MINGGU 06 AGUSTUS 2023, KHOTBAH ULANGAN 6:1-9
Invocatio : Lukas 2:46
Bahan Bacaan : Kisah Para Rasul 22:1-3
Tema : Takut/berhikmat kepada Tuhan (Erkemalangan Man Tuhan)
I. Pengantar
Pendidikan merupakan pilar utama yang sangat penting bagi setiap orang. Pendidikan adalah suatu proses pengajaran atau pembelajaran yang diberikan kepada setiap individu. Pendidikan itu sendiri diberikan oleh bimbingan seseorang atau tenaga pendidik secara bertahap dan mengalami suatu perubahan. Pendidikan di Yahudi lebih kepada pengajaran Taurat. Sedangkan pendidikan secara umum menjelaskan bahwa pendidikan pertama dan utama itu diterapkan dalam keluarga[1]. Fakta menjelaskan bahwa pendidikan bagi orang-orang Israel ada di “sinagoge” yang secara sejarah sangat susah menemukan kapan mulai ada pendidikan di sinagoge-sinagoge; tetapi faktanya kita menemukan dalam Perjanjian Baru bahwa Yesus juga para rasul sering datang dan mengajar di sinagoge. Biasanya pada hari sabat orang Yahudi akan berkumpul di sinagoge untuk mendengar guru Yahudi (rabi) membaca Kitab Suci dan Taurat. Juga dalam hari-hari lain anak-anak lelaki Yahudi di ajar di sinagoge- sinagoge untuk memperdalam pendidikan agama. Selain di rumah, setiap anak-anak mendapat pengajaran dari orang tua mereka. Daud adalah salah satu contoh hasil pendidikan Yahudi dengan pendidikan agama yang baik, tetapi juga pelajaran tata krama, music dan juga latihan keprajuritan (1 Samuel 16:18).
Dalam tradisi Yahudi pendidikan agama merupakan tanggung jawab orang tua, tanpa terkecuali apakah orang tua mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Orang tua harus mengajar anak-anak mereka; bahkan orang tua mengajar sampai kepada cucu mereka, karena memang kebanyakan keluarga Yahudi tinggal dalam satu rumah dalam keluarga besar. Nenek moyang kaum Israel, Abraham, Ishak dan Yakub menjadi guru bagi seluruh keluarganya. Sebagai bapak-bapak dari bangsanya, mereka bukan saja menjadi imam yang merupakan pengantara antara Tuhan dengan umat-Nya, tetapi juga menjadi guru yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang mulia itu dengan segala janji Tuhan yang membawa berkat kepada Israel turun-temurun. Tuhan telah memilih dan memanggil Abraham dari jauh untuk melayani kehendak-Nya yang agung itu guna keselamatan seluruh umat manusia. Bimbingan dan maksud Tuhan itu perlu dijelaskan kepada segala anak cucunya.[2]
Ulangan 4:9; 11:19; 32:46, memberitahukan kepada kita bagaimana Allah memerintahkan kepada setiap orangtua Yahudi untuk mengajar tentang Allah kepada anak- anak dan cucu mereka.
Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah kepada anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu semuanya itu (Ulangan 4:9)
Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun (Ulangan 11:19)
Setelah Musa selesai menyampaikan segala perkataan itu kepada seluruh orang Israel, berkatalah ia kepada mereka: “Perhatikanlah segala perkataan yang keperingakan kepadamu pada hari ini, supaya kamu memerintahkannya kepada anak-anakmu untuk melakukan dengan setia segala perkataan hukum Taurat ini, (Ulangan 32:46)
Orangtua di dalam rumah tangga Yahudi sangat berperan dalam mendidik anak- anaknya, orangtua mengajar langsung tentang kebiasaan, tatakrama dan kepercayaan kepada Allah; orangtua membawa anak-anak mereka ke Bait Allah. Kita bisa melihat bagaimana Yusuf dan Maria membawa Yesus pada waktu berumur 12 tahun ke Bait Allah (Lukas 2:41)
II. Pendalaman Teks
Berdasarkan bahan bacaan pertama dan bahan khotbah, maka berhikmat kepada Tuhan didasari dengan pendidikan atau pengenalan akan Tuhan Allah. Berkaca dengan sejarah Israel bagaimana pentingnya keluarga (oikos) yang terdiri dari Ayah, Ibu, Anak-anak dan setiap orang yang ada dalam satu rumah/kemah, menjadi bagian dalam mewariskan ajaran Iman dan segala pembelajaran hidup, maka pendidikan di dalam keluarga tidak bisa dikesampingkan, walaupun sesibuk apapun orang tua dalam pekerjaan. Karena kalau tidak mendidik anak-anak sejak dini dalam keluarga, maka suatu generasi bisa menjadi generasi yang “terhilang” dalam artian generasi yang tidak takut TUHAN dan bahkan tidak mengenal TUHAN.
Dalam Talmud Babilonia Ketubot 49[3] telah menyebutkan bahwa masa kanak-kanak itu merupakan masa dimana mereka penuh dengan kesucian, kegembiraan, serta kehormatan yang seharusnya di berikan penghargaan dan penghormatan. Anak-anak mutlak menempati posisi khusus dalam gereja. Mereka adalah benih gereja, harapan masa depan. Tuhan sendiri memberi tempat khusus bagi mereka. Ia mendatangkan kerajaan-Nya turun temurun, dari orang tua kepada anak-anak. “Lahir dalam rumah Kristen” bukanlah kebetulan, melainkan karunia dan pimpinan Tuhan yang tak dapat di sangkal. Baptisan adalah tanda dan materai yang indah dari kenyataan tersebut. Tapi baptisan itu juga mewajibkan orangtua dan gereja menjaga kualitas pendidikan ajaran Kristen, baik di rumah tangga, di sekolah maupun dalam katekisasi[4]
Pada abat-abad pertama masehi, bangsa Yahudi mengadakan semacam sekolah dasar yang disebut “beth-ha-sefer” (beth=rumah, sefer=kitab); yang artinya “rumah sang kitab”. Di sekolah inilah pengetahuan tentang Taurat diajarkan kepada anak-anak Yahudi. Taurat dibaca berulang-ulang dan anak-anak wajib menghafalkan secara seksama dan harafiah. Sejak umur 6 atau 7 tahun anak-anak Yahudi sudah di bawa oleh orang tuanya ke pengajaran rabi di sekolah ini; dengan tujuan untuk mendapat pengetahuan tentang Taurat.
Tingkat yang lebih tinggi untuk pengajaran hukum di beth-ha-sefer diberikan di “beth-ha-midrashy” (beth=rumah, midrash=pengajaran) yang memiliki arti “rumah pengajaran”. Di sekolah ini bukan hanya siswa dituntut untuk menghafal Taurat secara literal, melainkan sudah diajarkan tentang manfaat dan makna Taurat itu. Pada usia 12-13 tahun anak-anak Yahudi dituntut sudah bisa sepenuhnya menaati dan melaksanakan hukum Yahudi, yaitu “mitswoth,” dan pada tahap ini anak lelaki Yahudi telah dianggap sebagai “bar- mitswa,” yang artinya “anak-anak hukum taurat.” Berbicara tentang pendidikan atau pengajaran, tentu juga harus mengerti tentang bahan dan kurikulum yang dipakai dalam belajar; termasuk juga dalam pengajaran Yahudi. Pengajaran anak-anak Yahudi mulai dari usia dini yang mendapat pendidikan langsung oleh orang tua mereka di rumah, tentang tatakrama, dan iman kepada Allah, beserta ritual keagamaan Israel.
- Umur 5 tahun; anak-anak mulai diberi pelajaran dasar membaca Taurat. Pada umur ini anak-anak mulai membaca dan menulis, terutama membaca dan menghafalkan
- Umur 10 tahun; mulai dengan mitswa (pengajaran); pada tataran ini anak-anak sudah diajar tentang makna dan arti dari hukum Taurat, bukan lagi hanya menghafal, tetapi sudah tahu
- Umur 12-13 tahun; menjalani sebagai bar-mitswa, (menjalankan peraturan/hukum Mereka sudah dianggap mumpuni dalam hal hukum taurat dan melaksanakannya, sehingga anak-anak di taraf ini disebut juga anak syariat atau anak Torah (The son of law).
Pendidikan Taurat Yahudi bisa terlaksana dengan baik karena adanya komunitas (jemaat) yang beriman teguh. Pendidikan itu dilaksanakan di sinagoge, sebagai tempat berkumpul, belajar agama dan beribadah, karena mereka mau mengajar kepada anak-anak agar kelak menjadi dewasa dalam segala aspek kehidupan dan menjadi bagian dari umat di sinaoge. Ini sangat penting bagi kita untuk membawa anak-anak ke rumah Tuhan (gereja sekarang) agar anak-anak tumbuh dewasa dalam segala aspek kehidupan termasuk imannya sehingga akan menjadi bagian dan meneruskan komunitas orang percaya dalam gereja. Sesungguhnya antara orangtua di rumah, guru di sekolah umum dan guru sekolah minggu di gereja, bisa duduk bersama dalam komunitas pengajaran yang saling bergandengtangan dalam keberhasilan pengajaran kepada anak-anak, sebagai generasi penerus.
Ada pelajaran utama di Sinagoge, yaitu: Syema Yisrael artinya: “Dengarlah hai orang Israel,” yang merupakan kredo atau pengakuan iman dan pengucapan syukur yang dibaca tiap hari pada waktu pagi dan malam dalam ibadah di sinagoge. Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa. Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada nak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu. (Ulangan 6:4-9)
Dengarlah, hai orang Israel; adalah bagian yang sebut sebagai Syema/Shema (ibrani: Shama=mendengar). Bagian ini sangat di kenal oleh orang Yahudi pada zaman Yesus karena diucapkan setiap hari oleh orang Yahudi yang saleh dan secara tetap di ibadah sinagoge. Shema ini merupakan pernyataan terbaik tentang kodrat monotheisme Allah; pernyataan ini diikuti dengan perintah ganda kepada bangsa Israel; Untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, dan untuk mengajarkan iman mereka dengan tekun kepada anak-anak mereka
Ulangan 6:4-9 ini sering disebut sebagai Shema yang artinya mendengar. Bagian ini sangat dikenal oleh orang Yahudi yang saleh dan secara tetap dalam kebaktiankebaktian. Shema ini merupakan pernyataan yang terbaik tentang kodrat monoteisme Allah. melalui pernyataan tersebut, disampaikanlah perintah bagi bangsa Israel diantaranya ialah:
- Ulangan 6:5-6, diperintahkan untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan.
- Ulangan 6:7-9, untuk senantiasa mengajarkan iman mereka dengan tekun kepada anak-anak mereka.
Jadi, disini ada tugas orang tua untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak dengan senantiasa mengajar anak-anak itu dari kecil. Orang tua di perintahkan untuk mengajarkan berulang-ulang akan hukum taurat yang telah Tuhan perintahkan. Jelas dalam (ayat 7) bahwa haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anakanakmu dan membicarkannya pada waktu engkau duduk dirumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring, dan apabila engkau bangun.
Merrill C. Tenney mengatakan bahwa dalam Pendidikan bangsa Yahudi pribadi Allah dan hukum Taurat menjadi topik utama Pendidikan mereka, sehingga bagi generasi Yahudi buku yang wajib untuk dibaca dan dipelajari adalah Kitab Suci (Taurat) bukan yang lain.[5] Kitab Suci merupakan sumber utama pengetahuan kita mengenai pribadi Allah. Langkah awal yang dapat dilakukan oleh para orang tua dalam memperkenalkan pribadi Allah adalah memperkenalkan namaNya. Orang tua wajib membimbing anak-anaknya hingga mereka mengenal Allah Sebagai Pencipta dan sumber kehidupan, sehingga ia bisa menunjukkan sikap hormat kepada Allah. Karena itu sangat penting bagi orang tua untuk mendidik dan membimbing anak mereka agar dapat bertumbuh menjadi pribadi yang mengenal Allah dan berkenan kepadaNya.[6] Selain itu, tanggungjawab utama berikutnya ialah para orang tua Israel harus mengajarkan anaknyanya untuk hidup mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, dengan kata lain mengasihi Allah dengan seluruh totalitas kehidupan.
III. Aplikasi
Ada bukti bahwa pelajaran menghafal Taurat ini merupakan dasar keimanan anak-anak Yahudi yang akhirnya anak-anak Yahudi sangat tahu identitasnya, keyakinannya dan sangat militan dengan imannya kepada Allah (Yahwe). Bagaimana dengan orang percaya saat ini? Apakah orang tua dan guru-guru agama baik di sekolah umum maupun di gereja mengajar anak-anak akan pentingnya menghafal firman Tuhan? Sering orangtua menyerahkan pendidikan anak-anak termasuk pendidikan agama (iman) kepada sekolah dan gereja; orangtua merasa sudah memberikan yang dibutuhkan untuk kebaikan masa depan anak. Itu sesungguhnya hanya sebagian dari keutuhan pendidikan bagi anak; karena anak-anak Kristen (orang percaya) membangun pendidikan bagi anak secara bersama, yaitu: Keluarga, Sekolah dan Gereja.
Konteks Ulangan memperlihatkan bagaimana bangsa Israel diminta untuk menunjukkan sikap loyalitasnya kepada Allah melalui tindakkan kasih. Bangsa Israel diminta untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan segenap kekuatannya. Kasih yang digambarkan dalam Ulangan 6:5 berupa ketaatan dan perasaan bangsa Israel kepada Allah. Kasih dan ketaatan memiliki kaitan yang erat. Mengasihi Allah berarti menuruti segala perintahNya. Mengasihi berarti memberi perhatian penuh kepada orang lain, dengan kata lain mengasihi Allah berarti memberi perhatian penuh kepada Allah. Jika diperhatikan dalam kitab Ulangan 6:4-9 terdapat sebuah himbauan agar bangsa Israel mengasihi Allah, satu-satunya Allah yang Esa dan belajar taurat Tuhan serta mengajarkannya kepada anak-anak generasi bangsa Israel.
Para orang tua diminta mengasihi Tuhan Allahnya dengan totalitas kehidupan mereka terlebih dahulu sebelum mereka membimbing atau mengajarkan kepada anak-anak mereka bagaimana mengasihi Tuhan Allah. Itu sebabnya Musa menyampaikan dengan tegas, “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan.”Orang tua harus menjadi sosok teladan iman yang baik bagi anak-anak mereka.
Kualitas orang tua seperti kerohanian, kepribadian, kedewasaan, wawasan merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan anak-anak yang dididiknya juga berkualitas seperti dirinya. Hal itu bisa saja terjadi jika para orang tua mengajarkan kepada anak-anaknya melalui teladan kehidupannya maka secara otomatis hal itu pula yang akan ditiru oleh anak-anaknya.
Menjadi teladan dalam pengajaran harus menjadi komitmen para orang tua dalam upaya mereka mendidik anak-anaknya. Orang tua tidak pernah bisa memberikan apa yang mereka tidak ketahui. Mereka tidak pernah bisa mengajarkan kepada anak-anaknya apa yang belum mereka ketahui sebelum orang tua memberikan pembinaan hal-hal rohani kepada anak-anaknya, mereka terlebih dahulu harus mempunyai pengalaman rohani dengan Kristus. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para orangtua untuk mengungkapkan kasih kepada Allah dapat dilakukan dengan memperhatikan kerohanian anak-anak mereka. Orang tua memegang peran utama dalam mempersiapkan anak-anak merka agar dapat hidup berkenan kepada Allah dengan memberikan asuhan dan pendidikan kerohanian kepada anak-anak mereka. Upaya Pendidikan yang dilakukan tidak hanya sekedar berlalu begitu saja namun dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus melalui praktek kehidupan atau yang lebih dikenal dengan istilah keteladanan.
Pdt. Anton Keliat, S.Th, M.A.P-Runggun Semarang
[1] Yohanes Krismantyo Susanta, “Tradisi Pendidikan Iman Anak Dalam Perjanjian Lama,” BIA’: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2, no.2 (2019):148
[2] Dr.E,G. Homrighousen dan Dr.I.H.Enklaar. Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 2.
[3] Talmud (bahasa Ibrani: תלמוד) adalah catatan tentang diskusi para rabi yang berkaitan dengan hukum Yahudi, etika, kebiasaan dan sejarah. Talmud mempunyai dua komponen: Mishnah, yang merupakan kumpulan Hukum Lisan Yudaisme pertama yang ditulis; dan Gemara, diskusi mengenai Mishnah dan tulisan-tulisan yang terkait dengan Tannaim yang sering membahas topik-topik lain dan secara luas menguraikan Tanakh.
[4] G Reimer. Ajarlah Mereka. Pedoman Ilmu Katekese (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1999), 12
[5] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Penerbit Gandung Mas, 1997)
[6] Bergant, Dianne dan Robert J. karris. Tafsiran Perjanjian Lama.Yogyakarta:Kanisius, 2022.