• WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.57

  • 20170204 143352
  • 1 peresmian rumah dinas surabaya
  • WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.58
  • pencanangan tahun gereja bks dps
  • WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.57 1
  • BPMK GBKP KLASIS BEKASI DENPASAR PERIODE 2020-2025
  • PERESMIAN RUMAH PKPW GBKP RUNGGUN SURABAYA

Jadwal Kegiatan

Kunjungan Moderamen GBKP ke GBKP Klasis Bekasi-Denpasar

Minggu 14 Mei 2017:

1. GBKP Runggun Bandung Pusat

2. GBKP Runggun Bandung Timur

3. GBKP Runggun Bandung Barat

4. GBKP Runggun Bekasi

5. GBKP Runggun Sitelusada

MINGGU 03 DESEMBER 2023, YESAYA 9:1-6

Invocatio         :

“Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan kekuasaan dan kemuliaanNya.” (Lukas 21: 27)

Bacaan :

2 Petrus 3: 8-15 (R)

Tema  :

“Tuhan Memberikan Sukacita yang Besar”

 

Pengantar

Banyak cara orang di dunia menghitung waktu setahun. Orang Cina punya penghitungan waktu sendiri, karena itu mereka punya Tahun Baru Cina. Umat Islam juga punya Tahun Baru Hijriah. Ada juga Tahun Baru Jawa 1 Suro. Tentu ada yang lebih universal yaitu Tahun Baru Masehi yaitu pada 1 Januari. Tahun Gerejawi dimulai di Minggu Advent. Minggu ini kita memasuki Minggu Advent I. Minggu Advent terhitung empat hari Minggu sebelum Natal. Inilah awal tahun bagi kalender gerejawi. Advent berasal dari kata adventus (Latin) yang artinya kedatangan. Kita memasuki persiapan menyambut peringatan kelahiran Yesus Kristus, dan mengingatkan kembali bahwa kita ada dalam penantian akan kedatanganNya kembali. Karena itu kita harus terus bersiap.

Penjelasan Teks

Yesaya 9: 1-7

Yesaya pasal 7-12 dilatarbelakangi kondisi bangsa Yehuda yang dalam kesulitan karena Raja Asyur (Tilgat-Pilneser) berusaha menguasai kerajaan di daerah Palestina. Raja Aram dan Raja Israel Utara hendak bersatu melawan Raja Asyur dan mengajak Raja Ahas yang saat itu memerintah Yehuda untuk bergabung, namun raja Ahas menolak. Karena itu Raja Aram dan Raja Israel Utara berbalik mengancam Yehuda. Pada kondisi itu, Raja Ahas justru meminta pertolongan pada Raja Asyur (2 Taw 28: 16) dengan berbagai, bukan memohon pertolongan Tuhan. Dalam situasi inilah Yesaya disuruh Tuhan mengajak Raja Ahas untuk berbalik memohon kepada Tuhan (Yes 7: 3).

Ayat 1: Pada masa Proto-Yesaya ini, bangsa Israel hidup dalam kegelapan, yakni dosa dan kesengsaraan. Pemimpin bangsa adalah penindas, bangsa-bangsa lain hendak menyerang mereka, juga kehidupan umat yang menjauh dari Allah. Inilah kondisi kegelapan. Yesaya tampil menyampaikan firman Tuhan bahwa situasi itu akan berlalu. Karena terang akan menerangi kehidupan mereka. Mesias yang datang itu memancarkan terang. Yesaya bicara tentang Mesias yang akan datang, kedatanganNya membebaskan, bukan tindakan politis tetapi tindakan Mesianik.

Ayat 2: Sukacita besar yang diberikan oleh Tuhan. Setara dengan sukacita pada waktu panen dan membagi-bagi jarahan. Gambaran dari orang yang mendapatkan yang mereka harapkan setelah menunggu untuk waktu yang lama. Panen dapat kita mengerti, bagaimana dengan membagi jarahan? Konteks pada waktu itu masa-masa perang antar bangsa, jadi bangsa yang menang memiliki hak atas bangsa yang dikalahkannya termasuk harta bendanya. Itulah yang disebut barang jarahan, yang diperoleh setelah berjuang habis-habisan dalam perang sehingga dianggap sebagai semacam reward. Namun diingatkan jangan sampai sukacita yang besar itu membuat mereka jatuh dalam kesombongan. Bersukacitalah di hadapan Tuhan dan di dalam Tuhan.

Ayat 3-4: Kuk yang menekan, gandar yang diatas bahu, dan tongkat si penindas, sudah dipatahkan. Midian dipilih Yesaya sebagai contoh (cerita penaklukkan Midian dalam kepemimpinan hakim Gideon ada dalam Hakim-hakim 8). Tidak ada lagi penguasa di bumi yang akan menindas mereka. Segala seuatu yang menjadi simbol kekerasan dan kematian akan dimusnahkan. Situasi kehidupan yang tidak menyenangkan dan tanpa sukacita itu, akan berakhir. Semua ini dilakukan oleh Allah melalui kehadiran seorang Anak.

Ayat 5: Seorang Anak, putera yang lahir sebagaimana manusia, melalui proses persalinan. Anak yang diberi kekuasaan oleh Allah di atas bahunya. Penguasa yang akan menggantikan para penguasa yang menindas sesamanya manusia. Namanya: Penasihat Ajaib, Allah yang perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Reputasi yang baik dan positif. Penasihat Ajaib adalah penuntun dan membimbing yang sesuai dengan kehendak Allah. Ia menjadi penasihat karena hikmatNya melebihi hikmat dunia. Dia sendiri juga adalah Allah yang Perkasa, yang adalah pejuang yang melindungi kita dari kuasa-kuasa penindas yang membawa kematian. Dia Bapa yang Kekal, tradisi Israel, bapa adalah pemilik segala sesuatu, dan berperan sebagai provider (penyedia keperluan) karena itu Bapa yang Kekal akan menyediakan segala sesuatu yang kita butuhkan. Ia juga disebut Raja Damai, karena Dia akan menjadi pemimpin yang mendatangkan damai, kesejahteraan. Penasihat Ajaib berperan membimbing, Allah yang perkasa sebagai pelindung, Bapa yang Kekal sebagai penyedia kebutuhan, Raja Damai sebagai yang membawa kedamaian dalam kepemimpinanNya.

