Minggu 05 Januari 2020, Khotbah Yohanes 1:14-18

Introitus :

Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus
adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan - Roma 10:9

Bacaan :

Mazmur 147:12-20

Thema :

Kasih Karunia Dan Kebenaran Di Dalam Yesus Kristus

 

I. Pendahuluan
James Irwin, astronot Amerika Serikat dengan Apollo 15 tahun 1971 berhasil mendarat di Bulan selama 67 hari. Saat dia berada di ruang angkasa, James Irwin mengalami peristiwa keagungan dan kemuliaan Allah yang belum pernah ia rasakan. Muncullah refleksi teologis, yaitu kesadaran yang mencelikkan mata rohaninya akan makna inkarnasi Kristus. James Irwin juga menyatakan peristiwa itu membuatnya menjadi berarti; apalagi saat umat manusia di Bumi menghayati kedatangan dan lawatan Allah melalui inkarnasi Kristus ke dunia. Oleh karena itu, seharusnya umat manusia dalam hidup sehari-hari mengalami kasih karunia dan kemuliaan Allah melalui inkarnasi Kristus. Di dalam inkarnasi Kristus: Allah beserta kita. Yesus Kristus adalah sang Immanuel. Dengan demikian, kedatangan Allah dalam inkarnasi Kristus bertujuan untuk memulihkan kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Inkarnasi Kristus adalah manifestasi kasih karunia Allah sehingga Allah berkenan memilih umat manusia menjadi warga Kerajaan Allah.

II. Isi
Sang Firman itu telah menjadi daging dan berdiam di antara kita. Kata yang dipakai untuk “diam” adalah “mendirikan kemah”. Ini adalah gambaran yang indah sekali karena mengingatkan kita kepada Kemah Suci di padang gurun (Kel. 25:8-9). Kemah Suci itu adalah lambang penyertaan Tuhan bagi Israel di padang gurun. Tuhan menyertai umatNya dan “berkemah” bersama dengan mereka. Israel mungkin hanyalah bangsa budak yang melayani Mesir. Tetapi setelah Tuhan menyatakan diri kepada mereka, identitas mereka berubah. Mereka bukan lagi budak Mesir, melainkan umat dari Allah yang Mahakuasa. Umat dari Allah yang telah menaklukkan semua dewa-dewi Mesir dan menjadikan Israel anak sulungNya, serta yang senantiasa menyertai Israel di dalam perjalanan mereka melalui Kemah SuciNya di tengah-tengah Israel.

Mengapakah Kristus rela datang ke dunia? Dia tidak datang untuk dunia ini. Dia datang untuk menyertai umatNya. Dia mau berdiam bersama dengan umatNya. Seluruh Injil Yohanes memberikan fokus yang indah pada kasih Yesus Kristus, Sang Firman, bagi umatNya yang diwakili oleh para murid. Para murid adalah gereja Tuhan, dan kasih Kristus kepada mereka adalah kasih yang sama yang diberikan bagi gerejaNya, yaitu kita semua yang percaya kepadaNya. Sama seperti Kemah Suci didirikan di padang gurun, demikian juga Kristus berkemah/berdiam di “padang gurun”, bersama dengan gereja Tuhan di bumi. Di bumi Dia berdiam bersama dengan murid-muridNya, dan kasih yang Dia curahkan bagi murid-muridNya adalah kasih yang sama besarnya dengan yang Dia curahkan bagi kita, gerejaNya, yang hidup di zaman ini.

