MINGGU 30 APRIL 2023, KHOTBAH WAHYU 19:5-8
Invocatio :
“Segera sesudah tabut perjanjian TUHAN sampai ke perkemahan, bersoraklah seluruh orang Israel dengan nyaring, sehingga bumi bergetar.” (1 Sam 4:5)
Ogen :
Masmur 18: 47-51 (Responsoria)
Tema :
Ersurak Janah Meriah ( Bersorak & Bersukacita)
Pengantar :
Saat ini, tidak banyak orang yang sungguh-sungguh dapat berbahagia, hatinya terpuaskan & melimpah dalam sukacita—sekalipun memiliki kelimpahan secara materi. Ironisnya, seringkali di dalam kelimpahan tersebut, justru hatinya semakin terasa hampa. Salah satu contoh adalah Robin Williams, aktor komedian Holywood ternama, sukses & peraih Piala Oscar, melimpah secara materi, tapi mengakhiri hidupnya dengan sangat menyedihkan yaitu bunuh diri. Pria yang dianggap paling lucu di dunia hiburan itu meninggal dunia 11 Agustus 2014.
Bagaimana caranya agar kita dapat merasakan sukacita dan sorak-sorai pada jiwa kita? Sukacita yang sejati akan kita peroleh ketika kita hidup dalam Tuhan. Dengan memuji dan melekat pada Tuhan, kita akan dapat merasakan sukacita dan kepuasan secara rohani, yang tidak dapat diukur dari segi nominal secara materi. Namun, kita dapat sungguh-sungguh merasakan dan mengalami sukacita itu secara rohani.
Minggu ini adalah Minggu ketiga setelah Paskah, disebut "Minggu Jubilate" yang artinya “bersorak-soraklah bagi Allah, hai seluruh bumi” (Mzm. 66:1), mengajak kita untuk bersorak-sorai bagi Allah karena pembebasan telah nyata. Jubilate, kata ini berkaitan dengan kata Yobel atau Jubileum yang dirayakan oleh bani Israel, merayakan tahun pembebasan. Tahun Yobel dirayakan setelah 7 kali tahun Sabath. 1 tahun Sabath adalah 7 tahun. Maka 7 kali Sabath memasuki tahun ke 50 seluruh umat Allah bersyukur dan bersorak sorai karena Pembebasan yang dilakukan Tuhan. Demikian juga kita dipanggil hari ini untuk bersorak dan bersukacita karena keselamatan & kemenangan yang telah dinyatakan Kristus yang membebaskan kita.
PENJELASAN TEKS
Teks Khotbah Wahyu 19: 5-8 adalah bagian dari perikop Wahyu 19:1-10 yang menceritakan tentang penglihatan Yohanes. Dalam penglihatannya, Yohanes melihat dan mendengar suara himpunan besar orang banyak, yang memuji Allah karena hari pernikahan Anak Domba telah tiba. Kesaksian Wahyu 19:1-10 merupakan puncak pujian para mahluk sorgawi setelah kekuasaan “Babel” diruntuhkan dan dihakimi Allah.