Ayat 6: Nubuat akan kedatangan Mesias ditegaskan asal usulnya yakni dari keturunan Daud. Sang Anak akan dikenal karena Ia akan menjadi pemimpin yang menghadirkan damai, keutuhan, kesejahteraan yang tidak berkesudahan. Keadilan dan kebenaran adalah bukti pemimpin yang berdaulat. Dan ini terwujud saat kelahiran Yesus di Bethlehem.

Bacaan: 2 Petrus 3: 8-15

Tuhan tidak pernah menghendaki kebinasaan orang berdosa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat. Karena itu penulis Surat Petrus mengatakan anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat. Kita semua harus berusaha untuk hidup benar di hadapan Tuhan, supaya kelak saat kedatanganNya kembali, kita kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya.

Refleksi dan Pointer Aplikasi

  1. Allah tahu bahwa dalam situasi yang tidak kondusif, situasi genting, penuh ancaman dan ketidakpastian, umatNya membutuhkan penguatan dan pengharapan yang baru. Dalam dunia yang dipenuhi kegelapan yakni dosa dan sengsara, Allah sendiri yang menunjukkan kepedulian dan kasihNya. Apa bentuk kegelapan yang ada dalam hidup kita saat ini? Apakah itu karena dosa yang kita lakukan, atau sengsara karena perbuatan orang lain, Allah tidak menutup mata atas sengsara kita. Ia menghadirkan pertolonganNya, Ia patahkan kuk yang memberatkan kehidupan kita. Kita ditolongNya keluar dari kegelapan dan masuk ke dalam terang. Penderitaan bukan untuk diratapi, melainkan dihadapi. Ini berita baik dalam masa penantian, masa persiapan, karena kita tidak takut. Allah beserta kita.
  2. Sukacita besar itu ada karena Tuhan hadir. Tuhan yang menolong bangsa Israel adalah Tuhan yang sama yang telah dan akan selalu menolong kita. Kita mempersiapkan diri memperingati lahirnya Sang Raja Damai, Yesus Kristus. Yang sejak kehadiran-Nya, terjadi pemulihan hubungan Allah dengan manusia. Adanya damai antara Allah dan manusia menghadirkan juga damai di antara manusia. Saat kita hidup berdampingan dalam damai, sukacita kita menjadi penuh. Inilah momen yang tepat bagi kita untuk berdamai satu dengan yang lainnya.
  3. Dalam masa penantian akan kedatangan Kristus kembali, kita bisa menentukan sikap. Sekelompok orang gemar menerka-nerka waktu kedatanganNya, sehingga menimbulkan kepanikan. Kelompok lainnya terlena dan terbuai seolah-olah waktu masih banyak. Mari kita tentukan sikap kita, tanpa kepanikan tapi juga tidak terlena. Kita diajak untuk hidup benar juga hidup menjadi berkat.
  4. Sukacita besar yang kita terima dari Tuhan, membawa kita untuk menghadirkan sukacita bagi orang lain juga. Dalam masa Advent ini mari kita juga mempersiapkan berbagai aksi natal secara pribadi, keluarga, sektor, dan runggun, untuk membawa sukacita itu untuk dirasakan oleh saudara-saudara kita yang sering terlupakan.

Pdt Yohana br Ginting-GBKP Rg Cibubur

MINGGU 26 NOVEMBER 2023, KHOTBAH 2 TIMOTIUS 4:6-8

Tema   :

“Lit Paksana Nadingken Kegeluhen” (Ada Waktunya Meninggalkan Kehidupan)

Invocatio   :

“Firman Allah kepada Musa: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kau katakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu." (Kel 3:14)

Tema :

“Lit Paksana Nadingken Kegeluhen” (Ada Waktunya Meninggalkan Kehidupan)

 

Pengantar :

Dalam hidup ini ada begitu banyak hal yang tak pasti, tapi ada satu hal yang pasti, bahwa kita semua akan mati. Berpikir tentang hari kematian bisa membantu mendorong kita memakai waktu yang kita punya sekarang sebaik mungkin sehingga hidup kita menjadi lebih berkesan dan berarti. Coba bayangkan, jika minggu ini adalah minggu terakhir kita hidup, apa yang akan kita lakukan? Kita pasti tidak akan menyia-nyiakan waktu. Kita tidak akan lagi mempermasalahkan hal-hal remeh yang sebetulnya tidak perlu dipermasalahkan.

 Memento mori ! Demikianlah bunyi sebuah peribahasa Latin, yang artinya: Ingatlah, Anda akan mati. Filsuf Seneca dan Marcus Aurelius berkata: “Hiduplah seakan hari ini hari terakhir kita bernafas,” dan “Jadikanlah ini penentu apa yang kita lakukan, utarakan dan pikirkan.”

Kesadaran akan kematian dan bahwa hidup kita terbatas, dapat menuntun kita untuk menjalani hidup lebih mendalam.