Jika Kemah Suci di padang gurun senantiasa penuh dengan cahaya kemuliaan Tuhan, maka Kristus, Sang Firman pun, penuh dengan cahaya kemuliaan sebagai Anak Tunggal Bapa. Cahaya kemuliaan apakah yang Kristus pancarkan? Cahaya kemuliaan Kristus sebagai Anak Tunggal Bapa bukanlah cahaya kemuliaan yang menyilaukan mata, meskipun itu juga bagian dari pernyataan kemuliaan Allah. Cahaya kemuliaan Kristus yang paling menonjol ketika Dia hidup di bumi adalah kasih karunia dan kebenaranNya. Apakah yang dimaksudkan dengan “kasih karunia” dan “kebenaran”? Dua kata ini tidak bisa dipisahkan dan merujuk kepada sifat Tuhan yang mengingat dan menjalankan perjanjianNya. Kesetiaan Allah kepada perjanjianNya itulah yang digambarkan dengan “kasih setia” dan “kebenaran” sebagaimana dinyatakan olehNya sendiri di dalam Keluaran 34:6-7. Di dalam terjemahan bahasa Indonesia, Keluaran 34:6 menyatakan bahwa Allah berlimpah “kasih” (khesed) dan “setia” (emeth) di mana kedua kata ini dapat juga diterjemahkan “kasih karunia” (khesed) dan “kebenaran” (emeth). Inilah yang dijelaskan di dalam bahasa Yunani di ayat 14, “kharis” (kasih karunia) dan “aletheia” (kebenaran). Kasih setia dan kebenaran Allah berarti Dia dengan tepat akan menjalankan perjanjianNya. Dengan penuh kasih sayang akan menjalankan janjiNya bagi umatNya, tetapi juga dengan keadilan Dia akan menghakimi umatNya berdasarkan perjanjianNya. Kristuslah penggenapan dari kesetiaan Allah di dalam perjanjianNya ini. Itulah sebabnya dikatakan bahwa Sang Firman ini menyatakan kemuliaan Allah di dalam kesetiaanNya kepada perjanjianNya.

Kesaksian Yohanes 1:14 menyatakan: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara kita, dan kita telah melihat kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”. Makna pernyataan “Firman itu telah menjadi manusia” seharusnya diterjemahkan menjadi “Firman ituu telah menjadi daging”. Sang Firman Allah yang kekal dan ilahi, yaitu Dia yang telah menciptakan alam semesta dan di dalam diriNya memiliki sumber hidup pada satu titik waktu dalam sejarah manusia berkenan menjadi manusia dengan segala keutuhan manusiawiNya. Dalam inkarnasi Kristus, Sang Firman Allah yang kekal memasuki interval ruang dan waktu, serta sungguh-sungguh menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Ini berarti dalam diri Yesus, Sang Firman bukan tampak seperti manusia, atau seakan-akan hadir memperlihatkan diriNya dalam kebertubuhan manusia tetapi Dia sungguh-sungguh menjadi manusia dengan tubuh-jiwa-roh sebagai manusia Yesus dari Nazaret. Tubuh kemanusiaan Yesus bukanlah tubuh yang semu sebagaimana dipahami oleh doketisme. Dalam ajaran doketisme pada prinsipnya menolak kemanusiaan Yesus. Kemanusiaan dan kebertubuhan Yesus menurut doketisme hanyalah semu. Namun tidaklah demikian menurut kesaksian Injil Yohanes keberadaan Yesus sebagai manusia. Yesus mengalami kodrat manusiawi yang dapat mengalami situasi lelah, haus, makan, dorongan emosi kasih, menangis, dan perasaan masygul. Surat Ibrani dengan jelas memberi kesaksian yang serupa, yaitu: “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berdosa”. Karena itu makna “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam diantara kita” menegaskan bahwa di dalam Yesus Kristus Allah mendirikan pemerintahanNya di tengah-tengah kehidupan dan sejarah umat manusia. Kerajaan Allah yang semula transenden dan sorgawi kini dalam inkarnasi Yesus terwujud nyata dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Karena Sang Firman Allah sungguh-sungguh menjadi manusia, maka kita dapat melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. Di dalam inkarnasi Sang Firman Allah menjadi manusia Yesus, Ia menghadirkan “karya penyataan”. Melalui kehidupan dan karya Kristus, umat manusia dapat menemukan kehidupan, terang, anugerah, kebenaran, bahkan diri Allah sendiri. Sebab di Yohanes 1:18 Yesus menyatakan: “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya”. Ungkapan “Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya” menunjuk relasi personal yang eksklusif dan intim tiada taranya antara Yesus dengan Allah. Karena itu hanya Yesus yang sanggup menyatakan kedirian Allah yang sesungguhnya. Yesus adalah manifestasi diri Allah yang adalah Sang Bapa di dalam keberadaan diriNya sebagai Anak Allah. Melalui inkarnasi Sang Firman menjadi manusia berarti melalui kehidupan dan karya penebusan Kristus, kodrat kemanusiaan dipulihkan. Kodrat kemanusiaan yang semula telah jatuh dalam dosa dan telah kehilangan kemuliaan sebagai gambar dan rupa Allah, kini di dalam Kristus dipulihkan.