Empat ayat pertama dari pasal 19 ini berisi puji-pujian dari “himpunan besar orang banyak di sorga”. Diawali dengan doksologi: “Haleluya ! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita, ...”. Kata Haleluya (Pujilah Tuhan) berasal dari dua kata Ibrani: halal, yang berarti “pujian” dan Yah yang berarti “Yahweh” (Tuhan). Ada empat kali kata “Haleluya” (ayat 1, 3, 4, 6), dalam teks ini, dan hanya muncul empat kali dalam PB, semuanya ada dalam paragraf ini. Inilah nyanyian pujian (doksologi) umat sorgawi yang memuji Tuhan yang telah meruntuhkan & menghakimi kekuasaan duniawi yang mendatangkan penderitaan atas umatNya. Rasul Yohanes mengungkapkan, bahwa “Ialah yang telah menghakimi pelacur besar itu” dan “Ialah yang telah membalaskan darah hamba-hamba-Nya atas pelacur itu." (ay.2). Dari ayat ini kita tahu bahwa penghakiman dan pembalasan atas pelacur besar, Babel, atau yang disebut Kota Besar itu, sudah terjadi. Babel yang dimaksudkan di sini merujuk pada : Sebuah kota/bangsa yang mewujudkan kehidupan yang penuh dengan kejahatan dan keberdosaan, atau melambangkan seluruh sistem dunia yang berdosa di bawah pemerintahan antikristus (Alkitab Penutun Hidup Berkelimpahan, Gandum Mas, 2003, hlm. 2180). Sementara menurut penafsir Dr J.J. de Heer, yang dimaksud dengan Babel di sini adalah Kota/bangsa Roma, sebagai penguasa terbesar pada masa itu, yang hidup masyarakatnya penuh dengan dosa, kebejatan moral dan juga penguasanya Kaisar Nero, sebagai simbol antikrist yang saat itu merajalela melakukan penindasan bagi gereja & pengikut-pengikut Kristus (Dr. J. J. De Heer, Tafsir Alkitab, Wahyu Yohanes, BPK GM, hlm.271)
Bagian Penutup di Wahyu 19:1-8 merupakan respons ucapan syukur atas tindakan Allah yang menyatakan keadilan-Nya kepada Babel, sehingga kuasa Babel yang melambangkan kuasa kejahatan; yang selama ini telah membunuh para nabi, orang-orang kudus, dan menumpahkan darah umat Tuhan, tidak akan berkuasa lagi (Why.18:24).
Ayat 5 : dilukiskan bagaimana para mahluk sorgawi bersorak: “Maka kedengaranlah suatu suara dari takhta itu: “Pujilah Allah kita, hai kamu semua hamba-Nya, kamu yang takut akan Dia, baik kecil maupun besar!”Ini juga merupakan sebuah seruan untuk menaikkan “madah pujian” kepada Allah, yang mengundang setiap umat manusia baik kecil maupun besar. Konteks yang melatarbelakangi pujian ini adalah karena penguasa kerajaan Babel yang merupakan simbol kuasa kegelapan, yang telah menganiaya & membunuh umat Allah baik kecil maupun besar, telah dikalahkan.
Dalam Ayat 6-8, menegaskan secara jelas alasan untuk memuji Allah: “Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja “ (ayat 6). Puncak doksologi kepada Allah dinarasikan dalam peristiwa perjamuan kawin Anak Domba Allah. Wahyu pasal 19 ini memang berbicara tentang kedatangan Tuhan kembali sebagai Raja, bagaimana Kerajaan Allah akan diwujudkan sepenuhnya pada hari-hari terakhir.
Dalam literatur Yahudi, “pesta pernikahan” adalah simbol dari kedatangan Kerajaan Mesianik. Apabila mengacu kepada keseluruhan Alkitab, baik PL dan PB, Allah memakai pernikahan sebagai sebuah metafora untuk menggambarkan hubungan anatara Allah dengan umat-Nya. Wahyu menggunakan kata: “pengantin-Nya” telah siap sedia, ini menunjuk pada gereja Tuhan sebagai umat kepunyaan-Nya, bahwa ada relasi yang sangat intim antara gereja dan Kristus, yang mengingatkan orang percaya sebagai mempelai Kristus untuk tetap hidup setia dan tidak mendua hati, sehingga ketika Tuhan datang kembali, telah mempersiapkan diri, bertemu dengan Kristus. Dengan demikian puncak doksologi umat kepada Allah akan terjadi pada akhir zaman, yaitu umat bersekutu dengan Kristus, Sang Mempelai Pria.