Minggu ini adalah Minggu Akhir Tahun Gerejawi. Inilah Minggu terakhir bagi kita berdasarkan perhitungan tahun gerejawi, sekaligus minggu ini kita pakai sebagai moment untuk memperingati saudara-saudara kita yang telah meninggal mendahului kita dari dunia ini. Memasuki minggu seperti ini terbersit dalam benak kita bahwa segalanya akan berakhir. Dunia akan berakhir, dan dengan sendirinya aktifitasnya akan berhenti. Manusia tidak ada yang abadi, tidak ada yang kebal menghadapi masa akhir itu. Kehidupannya akan terhenti, perbuatan dan ucapannya akan berakhir. Di saat kita memperingati saudara-saudara kita yang telah meninggal, yang sudah lebih dulu mengalami masa perhentian dari dunia ini, kita disadarkan bahwa kita pun akan berhenti dari kehidupan dunia ini. Untuk itu Tema Firman Tuhan di Minggu ini mengajak kita untuk mengisi hidup kita sebijaksana mungkin, melakukan yang terbaik selagi kita hidup, melayani Tuhan sang pemberi kehidupan. Minggu khusus ini mengingatkan kita akan beberapa hal, bahwa: Hidup ini sementara dan hanya sekejap, maka kita diajak untuk tidak menyia-nyiakannya, mengisinya dengan berjalan bersama Tuhan. Mengingat masa akhir kita di dunia ini, sekaligus menghantarkan kita mempersiapkan diri kita memasuki awal tahun gerejawi yang baru.

PENJELASAN TEKS

Teks Khotbah 2 Timotius pasal 4 adalah bagian terakhir dari Surat Paulus yang Kedua kepada Timotius. Paulus menulis suratnya ini kepada Timotius pada saat ia dipenjarakan untuk kedua kalinya di Roma, tidak lama sebelum kematiannya. Pemenjaraan ini dicatat dalam Kisah Para Rasul 28. Pada saat menulis surat ini, Kaisar Nero sedang berusaha untuk menghentikan perkembangan kekristenan di Roma dengan penganiayaan yang bengis terhadap orang percaya. Paulus sekali lagi menjadi tahanan di Roma (1:16), dia menderita sebagai seorang penjahat biasa (2:9, ditinggalkan oleh kebanyakan sahabatnya (1:15), dan sadar bahwa pelayanannya sudah berakhir dan kematiannya sudah dekat (lihat: Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Gandum Mas, 2003, hlm. 2031).

Paulus menulis pesan terakhir ini kepada Timotius sebelum pelaksanaan eksekusi hukuman mati atasnya oleh kaisar Nero. Melalui suratnya ini Paulus menasehati Timotius untuk berpegang teguh pada iman, memenuhi panggilan pelayanan, melakukan tugas pemberitaan Injil yang benar serta menentang pengajar-pengajar palsu yang menyesatkan (4:2-5). Kesaksian terakhir Paulus adalah sebuah contoh mengharukan dari keberanian dan harapan ketika menghadapi mati syahid yang sudah menantinya di depan mata (4:6-8)

Ayat 6-7 : Bagian teks ini berbicara tentang akhir hidup Paulus, ia sungguh menyadari kematiannya sudah dekat. Paulus sedang diadili di Roma dan sudah menjalani pemeriksaan pertama (2 Tim. 4:16-17). Ia diadili karena pemberitaan Injil dan tahu bahwa ia akan dihukum mati. Tapi Paulus menghadapi kematiannya dengan cara yang luar biasa, dan dengan kalimat yang penuh kesiapan mengahadapi kematiannya ia mengungkapkan: ”.... darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.”

Sejak diselamatkan & ditangkap oleh Kristus, ia sudah mempersembahkan dirinya sebagai persembahan yang hidup untuk melayani Tuhan & memberitakan Injil bagi banyak orang. Sekarang ia akan menyempurnakan persembahan itu dengan mengorbankan hidupnya bagi Tuhan. Paulus melihat realita dan menghadapi kematiannya dengan hati yang lapang, dia tidak takut menghadapi kematian karena baginya “hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Filipi 1:21). Paulus menggambarkan hidup ini ibarat sebuah pertandingan, dan meyakini bahwa ia telah menyelesaikan pertandingannya dengan baik, karena di tengah pencobaan dan pergumulan, ia telah berjuang tetap setia kepada Tuhan dan Juruselamatnya selama hidup (bdk. 2 Tim 2: 11-12). Sungguh membuat kita kagum, betapa Paulus menghadapi kematiannya dengan berani dan tulus ikhlas, sebab ia sungguh yakin bahwa ia sudah mengakhiri pertandingannya dengan baik. Bisa dibayangkan bagaimana Paulus berada dalam penjara yang gelap, lembab, pengap dan dingin sedang menghadapi saat-saat terakhirnya, dia menulis dengan ketenangan yang sempurna. Tidak dipenuhi ketakutan, sebaliknya justru memandang ke belakang dengan hati yang bersyukur karena telah menjalani kehidupannya dengan baik dan akan mengakhirinya juga dengan baik. Ada tiga hal yang diungkapkan Paulus yang membuatnya menghadapi kematiaannya dengan rasa syukur dan optimis : “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir, aku telah memelihara iman”.

Ay. 8 : Paulus tetap setia kepada Tuhan dan Injil yang dipercayakan kepadanya, inilah yang membuatnya sanggup memandang ke depan & menjelang kematiannya dengan penuh sukacita sambil dengan penuh keyakinan ia berkata: “Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, hakim yang adil,...bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya” (2 Tim 4:8).

Mahkota kebenaran adalah upah kekal yang disediakan bagi umat Tuhan yang tetap hidup di dalam jalan kebenaran. Ada banyak jalan yang dapat kita pilih di sepanjang kehidupan kita di dunia ini. Akan tetapi, memilih jalan kebenaran, taat dan setia kepadaNya, adalah komitmen yang harus kita buat hari demi hari bahkan langkah demi langkah. Memang tidak selalu mudah namun Tuhan berjanji akan selalu menyertai kita!