III. Refleksi
Pencelikan mata rohani akan Kristus merupakan awal dari ziarah iman yang sesungguhnya ditahun 2020 ini. Karena melalui pencelikan mata rohani kita dimampukan untuk memaknai kekayaan kasih karunia Allah. Sebelum dicelikkan, sebenarnya kita telah dilimpahi oleh kasih karunia Allah. Namun, saat itu kita tidak mampu merasakan dan mengalaminya. Itu sebabnya, kita tidak mampu mengucap syukur, bersukacita, dan beriman. Kita akan melihat realita hidup dengan sikap pandang yang pesimis, suram, dan tanpa harapan. Penilaian-penilaian kita didasarkan pada luka-luka batin masa lalu atau pengalaman-pengalaman traumatis yang bersumber dari dosa secara struktural dan personal. Dosa struktural timbul karena kita dibentuk dan dibangun dalam masyarakat yang sakit dan berdosa. Dosa personal timbul karena kita dikendalikan oleh kuasa dosa dalam diri kita. Dosa struktural dan dosa personal membuat kita menjadi buta secara rohani, sehingga kita hidup dalam kegelapan dan menolak kasih karunia Allah. Oleh karena itu, kekristenan tanpa pencelikan mata rohani akan menjadi kekristenan yang buta. Kita tahu tentang keselamatan, tetapi tidak mampu mengalami anugerah Allah. Kita dapat memberi pelayanan, tetapi tanpa kegembiraan dan ucapan syukur. Hal ini karena kita membangun iman bukan berdasarkan kasih karunia Allah, melainkan dengan pengertian kita sendiri. Menyambut karya keselamatan Allah dalam inkarnasi Kristus berarti kita membuang pengertian duniawi tentang Allah untuk diganti dengan kasih karuniaNya. Hati kita menjadi media bagi Kristus untuk “menginkarnasikan” (menjelmakan) diriNya, sehingga firmanNya menjadi daging dalam kepribadian kita. Itu sebabnya, kehidupan kita mengalami pencerahan iman dan pembaruan hidup.

Menurut legenda Yahudi, ketika Allah bermaksud menciptakan manusia, para malaikat memberikan pandangannya masing-masing. Malaikat Keadilan berkata, “Jangan ciptakan manusia, Tuhan, karena mereka akan bertindak jahat kepada semuanya, menindas satu sama lain”. “Benar, ya Allah, jangan ciptakan mereka,” sambung Malaikat Kebenaran, “karena mereka pasti akan berdusta, melecehkan kebenaran, dan bahkan mencoba menipu Allah”. Malaikat Kekududan mendukung pendapat kedua rekannya, “benar, mereka pasti akan hidup sesat dan menghina kesucianMu, ya Allah”. Kemudian, majulah Malaikat Cinta Kasih dan berkata, “Ciptakanlah mereka, ya Allah, karena ketika mereka berdosa, aku akan datang pada mereka dan mewartakan cinta kasihMu, agar mereka berbalik kepadaMu”.

Sejak dunia dan manusia tercipta, sejarah selalu dipenuhi dan diwarnai dengan kasih Allah. Cinta kasih adalah jati diri Allah paling utama yang selalu hadir dalam hidup manusia, sekali-kali dalam kenyataannya, manusia selalu menghina dan melecehkan keadilan, kebenaran, dan kekudusan Allah. Itu sebabnya Yohanes menulis, “Allah adalah kasih” (1 Yoh. 4:8,16). Allah bukan hanya bersifat pengasih, tetapi Allah adalah kasih.

Mengapa pribadi Yesus menjadi begitu penting dalam keyakinan kita akan Allah yang adalah kasih? Tidak lain karena Yesus adalah bukti terbesar kasih Allah. Yesus adalah penjelmaan isi hati Allah yang terdalam. Allah kita adalah Allah empati. Empati berarti menyeberangi jurang. Suka orang lain menjadi suka kita; dukanya menjadi duka kita. Allah kita adalah Allah yang berempati dengan manusia, karena Dia bergerak menyeberangi jurang yang lebar dan dalam antara manusia dan Allah. Dia turun ke dunia dan bukan hanya menjadi sama dengan manusia. Filipi 2:1-11 menjelaskan gambaran Allah yang merendahkan diri turun ke bumi. Allah yang empatis.

Pdt. Andreas Pranata S. Meliala, S.Th-GBKP Rg. Cibinong

Rabu 01 Januari 2020, Khotbah II Korintus 5:16-21

Invocatio :

Dan telah mengenakan manusia baru yang terus menerus
diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya; (Kolose 3:10)

Ogen :

Yeremia 31: 1-6

Tema :

Kehidupan Baru Di Dalam Kristus


PENDAHULUAN
Selamat Tahun baru…
Beberapa jam yang lalu kita telah menutup lembaran hidup kita di tahun 2019, dan memulai kehidupan baru di tahun 2020. Ada banyak hal yang menyenangkan dan hal yangidak menyenangkan yang kita alami di sepanjang tahun 2019. Namun suatu hal yang pasti bahwa Tuhan telah menyertai perjalanan hidup kita pada tahun yang sudah lewat. Harus diakui maka sering kali kita merasa takut dan kuatir dalam menghadapi berbagai persoalan hidup baik dalam tahun yang sudah lewat dan dalam tahun yang baru ini. Tapi Kasih Karunia Tuhan akan selalu memampukan dan menolong kita di sepanjang hidup kita, sebagaimana

URAIAN
• Rasul Paulus menulis kitab ini kepada jemaat di Korintus dengan tujuan mendorong mayoritas dalam di Korintus yang tetap setia kepadanya sebagai bapa rohani mereka. Ia menulis untuk menantang dan menyingkapkan rasul-rasul palsu yang terus menerus berbicara menentang dia secara pribadi dengan harapan dapat meruntuhkan wibawa dan kerasulannya dan untuk memutarbalikkan beritanya. Ia juga menulis untuk menegur minoritas dalam jemaat yang sedang dipengaruhi oleh para lawan Paulus dan terus menerus menolak wewenang dan tegurannya. Paulus meneguhkan kembali integritas dan wewenang rasulinya, menjelaskan motivasinya dan memperingatkan mereka terhadap pemberotakan yang lebih lanjut.

Tentunya keadaan ini menjadi tantangan yang harus di hadapi oleh Paulus dalam melakukan panggilannya. Sehingga Paulus berjuang untuk terus mempertahankan identitasnya. Hal itu diawali dengan menegaskan bahwa Paulus melakukan tugasnya dengan “pendamaian” antara Tuhan dan manusia. Tidak tujuan-tujuan lain seperti yang dituduhkan banyak orang yang meragukan integritasnya. Pelayanan pendamaian ini bertujuan agar mereka semakin mendisiplinkan diri untuk tidak berbuat dosa. Orang yang menerima pelayanan pendamaian dari Tuhan harus mampu merubah cara pandang dan sikap hidupnya. Seperti yang diuraikan dalam bahan khotbah kita saat ini.

• Ayat 16: “tidak lagi menilai orang lain menurut ukuran manusia”. Berani berbeda dengan dunia Dan jikalau pun dulu itu pernah dilakukan, maka sekarang tidak lagi. Ada keberanian meninggalkan masa lalu, untuk masa depan yang lebih berkenan bagi Tuhan. Paulus menyadari mungkin dulu dia juga pernah melakukan hal seperti dilakukan oleh manusia saat ini. Tapi kita harus ingat masa lalu menjadi pengalaman tetapi masa saat ini dan seterusnya adalah harapan. Oleh sebab itu jika kita menyadari kesalahan kita saat ini dan dulu, hal yang paling bijak yang harus kita lakukan adalah meninggalkannya dan memperbaiki untuk kedepannya.

• Ayat 17: Orang yang sudah menerima pelayanan pendamaian adalah” ciptaan yang baru”. Ciptaan baru adalah gambaran sebuah harapan dimana orang percaya menerima Yesus dalam hidupnya, dan membiarkan Yesus memerintah dalam hidupnya dalam kemualiaanNya, dengan pengetahuan dan pengertian yang selalu dibaharui dan hidup dalam kekudusan. Pembaharuan terjadi secara terus menerus seperti yang ditegaskan kembali dalam invocatio kita.

• Ayat 18-19: Pelayanan pendamaian antara Allah dan manusia bersumber dari Allah den tidak pernah memperhitungkan pelanggaran manusia.

• Ayat 20: Paulus hanya sebagai alat/utusan yang ditugaskan untuk mengajak manusia masuk ke dalam proses pendamaian yang akan menghasilkan ciptaan baru. Dalam ayat ini juga dituliskan maka ada 2 oknum yang penting untuk itu yaitu kita/manusia itu sendiri yang mau memberi diri untuk diperbaharui dan Tuhan yang berinisiatif untuk melakukannya. Jadi walaupun Allah berkali-kali datang dan mau memperbaharui kita menjadi ciptaan yang baru, hal itu tidak akan terjadi jikalau kita tidak mau memberi diri. Oleh sebab itu Paulus dipakai untuk memberitakan pendamaian itu kepada kita.