Pada saat itu, orang percaya akan dianugerahkan pakaian pengantin, kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih (ayat 8). Kostum yang kita kenakan sebagai “pengantin Kristus” harus sangat berbeda dengan pelacur besar, sebagaimana yang diungkapkan dalam Wahyu 17:4: “perempuan itu memakai kain ungu dan kain kirmizi yang dihiasi dengan emas, permata dan mutiara, dan di tangannya ada suatu cawan emas penuh dengan segala kekejian dan kenajisan percabulannya.” Dengan kata lain, perbuatan-perbuatan benar dari orang-orang kudus (umat percaya) selama hidupnya di dunia akan menjadi lengkap dan sempurna ketika mereka berada dalam kerajaan sorga dan dibebaskan dari segala ketidakmurnian.
Ogen : Masmur 18: 47-51 pembacaan kita yang pertama, merupakan nyanyian syukur Daud yang merasakan kemenangan karena Allah meluputkan-nya dari semua musuhnya dan juga dari upaya Saul untuk membunuhnya. Bahkan lebih dari itu, Allah meninggikannya dengan mengurapi Daud menjadi Raja atas umatnya, juga menyatakan kesetiaan-Nya kepada keturunannya. Semua itu membuat Daud mengumandangkan syukurnya, bahkan sampai menembus batas ruang lingkup bangsanya (ayat 50). Ia ingin bersaksi melalui nyanyian syukurnya, supaya bangsa-bangsa lain juga mengetahui kebesaran dan kemuliaan Allahnya.
Melalui penderitaan pun kita belajar bersyukur dan melihat kebaikan Tuhan yang dahsyat yang sanggup mengubah kesukaran dan penderitaan menjadi sukacita dan berkat.
Invocatio: mengisahkan tentang pertempuran Israel dengan Filistin tanpa adanya perintah dari Tuhan. Mereka kalah. Sekitar empat ribu orang tewas. Mereka lalu mengambil tabut perjanjian & membawanya ke medan perang. Tabut Perjanjian adalah merupakan lambang kehadiran Allah di tengah umat-Nya. Mereka bersorak & berpikir bahwa kehadiran tabut itu akan menjadi jaminan kemenangan mereka. Namun yang terjadi ialah: Israel kalah, bahkan, tabut Allah dirampas orang Filistin. Dari kisah bangsa Israel ini kita belajar, bahwa percuma mulut kita bersorak memuji Tuhan tapi tidak dibarengi dengan pertobatan & sikap hidup yang berkenan di hadapan Tuhan. Percuma kemana-mana bawa Alkitab, seolah-olah mengandalkan Tuhan & rajin beribadah, karena bukan ritual agamawi, melainkan pertobatan sepenuh hatilah yang sesungguhnya akan menggerakkan Allah untuk bertindak dan memberi kemenangan atas kita.
Aplikasi/Kesimpulan
Melalui ketiga bagian Firman Tuhan di Minggu Jubilate ini kita menemukan beberapa point penting yang menjadi perenungan kita bersama, yaitu :
- Keselamatan dan Kuasa hanya ada pada Allah kita, yang mengatasi segala kuasa dunia ini, penguasa dunia & kejahatan dunia ini sehebat apapun, akan runtuh, dan takluk dibawah kuasaNYA.
Bagaimana kita diingatkan untuk tidak takluk pada kejahatan & penguasa dunia ini, karena sesungguhnya terbatas kuasanya. Dalam situasi dan kondisi terancam sekalipun oleh penguasa dunia ini, kita dipanggil untuk tetap setia & mengandalkan Tuhan. Yesus sendiri mengingatkan kita akan hal tersebut dengan perkataanNya: “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Mat.10:28). Hanya di dalam Kristus yang akan datang sebagai Raja, kita akan bersukacita dan bersorak-sorai menerima kemenangan, pembebasan & keselamatan.
Pujian Doksologi dalam teks Khotbah kita ini menjadi penegasan iman bagi kita untuk tidak takut menghadapi penganiayaan dan penderitaan dunia ini, lebih baik meratap & menderita karena menjaga hidup dalam kebenaran dari pada bersorak dan bersenang-senang dalam “hiruk pikuk” dosa & kejahatan dunia ini. Walau ada istilah: ini zaman edan, kalau tidak ikutan edan tak akan kebagian, tetaplah teguh berjuang, kenakan “pakaian kebenaran” agar kita mendapat bagian dalam perjamuan kawin Anak Domba Allah dan mengalami sukacita surgawi.
- Kita adalah mempelai Kristus dan menjadi pengantin-Nya yang siap sedia.
Kerinduan kita semua sebagai gereja-Nya adalah menjadi mempelai Kristus pada saat Perjamuan Kawin Anak Domba nanti. Yang dapat menjadi mempelai wanita haruslah orang yang telah dewasa, bukan kanak-kanak. Begitu pula untuk bisa menjadi mempelai Kristus kita harus benar-benar telah meninggalkan semua sifat kanak-kanak kita dan menuju kepada kedewasaan rohani secara penuh, inilah tanda kesiap sediaan kita. Sebagai umat Tuhan yang siap menjadi Mempelai-Nya, kita harus semakin dewasa. Kedewasaan itu bukan tergantung seberapa lama kita sudah menjadi orang Kristen, tetapi seberapa sungguh kita mengikut & mengasihi Dia. Dan tanda-tanda “mempelai Kristus yang siap sedia” adalah ketika kita mengasihi Kristus lebih dari segalanya, sebab masih ada saja orang Kristen yang tergiur demi mendapatkan jabatan, kuasa, kedudukan bahkan demi mendapatkan jodoh meninggalkan imannya kepada Kristus. Sekaligus juga, Mari evaluasi diri kita : Apakah kita semakin bertambah mengasihi Yesus atau semakin dikuasai oleh keinginan daging kita? Karena itu menjadi tanda apakah kita sudah menjadi “mempelai Kristus yang siap sedia”.
- Kita harus siap berpakaian lenan halus yang putih bersih, artinya : hidup dalam kekudusan.
Lenan halus yang putih bersih berbicara tentang hidup dalam kebenaran & kekudusan. Kita dipanggil untuk terus berjuang hidup dalam kebenaran & menjaga kekudusan hidup sebagai pakaian kita. Ibrani 12:14, berkata: “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan”. Ini menjadi komitmen dan tekad kita di Minggu Jubilate ini : Kita harus mengejar kekudusan hidup. Apakah kita akan tetap hidup dalam kekudusan pada saat tidak ada seorang pun melihat perbuatan kita? Apakah kita tetap hidup dalam kekudusan di saat dunia menawarkan perbuatan yang tidak kudus? Apakah kekudusan itu sudah menjadi gaya hidup kita?
- Hidup penuh syukur kepada Tuhan diwujudnyatakan dengan sorak pujian serta bersukacita di dalam Tuhan
Orang yang mengalami anugerah Allah atas hidupnya tidak mungkin hidup tanpa rasa syukur & pujian kepada Allah. Orang yang bersyukur, tidak mungkin berdiam diri saja atau menyimpan semua itu di dalam hati, tapi akan melahirkan sorak sorai & sukacita, mendorong kita untuk menunjukkan rasa syukur itu melalui sorak sukacita dan mewujud nyata juga dalam sikap hidup yang benar. Artinya: Jangan hanya dengan mulut, kita seolah memuji & mengandakan Tuhan, tapi hati, sikap hidup & perbuatan kita justru jauh dari padaNya, sebagaimana yang dilakukan bangsa Israel (teks Invocatio), sehingga kuasa Allah tidak nyata atas mereka. Tapi marilah meneladani Daud (ogen) yang dalam segala situasi senantiasa memuji Tuhan, bahkan menyaksikan kepada bangsa-bangsa lain bahwa Tuhanlah yang telah berkarya di dalam hidupnya, yang meluputkan dan menyelamatkannya dari semua musuh-musuhnya. Kiranya hidup kita dapat menjadi “madah pujian” yang mengumandangkan karya dan kemuliaan Allah yang hebat dan besar.
Pdt. Jenny Eva Karosekali
GBKP Rg. Harapan Indah