Ogen : Kejadian 5:1-32 menjelaskan silsilah Adam, termasuk nama sepuluh orang, dari Adam sampai Nuh; Silsilah keluarga ini juga tercatat dalam silsilah keluarga orang Israel dalam 1 Taw. pasal 1-4. Di dalam silsilah ini juga tercatat dua orang dalam daftar orang beriman di Surat Ibrani 11 dalam Perjanjian Baru, yaitu Henokh (5:21-24) dan Nuh (5:32). Henokh, dicatat sebagai keturunan dari Set, yang mempunyai kualitas hidup yang sangat istimewa. Bukan hanya tentang nama, lamanya dia hidup, generasi yang diturunkan, tetapi juga mengenai cara dia mengisi hidupnya. Henokh hidup bersama Allah. Alkitab terjemahan baru menyebut “bergaul dengan Allah”. Henokh mengisi umur panjangnya dengan mentaati sedemikian rupa, apa yang Allah kehendaki. Dia terus mencari suara Allah untuk menuntunnya dan menjadi peka. Di kitab Kejadian pasal 4 dan 6 dicatat, bagaimana manusia di zaman Henokh, semakin melakukan apa yang jahat dimata Tuhan, tetapi Henokh didapati setia karena ia bergaul dengan Allah. Henokh hidup bersama Allah, dalam iman,kesetiaan, dan ketaatan. Dan Alkitab mencatat, Henokh menerima upah yang mulia. Dia tidak mengalami kematian, karena Allah mengangkatnya.

Invocatio: Bagian teks ini menceritakan kisah pemanggilan Allah atas Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari tanah perbudakan Mesir (Kel. 3:1-10), Musa awalnya menolak dengan alasan ia tidak cukup baik untuk melakukan tugas itu. Ia bahkan berdebat panjang dengan Allah dan bertanya kepada-Nya: “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun?“ (Kel. 3:11), Allah meyakinkannya akan hadirat-Nya. “Aku akan menyertai engkau” (ay.12) sesuai dengan pernyataan “AKU ADALAH AKU” (ay.14), dalam bahasa Ibrani: ehyeh-ahsher-ehyeh (yhwh). Nama ini menunjukkan identitas diri Allah dan otoritas yang Allah kerjakan: bahwa: Allah adalah satu- satunya Allah, tidak ada allah lain; Allah ada dari diri-Nya sendiri, tidak bergantung pada hal lain apapun; Allah adalah kekal dan tidak dapat berubah, baik dulu, sekarang maupun yang akan datang. Allah satu-satunya yang memegang otoritas atas seluruh alam semesta.

Dari jawaban Allah ini seharusnya membuat Musa memahami perbedaan antara Allah dengan dewa-dewi lainnya dan membuatnya semakin mengenal Allah & yakin untuk menerima panggilan Allah tersebut.

Jika kita mengenal Allah sebagai satu-satunya pemegang otoritas atas kehidupan di alam semesta ini maka kita tidak akan pernah ragu lagi untuk menerima panggilanNya dan mengandalkanNya di sepanjang hidup kita.

Aplikasi/Kesimpulan

Melalui ketiga bagian Firman Tuhan di Minggu Akhir Tahun Gereja ini kita menemukan beberapa point penting yang menjadi perenungan kita bersama, yaitu :

  1. Hidup Kita Ada Batasnya, Pakai Kesempatan Yang Terbatas Itu Untuk Melakukan Yang Terbaik !

Bagaimana kita diingatkan bahwa hidup kita terbatas & begitu singkat. Namun, dalam waktu yang singkat tersebut, Tuhan memberikan kesempatan kepada kita menjalaninya sesuai dengan kehendak kita atau kehendakNya. Jika Hidup ini hanya sekejap, maka kita diajak mengisi setiap detik kehidupan ini dengan melakukan yang terbaik & menjalaninya dengan baik, sehingga kita tidak “asal hidup” atau “sekedar hidup”, tapi menjadikan hidup kita berarti & bermakna bagi orang lain, terlebih bagi Tuhan, sang pemberi kehidupan. Marilah kita mengevaluasi diri, seberapa sungguh kita sudah memakai kehidupan & kesempatan yang Tuhan beri, mengabdi & melayani Tuhan melalui gerejaNya. Sebagaimana kata Pemazmur : “ajarlah kami menghitung hari-hari kami..., hingga kami beroleh hati yang bijaksana”(Mzm. 90:12) . Kita perlu memiliki kewaspadaan untuk memahami bahwa waktu hidup kita sangat terbatas dan ada saatnya akan hilang. Mari renungkan "sejauh mana hidup yang kita miliki sudah sesuai dengan tujuan Tuhan, sang pemilik hidup kita". Perjalanan hidup kita suatu hari akan berakhir, maka mari berjuang menjalaninya dengan baik sampai kelak kita dapat mengakhirinya juga dengan baik, sehingga kita dapat berkata seperti Paulus: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah melihara iman.”

  1. Setia Berjuang Sampai Garis Akhir, Dengan Tetap Memelihara & Memegang Teguh Iman

Paulus menggambarkan kehidupan sebagai suatu pertandingan iman, dimulai dari titik awal yaitu garis START dan berakhir pada titik akhir yaitu garis FINISH.

Menarik untuk melihat kisah hidup Paulus , bagaimana ia menjalani sisa hidup sebagai kesempatan untuk melayani. Paulus berkata "aku telah mencapai garis akhir", artinya ia telah bertekun menjalani hidup, dan mengabdikan diri kepada Tuhan sampai akhir hayatnya, sekalipun untuk itu dia harus menjadi martyr. Perlombaannya sudah berakhir dan ia menjadi pemenang. Masing-masing kita saat ini, sedang menuju garis akhir kehidupan kita. Bagaimana kita menjalaninya saat ini merupakan persiapan menuju garis akhir dalam hidup kita. Maka marilah berjuang dan mengupayakan agar kita dapat juga seperti Paulus meng-akhiri pertandingan kita dengan baik (finishing well). Kunci dari sukses mengakhiri dengan baik adalah menjalani hidup dalam takut akan Tuhan, hidup dalam kebenaran dan kesetiaan (bandingkan Paulus, Henokh dan Nuh ---Ogen)

  1. Siap mengerjakan panggilan Tuhan sebagai satu-satunya pemegang otoritas atas seluruh perjalanan kehidupan kita.

Penting bagi kita untuk peka terhadap panggilanNya & setiap kesempatan yang Tuhan berikan untuk memberitakan kebenaran-Nya. Meskipun dalam keadaan yang tidak baik dan waktu yang tidak tepat, selama Sang pemberi kehidupan masih memberi kesempatan & mempercayakan nafas kehidupan, kita harus menunaikan tugas panggilanNya. Marilah kita meningkatkan kesungguhan hati & pelayanan kita sebagai pengikut Kristus, dengan sukacita melayani dan ambil bagian dalam semua pelayanan di gerejaNya, menjadi pelaku aktif pelayanan (sesuai sasaran GBKP 2023) sekaligus menguji diri dan melakukan apa yang berkenan bagi Tuhan (Ef. 5:10).

  1. Meraih Mahkota Kekal atau Hukuman Kekal ? Pilihannya ada pada kita !

Bagi kita semua yang menyelesaikan pertandingan dengan baik, ada janji mahkota kebenaran sebagai upah kekal yang Tuhan karuniakan pada hari-Nya. Paulus dengan optimis telah melihat dengan mata iman bahwa ia akan meraih hadiah kemenangannya yang telah tersedia baginya, sekalipun dia belum mati. Sebaliknya yang tidak setia dan konsisten hidup dalam ketaatan dan komitmen iman, serta gagal mengakhiri pertandingan iman dengan baik maka jangankan mahkota kemenangan akan diperoleh, sebaliknya hukuman kekal akan menanti.

Masa akhir kita di dunia ini, sekaligus menghantarkan kita memasuki awal yang baru bersama Tuhan. Kita akan mengakhiri tahun gerejawi ini, namun sekaligus juga mempersiapkan diri memasuki awal tahun gerejawi yang baru. Minggu Akhir Tahun Gerejawi hendaknya menjadi sebuah dorongan bagi kita, bahwa kita harus berkarya dan melayani selagi masih ada waktu & kesempatan. Selagi hidup kita belum berakhir, masih ada waktu menjadi pribadi yang berdampak, bermakna & menjadi berkat bagi sesama. Perlakukan waktu yang kita punya sekarang sebagai hadiah. Ingatlah hari kematianmu ! Hadapi kematianmu dengan cara menjalani hidup ini dengan bijak, sehingga kelak kita mengakhirinya juga dengan bijak ! Tuhan memampukan.

Pdt. Jenny Eva Karosekali-GBKP Rg. Harapan Indah

MINGGU 19 NOVEMBER 2023, KHOTBAH KEJADIAN 18:1-8

Invocatio         :

Akan tetapi, jika seseorang tidak memelihara sanak keluarganya sendiri, khususnya keluarga dekatnya, berarti ia telah menyangkali imannya dan ia lebih buruk daripada orang yang tidak percaya. (1 Tim.5:8)

Bacaan             :

Roma 12:9-16 (Tunggal)

Tema               :

Jabu si Metemue/keluarga yang bertamu

 

I. Pengantar

Minggu ini kita memasuki minggu keluarga, di dalam minggu ini kita hendak dibimbing dan diingatkan kembali bagaimana tujuan dan panggilan Allah sejak awal terbentuknya keluarga. Menurut Wikipedia Keluarga adalah sekelompok orang yang terikat dengan hubungan darah, ikatan kelahiran, hubungan khusus, pernikahan, atau yang lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan serta orang orang yang selalu menerima kekurangan dan kelebihan orang yang ada di sekitarnya baik buruk nya anggota keluarga, tetap tidak bisa merubah kodrat yang ada, garis besarnya yang baik diarahkan dan yang buruk diperbaiki tanpa harus menghakimi.

Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Berdasar Undang-Undang 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Bab I pasal 1 ayat 6 pengertian Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri; atau suami (Kepala keluarga), istri dan anaknya yang di sebut dengan Rumah Tangga atau dengan sebutan lainnya ialah keluarga kecil; sedangkan yang disebut dengan keluarga besar selain suami, istri dan anak-anaknya dirumah tangga tersebut terdapat orang tua atau disebut ayah dan ibu dari pihak suami dan juga terdapat anak-anaknya orang tua yang lain termasuk orang tua dari ayah (Kakek dan nenek), Menurut Paul B. Horton bahwa Masyarakat adalah kumpulan manusia yang memiliki kemandirian dengan bersama-sama untuk jangka waktu yang lama dan juga mendiami suatu daerah atau wilayah tertentu. Di mana dalam wilayah tersebut memiliki kebudayaan yang tidak namun memiliki adat yang berbeda di dalam wilayah, daerah tersebut.. Di dalam Bahan sermon kali ini penulis hendak menggali teks khotbah dalam bentuk BGA.

II. Nats Alkitab (Khotbah) Genre narasi

18:1 Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik.

18:2 Ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya. Sesudah dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah,

18:3 serta berkata: "Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku, janganlah kiranya lampaui hambamu ini.

18:4 Biarlah diambil air sedikit, basuhlah kakimu dan duduklah beristirahat di bawah pohon ini;

18:5 biarlah kuambil sepotong roti, supaya tuan-tuan segar kembali; kemudian bolehlah tuan-tuan meneruskan perjalanannya; sebab tuan-tuan telah datang ke tempat hambamu ini." Jawab mereka: "Perbuatlah seperti yang kaukatakan itu."

18:6 Lalu Abraham segera pergi ke kemah mendapatkan Sara serta berkata: "Segeralah! Ambil tiga sukat tepung yang terbaik! Remaslah itu dan buatlah roti bundar!"

18:7 Lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya, ia mengambil seekor anak lembu yang empuk dan baik dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya, lalu orang ini segera mengolahnya.

18:8 Kemudian diambilnya dadih dan susu serta anak lembu yang telah diolah itu, lalu dihidangkannya di depan orang-orang itu; dan ia berdiri di dekat mereka di bawah pohon itu, sedang mereka makan.

III. Apa yang kubaca?

Mengindentifikasi tokoh

  • Tuhan : - Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik. (1)
  • Abraham : - Ketika ia mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya. (2)
  • Sesudah dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu sujudlah ia sampai ke tanah,(2)
  • serta berkata: "Tuanku, jika aku telah mendapat kasih tuanku, janganlah kiranya lampaui hambamu ini. (3)
  • Biarlah diambil air sedikit, basuhlah kakimu dan duduklah beristirahat di bawah pohon ini;(4)
  • biarlah kuambil sepotong roti, supaya tuan-tuan segar kembali; kemudian bolehlah tuan-tuan meneruskan perjalanannya; sebab tuan-tuan telah datang ke tempat hambamu ini." (5)
  • Lalu Abraham segera pergi ke kemah mendapatkan Sara serta berkata: "Segeralah! Ambil tiga sukat tepung yang terbaik! Remaslah itu dan buatlah roti bundar!" (6)
  • Lalu berlarilah Abraham kepada lembu sapinya, ia mengambil seekor anak lembu yang empuk dan baik dagingnya dan memberikannya kepada seorang bujangnya, lalu orang ini segera mengolahnya.(7)
  • Kemudian diambilnya dadih dan susu serta anak lembu yang telah diolah itu, lalu dihidangkannya di depan orang-orang itu; dan ia berdiri di dekat mereka di bawah pohon itu, sedang mereka makan.(8)
  • Tiga orang tamu : - Jawab mereka: "Perbuatlah seperti yang kau katakan itu."(5)

 

Interaksi tokoh:

Tuhan/tiga orang tamu

Abraham

 

                                                            

                                                                        

 

 

 

Sara

seorang bujang

                                                                                                                                                                                                                                                               

IV. Apa pesan Allah Padaku? (P3JT)

  1. Pelajaran /Pengajaran: - Allah adalah tamu yang melayani artinya Allah lebih dahulu melayani kita, dan kita mencontoh menjadi keluarga yang melayani bagi sesama.
  • Apa yang kita perbuat untuk sesama kita itulah yang kjita perbuat kepada Tuhan.
  • Abraham adalah sosok tuan rumah yang terbuka dan melayani dengan rendah hati.
  • Abraham dan Sara beserta bujangnya memberikan pelayanan yang maksimal.
  • Tuhan selalu menepati janjiNya terhadap orang yang menaruh percaya padaNya.
  1. Perintah/nasehat: - melayani adalah sebuah panggilan dan tanggungjawab orang yang percaya.
  2. Peringatan/larangan: -
  3. Teladan : - meneladani perbuatan Abraham melayani dengan sepenuh hati.
  • Meneladani sikap keramahtamahan Abraham dalam menyambut tamu.
  1. Pesan fasilitator:

Siapa yang tidak mengenal tokoh Abraham, seorang yang memiliki integritas yang dapat kita teladani hingga saat ini. Mulai dari sikap dan keputusan yang sulit untuk meninggalkan sanak saudara dan semua yang seharusnya menjadi hak miliknya, semuanya dia tinggalkan untuk sebuah panggilan yang mulia dari Yahweh. Keputusan yang diambilnya, bukanlah keputusan yang mudah. Bukan hanya itu dia memilih jalan yang sulit di antara jalan yang mudah sebenarnya. Siapakah Abraham? Abraham adalah keturunan Shem, anaknya Nuh. Dia adalah keturunan generasi Shem yang ke-sepuluh. Shem masih hidup pada waktu Abaraham meninggal dunia. Abraham banyak mendengar tentang Yahweh dari Shem. Dia sudah mendengar tentang air bah. Dari waktu datangnya air bah sampai ke zamannya Abraham, manusia sudah beranak cucu selama empat abad, populasi penduduk semakin bertambah.

Tanah kelahiran Abraham adalah Ur-Kasdim yang berada dekat dengan Teluk Persia. Sungai Efrat mengalir tidak jauh dari kota itu. Pasokan air sangat melimpah, mengairi ladang-ladang di sekitarnya. Hal ini membuat tanah di situ subur dan rumput-rumputan hijau di mana-mana. Ur merupakan tempat yang paling bagus untuk hidup di tengah-tengah generasi yang mengandalkan pertanian dan peternakan untuk hidup. Banyak orang yang tertarik untuk tinggal di kota ini. Kota yang sangat makmur dan kaya, seperti kota-kota besar di dunia sekarang. Leluhur Abraham sudah tinggal di tempat itu selama beberapa generasi. Namun, suatu hari Yahweh malah berkata kepadanya,

“Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.”

Allah meminta Abraham untuk meninggalkan negerinya sendiri. Lalu, apakah tempat tujuan yang dituju Abraham? Abraham sendiri tidak tahu. Tuhan belum menunjukkan langkah selanjutnya. Setelah dia maju selangkah, baru Tuhan akan menunjukkan apa yang harus dia lakukan seterusnya. Nama Abraham aslinya adalah Abram. Allah secara pribadi memberikannya nama lain, yaitu Abraham, yang artinya adalah “Bapa bagi Banyak (Orang)” (father of many). Allah mengaruniakan kepadanya berkat yang tak terkatakan. Dia adalah sahabat Allah, bapa orang Israel dan bapa iman kita. Alkitab sangat memuji iman Abraham, kenapa? Hal ini adalah karena Abraham selama hidupnya telah berjalan di dalam iman. Sangatlah banyak catatan peristiwa tentang Abraham. Namanya muncul sebanyak 285 kali di dalam Alkitab. Dia mendengarkan panggilan Allah dan meninggalkan kampung halamannya ke tempat yang Allah janjikan kepadanya. Namun, dia tidak mendapat sebidang tanah itu. Di Kisah Para Rasul 7:5 dikatakan,“Allah tidak memberikan milik pusaka kepadanya, bahkan setapak tanah pun tidak.”Abraham sepenuhnya merantau di negeri milik orang lain tanpa milik kepunyaan. Akan tetapi, iman Abraham melihat pada janji Allah, dia percaya dan mengikuti pimpinannya. Demi memperoleh janji Allah yang belum kelihatan, Abraham sama sekali tidak ragu untuk menggunakan seluruh hidupnya untuk mengembara mencarinya. Apa yang paling luar biasa adalah Abraham tidak mendapatkan janji Allah sampai ia meninggal.

Dalam nats khotbah minggu keluarga ini sebenarya kita sedang memperingati arti teologi keramahtamahan (hospitality). Dalam khotbah Kejadian 18:1-8, disebutkan bahwa saat Abraham sedang duduk-duduk di pintu kemahnya saat panas terik, tiga tamu asing datang dan Abraham bersujud pada mereka sebagai bentuk penghormatan. Abraham kemudian menghidangkan anak lembu, roti, dan susu, dan para tamu tersebut menyantapnya. Setelahnya, mereka mengabarkan bahwa pada tahun depan, Abraham dan Sarah akan memiliki anak laki-laki. Sara tertawa mendengar kabar tersebut, kemudian Tuhan menanyakan alasan Sara tertawa, padahal tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Sara kemudian menyangkal bila tadi tertawa karena takut. Tidak mudah untuk menerima dan melayani tamu yang tidak kita kenal. Sebab tamu yang masih asing bagi kita bukan tanpa resiko. Tamu yang sudah kita kenal, tidak begitu beresiko karena kita sudah tahu orangnya. Sedangkan tamu asing beresiko karena bukan saja ada kemungkinan bahwa ia adalah tamu yang baik tetapi bisa jadi ia adalah musuh yang berniat buruk. Oleh karena itu, terhadap tamu asing, kita biasanya berhati-hati, was-was dan penuh prasangka. Kewaspadaan seringkali membuat kita enggan untuk melayaninya dengan cepat dan sungguh-sungguh.

Tetapi tidak demikian bagi Abraham. Ketika dikunjungi tamu asing, Abraham memilih untuk menempatkan diri sebagai hamba dan memperlakukan tamu sebagai tuan yang dilayani dengan segenap hati dan pengorbanan tanpa takut disakiti. Tindakan Abraham adalah sebuah keramahtamahan, suatu hospitalitas yang luhur. Gereja mesti membudayakan sikap keramahtamahan itu agar kehadirannya di dunia benar-benar menjadi berkat.

Keramahtamahan merupakan tindakan luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat dan budaya mana pun. Namun keramahtamahan bukanlah tanpa risiko. Risiko itu melekat dalam arti kata keramahtamahan iu sendiri. Kata keramahtamahan dalam bahasa Inggerisnya adalah hospitality, yang diterjemahkan juga dengan istilah hospitalitas, atau kesanggrahan. Kata hospitality berasal dari bahasa Latin “hospes” yang berarti “tamu” dan sekaligus “tuan rumah”. Kata “hospes” sendiri adalah gabungan dua kata Latin lain, “hostis” dan “pets”. Kata pets berarti “memiliki kuasa”. Sedangkan kata hostis berarti “orang asing”, namun juga memiliki konotasi musuh. Dari kata hostis itu kita mengenal kata Inggris hostile (bermusuhan) dan hostility (permusuhan). Asosiasi makna “orang asing” dan musuh di dalam kata hostis mungkin muncul karena kemenduaan (ambiguitas) dari orang asing itu sendiri, di mana ia dapat menjadi musuh atau tamu. Jadi di dalam hospitalitas sekaligus terdapat risiko bahwa tamu menjadi musuh.     

Dalam bahasa Yunani, untuk kata hospitalitas/keramahtamahan dipakai philoxenia, yang terdiri dari dua kata, philos (kasih) dan xenos (orang asing, yang lain). Maka keramahamahan berarti mengasihi orang lain sebagai sahabat, atau menyahabati orang asing, atau menerima orang asing.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa keramahtamaan (hospitalitas) adalah sebuah proses yang melaluinya status orang asing diubah menjadi tamu, bahkan menjadi sahabat. Hal itu terjadi karena dalam keramahtamahan, orang asing, orang lain itu diterima dengan tulus, apa pun suku, agama, atau etnis orang itu. Hospitalitas juga dapat berarti menciptakan ruang bebas di mana orang asing dapat masuk dan menjadi kawan dan bukan lawan.

Lebih  jauh, dalam hospitalitas, terjadi pertukaran posisi: tamu seolah tuan rumah, dan tuan rumah seolah tamu. Tamu diperlakukan layaknya tuan rumah, dan dilayani dengan sungguh-sungguh. Namun perlu diingat bahwa hospitalitas tidak mengubah orang, tetapi hanya menawarkan mereka suatu ruang di mana perubahan dapat terjadi. Hospitalitas menawarkan kebebasan kepada sesama. Secara praktis, hospitalitas berarti kesediaan kita untuk menerima orang lain apapun pun latar belakangnya, menghormatinya sebagai manusia utuh, memberi tumpangan kepadanya, menyediakan makanan untuknya, melayani kebutuhannya, dan menyelamatkannya dari bahaya yang mengancam hidupnya. 

Dalam arti itu, sikap Abraham dalam bacaan hari ini tidak lain adalah sebuah hospitalitas/keramahtamahan. Ada beberapa tindakan Abraham yang dapat diambil sebagai bentuk keramahtamahan.

Pertama, nampak terjadi pertukaran posisi antara tamu dan tuan rumah. Diceritakan bahwa ketika melihat tiga orang asing itu di depannya, Abraham menyongsong mereka, lalu sujud sampai ke tanah serta memohon agar mereka mau singgah (ay.2-3). Mestinya, sebagai tamu, tiga orang asing itu merendahkan diri, bersujud di hadapan Abraham, dan memohon belas kasihan agar bisa diterima dan dilayani kebutuhannya. Tetapi tindakan merendahkan diri itu dilakukan oleh tuan rumah (Abraham), kepada para tamunya, seolah mereka adalah tuan rumah. Tanpa sadar, tindakan keramahtamahan Abraham itu membuat tiga orang asing itu merasa diterima dan merasa at home. Mereka tidak diperlakukan sebagai orang asing atau musuh, melainkan sebagai sahabat oleh Abraham.

Kedua, keramahtamahan Abraham ditunjukan melalui peragaan adat penghormatan kepada tamu. Hal itu nampak dalam tindakan Abraham yang memberikan air kepada tamu untuk mencuci kaki yang panas dan berdebu karena perjalanan yang jauh. Itu adalah adat penghormatan yang pertama untuk seorang tamu.

Ketiga, keramahtamahan Abraham kepada orang asing nampak dalam tindakannya yang mau melayani kebutuhan pokok para tamu. Abraham menyuguhkan makanan kepada mereka. Abaham mengambil tiga sukat tepung untuk dibuatkan roti bagi tamu. Menurut perhitungan, itu sama dengan tiga puluh sembilan liter tepung. Itu adalah suatu jumlah atau ukuran yang luar biasa besarnya, jika hanya diberikan untuk tiga orang. Sesungguhnya tiga sukat tepung adalah ukuran untuk raja. Demikian pula Abraham mengambil seekor lembu tambun untuk dihidangkan pada ketiga tamu itu. Ini adalah ukuran yang sangat besar. Lalu mereka menerima makanan itu, dan itu berarti mereka menerima persahabatan yang ditawarkan Abraham.

Dengan demikian, pihak asing yang berpotensi sebagai lawan/musuh (hostis) telah diubah menjadi kawan (hospes), perseteruan menjadi persahabatan. Yahweh yang bersembunyi dibalik tiga orang itu menerima korban Abraham sambil memakan dan meminum apa yang dihidangkan. Abraham memberi secara total, utuh, tidak setengah-setengah, tanpa hitung-hitungan. Ia memberikan yang terbaik dari apa yang dimilikinya bagi orang asing. Ia membuat tamu merasa nyaman, merasa diterima, dan dijadikan sahabat. Hospitalitas yang dipraktikkan oleh Abraham tidak lepas dari pengalamannya sendiri. Sebagaimana Allah sudah memelihara Abraham, maka saatnya ia juga menunjukan sikap ini kepada sesama. Dengan kata lain, hosptalitas yang dialami Abraham bersama Allah, mau ia praktekan juga kepada orang lain.

V. Apa responku? SDDT (kongkreat,terukur,dan dapat dinikmati)

  • Syukur (mau melakukan sesuatu):
  • Doa (bagi teman, keluarga, gereja dan bangsa)
  • Dosa (sesuatu hal yang salah yang dilakukan)
  • Tekad (jamji untuk melakukan yang terbaik)

VI. Beberapa usul pointer khotbah:

  • Budaya individualisme dan primordialisme merongrong budaya keramahtamahan kita. Di satu sisi, masyarakat manusia saat ini terancam oleh individualisme di mana masing-masing orang hanya berfokus pada kepentingan dirinya, sehingga sulit baginya untuk peduli pada orang lain secara sungguh-sungguh. Di sisi lain, banyak warga pun terpenjara oleh fanatisme primordial suku, etnik, agama, golongan, ideologi, kelompok kepentingan, sehingga tak mampu menerima perbedaan dan tak mau hidup bersama orang lain. Kaum primordial cenderung memusuhi orang lain, misalnya para pendatang di satu daerah, atau mereka yang berbeda suku dan agama. Hal itu nampak misalnya dalam ungkapan yang cenderung memuji suku/agama/kelompoknya sendiri dan menjelekkan suku/agama/kelompok lain.
  • Seperti yang dikatakan Paulus kepada jemaat Roma (bacaan), 12:9 Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Apa yang dikatakan Paulus memberikan pengajaran bagi kita tenta melayani sesama dengan tidak melihat motivasi atau alasan mengapa mereka dekat dengan kita.
  • Belajar dari sikap Abraham, kita melihat benang merah antara khotbah, bacaan dan invocatio, pentingnya membudayakan keramahtamahan, yakni selalu bersedia menerima orang lain/orang asing, apapun identitasnya, mau menghormatinya, dan melayani kebutuhan-kebutuhannya dengan segenap hati. Kita juga belajar menerima perbedaan dan mau hidup bersama mereka yang berbeda dengan kita. Orang lain, agama lain, suku lain, etnis lain, bukanlah musuh kita, melainkan sahabat kita sesama manusia.
  • Hidup dalam keramahtamahan berarti mau mengubah orang asing menjadi sahabat, musuh menjadi kawan, perseteruan menjadi persahabatan, konflik menjadi perdamaian, kekerasan menjadi kelembutan, kebencian menjadi kasih, dendam menjadi pengampunan.
  • Mau tidak mau, tuntutan keramahtamahan seperti itu harus menjadi cara hidup kita. Sebab sesungguhnya hospitalitas adalah karakter Allah sendiri di dalam Yesus. Allah melalui Yesus Kristus menerima kita apa adanya, mengubah status kita dari musuh/seteru menjadi sahabat-Nya bahkan kita dijadikan sebagai anak-anak-Nya. Maka kita pun mesti belajar untuk menerima sesama dengan hati yang tulus dan gembira, mau bersahabat dengan mereka walaupun kita berbeda suku/agama. Allah telah mengampuni dosa kita dan mengasihi kita secara utuh, maka sudah semestinya kita pun belajar saling mengampuni dan mengasihi. Keramahtamahan Allah di dalam Kristus yang menerima kita dan mau hidup bersama kita, menjadi contoh bagi kita untuk mau menerima sesama dan mau hidup bersama orang lain. Kita terpanggil untuk membudayakan/membiasakan diri mau menerima sesama dan hidup bersama orang lain dengan saling mengasihi agar kehidupan ini menjadi indah.

Pdt. W.Mazmur Ginting-Runggun Karawang

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD