi Deutero Yesaya. Isi nyanyian hamba TUHAN adalah: hamba sebagai utusan Allah, yang setia bahkan rela menderita untuk tugas penyelamatan bagi umat Israel. Keselamatan itulah yang ditekankan dalam pemberitaan Deutero Yesaya.

Di dalam Yesaya 42:1-9, hamba Tuhan dilukiskan  sebagai   “ebed Yahweh”  yang dipanggil dan diurapi, yang kepadanya Allah berkenan[1]. Banyak pandangan para ahli yang menunjuk bahwa hamba Tuhan dalam konteks ini adalah individu yang  diurapi tetapi yang melakukan perintah Allah untuk menerangi kehidupan umat-Nya. Hamba Tuhan dalam konteks ini  menjadi representasi kesetiaan Allah untuk tetap setia terhadap janji-Nya tentang pemulihan Israel. Di dalam perikop ini, sang Hamba yang terpilih dipresentasikan sebagai seseorang yang menyelesaikan rencana Tuhan Allah yang Maha Kuasa dengan membawa harapan dan terang kepada yang tertindas dan tertekan.

Nubuatan tentang hamba Tuhan yang kepadanya Allah berkenan dalam Yesaya 42 ini, oleh Matius ditujukan kepada Yesus Kristus, sebagaimana ditulis dalam Matius 12 : 18-21 "Lihatlah, itu Hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepada-Nya jiwa-Ku berkenan;  Aku akan menaruh roh-Ku ke atas-Nya, dan Ia akan memaklumkan hukum kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suara-Nya di jalan-jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. Dan pada-Nyalah bangsa-bangsa akan berharap. "

Kata “lihat…” di Yesaya 42 : 1 (“Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang….”), dalam B.Inggris ditulis “gaze”, yang berarti bukan sekedar melihat tetapi memperhatikan dengan seksama.Dengan memperhatikan dengan seksama, kita akan menemukan kedalaman pengertian akan Allah dan pengenalan akan hamba yang kepadanya Allah berkenan. Penting sekali pengenalan akan hamba yang kepadanya Allah berkenan, sebab gambaran yang diberikan Nabi Yesaya tentang hamba yang kepadanya Allah berkenan, sebagaimana ditulis dalam Yesaya 53 : 2-3 adalah, Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada  sehingga kita memandang dia, dan rupapun  tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari  orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita  kesakitan; ia sangat dihina,  sehingga orang menutup  mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.

Banyak orang yang mau berkumpul di sekitar mahkota Kristus, namun sedikit sekali yang mau berkumpul di bawah salib Kristus. Banyak orang yang ingin berkat Kristus, tetapi sedikit orang yang mau menderita bersama Kristus.

Lihatlah hamba-Ku ini, maka didalamnya engkau akan melihat kasih Allah yang mau dinyatakan melalui Sang Mesias.

Yesaya mengambil ilustrasi buluh yang patah terkulai dan sumbu yang pudar nyalanya (Yesaya 42 : 3) sebagai gambaran dari orang-orang yang hidup tanpa pengharapan.

Buluh yang dimaksud di sini semacam ilalang besar yang terdapat di sekitar sungai dan menurut kebiasaan pada jaman itu, buluh sering dipakai oleh anak-anak Yahudi untuk membuat suling yang sangat sederhana. Karena ilalang ini mudah sekali didapatkan maka apabila ditemukan ada ilalang yang retak maka mereka akan membuangnya. Jikalau buluh yang terkulai ini merupakan gambaran diri kita, manusia berdosa yang tidak bernilai dan sepatutnya dibuang dan dicampakkan, maka Allah menyatakan bahwa orang-orang yang demikian ini tidak akan dipatahkan-Nya. Sungguh, ini menunjukkan kedalaman hati dan cinta Tuhan.

Banyak kepercayaan menekankan kebesaran dan kuasa Tuhan. Bagi kita, Tuhan itu Maha Besar dan Maha Kuasa, tetapi yang terutama IA Maha Baik. IA menyelamatkan kita bukan dengan kebesaran-Nya (sebab IA justru menjadi manusia), dan bukan dengan Kuasa-Nya (Sebab IA justru mati tidak berdaya di atas salib), tetapi dengan kebaikan-Nya (yang mengampuni orang berdosa dan menolong orang yang lemah).