APLIKASI
1. Hendaknya di dalam tahun yang baru ini manusia dapat menjalani kehidupannya sebagai ciptaan yang baru. Ada pembaharuan yang terlihat dalam sikap hidup, pikiran, kesetiaan.
2. Pembaharuan di dalam hidup kita terjadi secara terus menerus di sepanjang hidup kita.
3. Kasih Tuhan tidak pernah berakhir dan selalu baru dalam hidup kita sebagaimana yang ditekankan oleh Yeremia kepada bangsa Israel (Yeremia 3:1-6) Allah akan “Membangun” dan “melanjutkan” kasihNya kepada manusia.


Pdt. Sri Pinta Br Ginting
GBKP Runggun Cileungsi

Selasa 31 Desember 2019, Khotbah Roma 8:31-39 (TUTUP TAHUN)

Invocatio :

“Sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab Tuhan adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!” (Yesaya 30:18b)

Bacaan :

Yesaya 30:15-18

Tema :

“Kasih Allah Senantiasa Beserta Kita”

 

I. PENDAHULUAN
Tanpa terasa dalam hitungan menit kita akan meninggalkan tahun 2019 dan memasuki tahun yang baru 2020. Ibarat melakukan suatu perjalanan maka saat ini kita telah tiba pada akhir dari suatu perjalanan panjang selama satu tahun di tahun 2019 ini (12 bulan, 52 minggu, 365 hari, 8.760 jam, 525.600 menit, 31.536.000 detik). Kita meyakini bahwa semua yang telah dijalani itu bukan karena kemampuan dan kuat gagah serta kehebatan kita sendiri, tapi kita mengimani dan mengakui bahwa kita ada sampai saat ini, di sini dan di tempat ini hanya oleh kasih setia Tuhan (Ibr. Checed, kheh’-sed). Dia-lah yang telah menopang dan menyertai kita di sepanjang perjalanan hidup ini.
Penggalan syair lagu, “tiap langkahku di atur oleh Tuhan dan tangan kasih-Nya membimbingku” adalah pengakuan yang sungguh atas semua penyertaan Tuhan dalam hidup kita.

II. PENDALAMAN NATS
Jemaat Roma yang dihadapi Paulus dalam pekabaran Injilnya didominasi oleh orang-orang Yahudi. Kehidupan keagamaan yang terjadi pada saat itu sangat dipengaruhi Yahudisme hal ini terlihat jelas dalam kehidupan jemaat Roma yang memakai budaya ataupun tradisi Yahudi dan terkesan dipaksakan bagi umat yang non-Yahudi, misalnya tentang sunat dan Hukum Taurat. Inilah yang menjadi tantangan bagi Paulus dalam pekabaran Injilnya, sehingga ia memutuskan untuk mengirimkan surat terlebih dahulu sebelum berangkat ke Roma.

Kita dapat melihat banyak perikop sebelumnya membahas tentang tradisi ataupun doktrin Yahudi yang membuat jemaat dari bangsa lain semakin tertekan. Surat Paulus ini memberi penekanan bahwa bukan atas dasar doktrin maka manusia memperoleh keselamatan itu, Roma 3:20 “Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa”. Pengajaran tentang keselamatan yang sesungguhnya lah yang mau disampaikan Paulus kepada jemaat Roma.

Semua berkat rohani yang luar biasa ini dirangkum Paulus dalam sebuah kalimat pendek: “Jika Allah di pihak kita” (Yun: ei ho theos hyper hemon). Terjemahan yang lebih hurufiah adalah “jika Allah untuk kita”. Bukan hanya di pihak kita, melainkan untuk kita. Ini merupakan ungkapan yang begitu luar biasa. Jika ini yang terjadi, orang-orang Kristen bisa merasa aman, bukan berarti karena tidak ada perlawanan, namun karena tidak akan ada yang bisa menang di dalam perlawanan tersebut. Dapat diserang tapi tidak dapat dikalahkan.

Yang menjadi bukti bahwa Allah adalah untuk kita atau di pihak kita bisa kita lihat dalam ayat 32, “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua”. Memberikan seorang anak demi kepentingan orang lain merupakan pengorbanan yang tak ternilai harganya. Jika yang paling berharga “Anak-Nya” sekalipun sudah diserahkan untuk keselamatan kita, maka segala sesuatu yang lain juga akan dikaruniakan kepada kita bersama-sama dengan Dia. Kata “segala sesuatu” di ayat 32 b, merujuk kepada segala sesuatu yang mendukung dan diperlukan dalam keselamatan kita. Bukan lagi persoalan lahiriah atau materi tapi mengenai jaminan keselamatan kita. Sekali Allah menyelamatkan kita, Dia akan menyediakan segala sesuatu yang diperlukan sehingga keselamatan itu tidak akan gagal.

Paulus meyakinkan kita bahwa keselamatan di dalam Kristus tidak bersifat spekulatif. Tidak ada kata “moga-moga”, “jika Allah berkenan”, “mbera-mbera (karo)” dalam kaitan dengan keselamatan kita. Kepastian ini diperoleh bukan berdasarkan apa yang kita lakukan bagi Allah, melainkan apa yang Kristus lakukan bagi kita. Karya penebusanNya sempurna bagi kita. Ia mati, bangkit, naik ke Surga (duduk di sebelah kanan Allah) dan menjadi pembela. kematianNya menyelesaikan persoalan terbesar kita, yaitu dosa (Roma 5:5-8).

Tak ada yang dapat memisahkan kita dari Kristus. Paulus berbicara tentang yang ada sekarang maupun yang akan datang. Kita tahu, bahwa orang Yahudi membagi waktu ke dalam masa sekarang dan masa yang akan datang. Paulus berkata, “dalam dunia yang sekarang ini, tak ada yang dapat memisahkan kita dari Allah di dalam Kristus; akan tiba saatnya dunia ini akan dihancurkan dan masa yang baru akan datang. Hal ini tidak menjadi soal, bahkan bila dunia ini berlalu dan dunia baru datang, ikatan ini akan tetap sama.

Tak ada kuasa-kuasa akan memisahkan kita dari Kristus. Paulus berbicara tentang yang di atas dan yang di bawah. Ini adalah istilah astrologi. Dunia purba dihantui oleh kuasa bintang-bintang. Mereka percaya bahwa manusia dilahirkan di bawah bintang tertentu dan di sana nasibnya ditentukan oleh bintangnya. Tapi kasih Kristus tidak akan dapat dipisahkan dari kita oleh karena apapun juga.

Bagi Paulus, kasih kristus bukan menghindarkan kita dari segala macam kesusahan dan penderitaan. Kasih Kristus juga tidak selalu berbentuk kelepasan dari semua hal buruk tersebut. Jangankan sekedar bahaya atau kesengsaraan, kematian pun bisa menimpa kita (ay. 35). Satu hal yang menghibur kita adalah kepastian kemenangan di dalam Kristus. Karena tidak ada satu pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus.

III. APLIKASI
Dalam menjalani kehidupan ini, baik dalam menjalani tahun yang sebentar lagi akan kita tinggalkan maupun tahun yang akan kita jalani dan masuki tahun 2020, tidak pernah kita dijanjikan akan hidup bebas dari masalah. Tapi kita percaya ada kasih Tuhan yang selalu beserta dengan kita, yang tidak pernah meninggalkan kita sehingga kita kuat dan mampu menjalaninya. Gelombang dan badai kehidupan pasti menerjang dan mau menghempaskan kita, tapi dengan kasih setia Tuhan kita akan tetap berdiri dan terus berjalan.

Ingatlah, masalah dan pergumulan itu tidak akan memisahkan kita dari kasih Kristus. Kita harus menyadari bahwa kasih karunia Tuhan tidak pernah berhenti dari hidup kita. Apapun permasalahan yang kita hadapi, kita tahu kasih setia Tuhan selalu ada menyertai kita. Tuhan punya cara untuk menolong kita. Allah tidak mau memisahkan diriNya dengan kita. Dia Allah yang peduli, mengerti, menolong setiap kita. Kasih karunia adalah pemberian/belas kasihan Tuhan. Apapun keadaan kita sadarilah bahwa kasih karunia Tuhan tidak pernah berhenti selamanya. Untuk itu jangan lemah, putus asa dan menyerah pada keadaan karena dalam segala perkara kita tahu Tuhan selalu beserta dan membela kita bahkan memberi kemenangan; kemenangan atas setan, kemenangan atas penyakit, kemenangan atas penderitaan. Sebab Dia, Allah, yang turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan. Dengan kasih Allah kita akan menjadi lebih daripada pemenang.

Pdt. Irwanta Brahmana
GBKP Rg. Surabaya

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD