MINGGU 02 JULI 2023, KHOTBAH IMAMAT 23:15-22
Invocatio :
Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. (Hab 3:17-18)
Bacaan :
Matius 6:24-34 (Tunggal)
Tema :
Persembahen si merim man Tuhan/ Persembahan yang harum kepada Tuhan
Pendahuluan
Minggu ini diberi nama minggu ke-empat setelah Trinitatis, tepatnya minggu kerja rani. Minggu kerja rani/Pesta panen merupakan sebuah rangkaian syukur dalam peribadatan gerejawi. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) merupakan gereja yang melekat dengan budaya khususnya budaya Karo, dapat dilihat dari setiap perjalanan pelayanannya.
Dalam budaya karo pesta panen dilaksanakan masing-masing desa dan dirayakan setiap tahunnya, lebih tepatnya kegiatan tersebut dinamai Kerja Tahun. Pada acara kerja tahun tidak terlepas didalamnya rangkaian pupursage (saling memaafkan), saling mengunjungi, mempersembahkan hasil panen, memasak, menari, bernyanyi, dll. Kegiatan tersebut tujuannya tidak lain ialah tanda ucapan syukur.
Mengucap syukur atas berkat yang Tuhan berikan merupakan satu kewajiban orang percaya, begitu banyak berkat yang Tuhan telah berikan seperti nafas kehidupan, memberkati usaha, pekerjaan, memberikan kesehatan yang prima, serta banyak berkat Tuhan lainnya yang telah kita terima hingga saat ini. Sebagaimana orang israel pun turut merasakan penyertaan Tuhan dalam setiap perjalanan kehidupannya termasuk dalam masa-masa sukar, masa perjalanan menuju tanah perjanjian selama 40 tahun, meski demikian Allah tetap menujukkan kasih setiaNya tak berubah untuk mengasihi bangsa pilihanNya.
ISI
Menurut KBBI kata “Mempersembahkan” berarti memberi penghormatan. tentunya untuk memberi “penghormatan” wajib memberikan yang terbaik oleh si pemberi. Dalam perjalanan kehidupan dapat dilihat masih banyak orang yang sulit untuk memberi, baik itu kepada Tuhan ataupun kepada sesama. Akar persoalan dari ketidaksiapan untuk memberi ialah kurangnya rasa syukur pada diri. Menurut Wood, menyatakan kebersyukuran adalah sebagai bentuk ciri pribadi yang berpikir positif, mempresentasikan hidup menjadi lebih positif.[1] Bagi seligman dan Peterson bahwa Gratitude atau syukur ialah suatu perasaan terima kasih dan memberikan ketenangan hati dan kedamaian.[2]
Kaitan diatas merupakan sebuah aktualisasi diri kepada Tuhan sang pemberi kehidupan, hikmat dan kedamaian. Dapat dilihat pada perjalanan kehidupan Habakuk, jika dipikirkan mungkin saja dapat membuat Habakuk tidak merasa bersyukur, namun Habakuk memilih untuk tetap mengucap syukur karena ia sadar bahwa Tuhan adalah kekuatan baginya dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Sebagaimana Habakuk mengungkapkan perasaannya, Hab 3:17-18, “meskipun pohon ara tak berbunga, pohon anggur tak berbuah, hasil pohon zaitun pun mengecewakan, ladang pun tak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau (hilang) dari kandang, sapi pun tidak ada didalam kandang (hilang), namun habakuk tetap memilih untuk mengucap syukur didalam Tuhan, beria-ria didalam Allah yang menyelamatkannya”. Ketegaran habakuk patut dicontoh sebagai orang Kristen, meskipun berbagai persoalan yang dihadapinya, persoalan rumit sekalipun tidak menjadikan habakuk lemah, karena ia memilih untuk berfikir positif dan mengimani bahwa Tuhan adalah kekuatan baginya. Habakuk menyadari bahwa keselamatan yang ia terima dari Allah ialah yang utama, sehingga hatinya bersorak-sorai dengan riang gembira dan mengucap syukur karena Allah menyelamatkannya. Perjalanan kehidupan Habakuk mengajarkan bahwa Hidup adalah pilihan, Ketika kita tetap berfikir positif akan menghasilkan kehidupan yang positif.
Berfikir negative akan menimbulkan rasa khawatir, ketika rasa khawatir lebih melingkupi se- isi pikiran, maka akan berdampak pada tindakan serta keputusan yang dipilih. Oleh karena itu Matius 6:24-34 mengingatkan agar tidak perlu khawatir akan kehidupan ini, sebagai orang percaya harus yakin bahwa Tuhan pasti memelihara. Janji penyertaan Tuhan tegas dikatakan pada Mat 6:25-26, jangan kuatir akan hidup ini bahwa penyertaan Tuhan sungguh ada, masa yang akan datang pun Tuhan sudah jaminkan, sebagaimana burung di udara pun Tuhan pelihara.
Meski burung di udara tidak menabur, tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal di lumbung, itu pun Tuhan pelihara bukankah kita lebih dari pada burung-burung itu ?, kita dapat berfikir dengan baik, bekerja dan menabung. namun perlu disadari bahwa burung pun ‘berusaha’ untuk mengambil makanannya yang Tuhan sediakan di alam, artinya perlu juga usaha, bukan berarti diam tidak berbuat apa-apa dan mengatakan bahwa Tuhan akan cukupkan, tentu itu keliru. Makanan yang telah disediakan di depan meja pun jika tidak disulangkan ke mulut maka makanan itu pun tidak dapat dinikmati.
Kekhawatiran tidak hanya berdampak pada kesehatan Psikis/mental,spitirual, tetapi juga fisik. Berada dalam situasi yang membuat cemas tentu berpengaruh pada pikiran, hormon dan juga metabolisme. Sebagaimana dikatakan oleh Mat 6: 27 bahwa tidak ada seorangpun dapat memperpanjang hidup(usia)nya dengan sikap kuatir, yang ada hanya menimbulkan sakit secara psikis dan mental berdampak pada fisik dan berujung pada kematian.
Pada tulisan kitab Musa yang ketiga yaitu kitab Imamat yang ditulis dari tahun 1405-1445 SM, mengingatkan bahwa banyak peristiwa Allah berfirman dan menyatakan langsung kepada Musa, pesan tersebut tertuju untuk bangsa Israel (umat pilihannya). Pada kitab imamat menegaskan sebagaimana Perdamaian bangsa israel dengan Allah(Im 1-16) dan bagaimana cara hidup dihadapan Allah(Im 17-27). Salah satu cara hidup yang diajarkan dalam kitab Immat ialah Bersyukur dan memberikan persembahan yang terbaik bagi Tuhan. Im 23: 15-19 memberikan persembahan bukanlah memberikan yang sisa, namun memberikan yang unggul dan terbaik. Bentuk persembahan berupa roti unjukan dengan tepung berkwalitas baik (ay17),
Tujuh ekor domba berumur setahun dan tidak bercela, seekor lembu jantan muda dan dua ekor domba jantan (Ay18) dengan domba dan lembu yang segar sebagai sebagai korban bakar menghasilkan bau sedap yang menyenangkan bagi Tuhan. Selain dari pada itu untuk korban penghapusan Dosa dengan mempersembahkan seekor kambing jantan dan untuk korban keselamatan mempersembahkan dua ekor domba usia setahunan(Ay 19). Dalam tradisi jahudi semua itu dipersembahkan kepada Tuhan yang dilakukan oleh Imam sebagai tanda ucapan syukur atas pemeliharaan Tuhan dan pengampunan Tuhan.
Aplikasi
Minggu Kerja Rani ialah minggu mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan, dari begitu banyak berkat Tuhan yang kita terima baik dari pekerjaan/usaha, kesehatan, keluarga, dan banyak hal lainnya yang telah kita terima. Jika dilihat kembali makna kerja tahun pada budaya Karo tidak terlepas dari kegiatan purpursage atau saling memaafkan satu dengan yang lain dan dilanjutkan menikmati dengan makan, minum, bernyanyi dan menari bersama merupakan sebuah ungkapan syukur atas berkat yang telah Tuhan berikan.
Pada ibadah pesta panen ini sebagai ungkapan perdamaian antara manusia dengan Tuhan, Perlu diingat maka Yesus Kristus yang telah mengorbankan dirinya untuk memperdamaikan manusia dengan Allah, maka tidaklah patut kita memberikan yang sisa kepada Tuhan, karena Allah memberikan yang terbaik bagi kita, yaitu anakNya yang tunggal yaitu’Yesus Kritus’ dikorbankan untuk penebusan dosa dan keselamatan bagi kita, maka berikanlah yang terbaik dari begitu banyak berkat yang telah diterima.
Memberi kepada Tuhan tidak membuat kita kekurangan, justru kekhawtiran akan hari esok mengurangi pengharapan kepada Tuhan sang pemberi berkat.
Penting untuk direfleksikan bersama, Bukankah selama ini kita lebih senang menabung kekhawtiran akan hari esok sehingga menjebak diri sendiri dengan pikiran yang tidak merdeka dibandingkan menabung ketenangan, memberikan yang terbaik bagi Tuhan, mengucap syukur dan berpengharapan yakin teguh akan masa depan yang Tuhan pasti pelihara ?
Tuhan Yesus memberkati, Soli Deo Gloria
Vic Ekitwyn Kemit
[1] Wood, T. Julia. Communication in our lives. USA: WadsworthCangage Learning. 2009. H.72.
[2] Christopher Peterson & Martin E.P. Seligman. Character Strengths and Virtues: A Handbook and Classification. New York: Oxford Press. 2004. H. 555