Dalam bahan bacaan, Kis.10 : 34-36 dan 43, Rasul Petrus menyatakan bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya. Yesus Kristus adalah Tuhan dari semua orang. Dan tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepada-Nya, ia akan mendapatkan pengampunan dosa oleh karena nama-Nya.

  • REFLEKSI

Masa epifania merupakan masa penegasan dan pemantapan akan hidup dalam anugerah keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Realita kehidupan yang kita jalani tidak berhenti di kandang dan palungan tempat Yesus lahir Natal bukan puncak perayaan iman kita. Natal justru adalah langkah pertama kita menjalani hidup dalam anugerah keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Karena itu, penanggalan gereja menempatkan Masa Adventus dan Natal sebagai awal tahun gereja.

Orang Majus dan para gembala, para saksi Natal perdana, setelah bertemu bayi Yesus, mereka kembali ke tempat masing-masing.

Dalam Matius 2 : 12, dituliskan tentang orang Majus, “Dan karena diperingatkan dalam mimpi, supaya jangan kembali kepada Herodes, maka pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain.”

Dalam Lukas 2 : 20, dituliskan tentang para gembala, “Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah diaktakan kepada mereka.”

Akan tetapi, satu hal yang menarik adalah mereka, para Majus dan gembala itu, pulang setelah bertemu bayi Yesus dengan membawa sebuah perubahan hidup yang nyata. Mereka berubah. Orang Majus, ketika melihat Yesus, mereka sujud menyembah dan memberi emas, kemenyan, dan mur. Mereka takluk kepada Yesus. Dan Ketika pulang, mereka taat kepada Allah. Para Majus pulang dengan ketaatan baru.

Dalam kisah para gembala, mereka kembali dengan hati yang baru. Mereka memuji dan memuliakan Allah. Hati mereka disegarkan karena disentuh oleh kasih Allah. Para gembala pulang dengan sukacita baru.[2]

Kiranya kita pun demikianlah. Kebaikan dan kasih Allah yang kita rasakan dan kita terima dalam Natal, memampukan kita memberi diri menjadi saluran berkat Tuhan. Menjadi hamba-Nya yang setia dan taat. Ucapan dan tindakan kita meneguhkan dan menguatkan. Memiliki hati yang mengasihi dan menolak menghakimi.

Ada sebuah kisah kehidupan.[3]

Seorang tua dan anak laki-lakinya duduk bersama dalam kereta api. Sang putra berusia 24 tahun itu tiba-tiba berteriak kegirangan sambil menjulurkan kepala keluar jendela gerbong: “Papa, lihat… pohon-pohon itu berlari di samping kita!” Penumpang lain merasa tak nyaman.Mereka heran di usia dewasanya, ia bertingkah seperti anak kecil. “Papa, lihat! Awan-awan mengejar kita!” Beberapa kali si pemuda berteriak sampai seorang penumpang menegur sang ayah: “Mengapa anakmu tidak kau bawa ke dokter jiwa? Tingkahnya tak pantas sama sekali! Atau kau yang tak mengajarkannya sopan santun!”

Si Ayah dengan tenang dan tatapan teduh menjawab keluhan mereka: “Ah, maafkan kami, pak! Putraku memang baru kembali dari dokternya; seorang dokter mata. Ia buta sejak lahirnya dan hari ini adalah hari pertama ia dapat melihat dunia…maafkan saya, putraku terlalu gembira!”.

Betapa baiknya dunia ini andai kita tahu kapan harus lebih mengerti sesama daripada menghakimi. Marilah hidup kita menjadi pancaran terang Kristus dan menjadi sahabat bagi semua orang. Tuhan Yesus memampukan kita.

Pdt.Asnila Br Tarigan

GBKP Rg.Cijantung

 

[1] Kata-kata “Allah berkenan” dalam Perjanjian Lama hanya ada dalam kitab Yesaya.

[2] Joas Adiprasetya, “Menyemai Cinta, Merawat Damai”, BPK Gunung Mulia, Jakarta, cet.1, 2016, hal.159-164.

[3] Rm.Albertus. Joni, SCJ, “SoulBites 1.0”, Charissa Publisher, Yogyakarta, set.1, 2015, hal.41-43

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD