MINGGU 25 DESEMBER 2022, KHOTBAH YOHANES 1:1-14 (KHOTBAH NATAL)

Invocatio         : Lukas 2:7

Bacaan            : Yesaya 9:1-6

Thema             : Firman Itu Telah Menjadi Manusia


 

I. Pendahuluan

Apakah makna Natal yang sebenarnya? Natal yang sebenarnya adalah Allah menjadi manusia, berkemah dalam kemah kita. Allah memberikan kebenaran, keselamatan dan penyertaan. Natal bukanlah pohon Natal terang, walaupun terangnya mengingatkan kita pada Terang kemuliaan Kristus. Natal bukanlah bingkisan kado, walaupun bingkisan itu mengingatkan kita pada kado Allah yang istimewa. Natal bukanlah sekadar hari libur (holiday), walaupun hari kelahiran-Nya memang sebuah hari yang kudus (holy day). Natal bukan pula sekadar setumpuk karakter dengan pesan retoris, walaupun ia mengingatkan kita pada pesan keselamatan. Semua aksesori natal itu menjadi tidak bermakna ketika kita kehilangan esensinya. Makna natal akan hilang ketika kita justru kehilangan pesan sesungguhnya: “Firman itu telah menjadi manusia dan berkemah di antara kita”. Kita sudah terlalu lama hidup dalam budaya natal yang menjauhkan kita dari tenda tempat Terang itu hadir. Ketika kita berkata, “Merry Christmast” kita tidak lagi merayakan kelahiran Yesus Kristus. Kita tidak lagi terpesona pada kado kehidupan dari Allah yang dihadiahkan dalam kehinaan. Kita tidak lagi perlu bertanya, apakah khotbah dan firman diberitakan ketika malam natal atau pada saat natal, asalkan lagu Malam Kudus tidak dihapus dari liturgi. Banyak gereja yang lebih suka menghamburkan dan mengeluarkan uang sebesar apapun agar tampil indah ketika natal daripada menyerahkan seluruh hidup pada Sang Bayi Kudus itu.

II. Isi

Bahan invocatio kita yang diambil dari Lukas 2:7 saya sebagai penulis bahan sermon mencoba melihat pendekatan yang berbeda dari penafsiran bahan invocatio ini. Siapa orang yang paling patut dikasihani selama drama-drama natal? Sebenarnya bukan Maria atau Yusuf, melainkan pemilik penginapan yang selalu digambarkan galak, tidak kasihan pada Maria yang hamil, dan malah mengusir mereka. Kenapa si pemilik penginapan yang dikasihani? Bukankah Maria dan Yusuf tidak mendapatkan penginapan sama sekali? Memang tidak terlalu jelas penyebabnya, entah karena penginapannya penuh atau pasangan ini pada dasarnya tidak diterima. Bukankah Alkitab mengatakan itu dalam Lukas 2:7 (silahkan baca teks bahan invocatio). Sebenarnya terjemahan ayat 7 ini tidak terlalu tepat. Kalau kita lihat secara utuh Lukas 2 ini, ayat 1-2 menyatakan, di negeri Siria tengah dilaksanakan sensus penduduk. Semua orang lalu balik ke kampung halaman masing-masing. Jadi, bisa dibayangkan semua orang mudik, seperti lebaran atau mulih kerja tahun. Biasanya masyarakat kini, dulu keluarga yang merantau juga akan kembali ke rumah orangtua atau sanak saudara mereka. Bisa dibayangkan, ada banyak orang kembali menuju Betlehem, termasuk Yusuf dan Maria (ay. 3-4), karena kampong Yusuf memang di sana. Dengan kondisi Maria yang mengandung, tentu mereka berjalan sangat perlahan. Sesampai di Betlehem, banyak ahli menafsir, mereka ingin menginap di tempat keluarga atau kerabat mereka. Bukan penginapan. Bukan juga kandang. Penginapan dalam bahasa aslinya dipakai kata pandocheion (misalnya, dalam kisah orang Samaria, Luk. 10:34). Kata yang dipakai di Lukas 2:7 ini adalah kataluma. Artinya, ruang tamu atau ruang atas. Biasanya, ruang tamu orang Israel berada di bagian atas. Ketika Yesus mengadakan perjamuan terakhir, Dia mengadakannya di kataluma (Luk. 22:12). Sekarang, ruang tamu itu penuh oleh kunjungan orang yang mudik dan hendak menginap. Tiba-tiba Yusuf dan Maria datang. Padahal, sudah tidak ada lagi ruangan kosong dalam rumah-rumah. Tapi, si pemilik rumah, keluarga itu, tetap menyambut Yusuf dan Maria. Mereka memaksa diri untuk membuka rumah demi pasangan ini. Satu-satunya ruangan tersisa hanya ruang bawah. Memberi ruang bawah justru adalah sebuah keputusan yang luar biasa, supaya Bayi yang nanti lahir tidak terganggu kebisingan banyak orang dan ibu yang baru melahirkan pun dapat beristirahat. Singkat kata, itu tempat terbaik untuk kondisi Maria. Hal menarik lainnya, ternak adalah harta yang sangat berharga bagi orang Israel saat itu. Setiap malam lazimnya ternak-ternak itu dibawa masuk ke rumah, karena dikhawatirkan akan dicuri orang. Jadi, tidak heran jika ada palungan tempat makan ternak di dalam rumah. Palungan itulah yang akhirnya dipakai untuk meletakkan Yesus. Segalanya serba darurat. Serba apa adanya. Akan tetapi, yang terpenting Yusuf dan Maria bisa ditampung, diterima dan disambut.

Kita dapat mengetahui gambaran yang tepat dari suatu peristiwa ketika kita mampu memahami latar belakangnya. Demikian pula kita akan dapat memahami nubuat nabi dalam Yesaya 9 tatkala kita dapat memahami latar belakang umat Israel dan Yehuda pada waktu itu. Dari pasal 8, kita dapat membaca bahwa Kerajaan Israel selatan, yaitu Yehuda, saat itu sedang berada dalam situasi bahaya. Kerajaan Yehuda telah dikepung dan akan diserbu oleh kerajaan Asyur. Semula, kerajaan Yehuda dan Asyur adalah sekutu. Kerajaan Asyur dijadikan pelindung bagi kerajaan Yehuda. Kemudian, kerajaan Asyur berbalik dan ingin merebut serta menguasai kerajaan Yehuda. Sebelumnya Allah menawarkan pertolongan dan perlindungan, namun Raja Ahaz menolak. Sebaliknya, ia lebih memilih berlindung pada kerajaan Asyur. Ternyata kemudian, kerajaan Asyur berubah menjadi musuh mereka. Selain itu, umat Israel juga ikut berpaling meninggalkan Tuhan Allah. Mereka lebih percaya kepada petunjuk orang mati dan roh-roh peramal (Yes. 8:19). Itu sebabnya seluruh umat Israel di wilayah kerajaan Yehuda berada dalam kesuraman. Mereka terancam oleh serangan militer kerajaan Asyur. Secara politis, mereka berada dalam situasi kritis. Sedang dalam kehidupan religius dan moral, mereka telah kehilangan pegangan iman sehingga mereka lebih cenderung berjalan menurut kehendak mereka sendiri. Itu sebabnya kehidupan umat Israel di kerajaan Yehuda penuh ditandai dengan kekacauan, kegelisahan, dan situasi yang gelap. Mereka telah terpuruh tanpa harapan dan tidak lagi mempunyai penolong.

Tapi, sangat ajaib! Di tengah situasi yang kelam dan gelap itu, Allah berkenan menunjukkan anugerah-Nya. Kerajaan Yehuda menerima nubuat dari Allah yang memberi pengharapan yang baru. Kerajaan Yehuda yang sedang terhimpit oleh ancaman dan serbuan tentara Kerajaan Asyur ternyata tidak ditinggalkan Allah. Mereka memang telah berpaling meninggalkan Allah dengan menyandarkan diri kepada kekuatan politik dan militer kerajaan Asyur. Umat Israel juga telah berpaling dengan mencari nasihat roh-roh peramal dan orang mati. Tetapi, kasih setia Allah melampaui segala dosa dan pemberontakan mereka. Allah bertindak menyelamatkan umat-Nya berdasarkan anugerah dan kemurahan-Nya sendiri. Allah mau menyatakan keselamatan-Nya sehingga bangsa yang berjalan di dalam kegelapan melihat terang yang besar dan mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar (Yes. 9:1). Umat Israel yang semula berada dalam kekelaman dan kegelapan memperoleh anugerah Allah sehingga memiliki pengharapan. Terang dari Allah tersebut kelak akan mengubah kesedihan dan penderitaan mereka menjadi sukacita yang besar (Yes. 9:2). Tentunya, nubuat Nabi Yesaya ini memberikan gairah pengharapan yang sama sekali berbeda kepada umat Israel yang semula terpuruk dan menderita. Mereka diajak untuk melihat ke masa depan, yaitu kepada janji Allah yang akan mengaruniakan kepada mereka suatu “sukacita besar”. Zaman eskatologis dengan datangnya Sang Mesias akan ditandai oleh lenyapnya kekerasan dan kekuatan militer. Apabila semula, kondisi perdamaian sering dipertahankan dengan penggunaan kekerasan dan militer, saat datangnya Sang Mesias, perdamaian tidak lagi dipertahankan atau diperoleh dengan kekerasan dan kekuatan militer. Perdamaian yang kekal akan dikaruniakan oleh Allah melalui kelahiran Sang Mesias. Dialah yang akan memutuskan mata rantai kekerasan, kekejaman, dan kejahatan yang selama ini telah membelenggu kehidupan umat manusia.

Di tengah kesuraman hidup dan rasa terluka karena mereka dikhianati oleh Kerajaan Asyur, umat Israel memperoleh penghiburan dan pengharapan dari Allah. Allah menjanjikan datangnya seorang Mesias yang akan lahir dari tengah mereka (Yes. 9:5). Sang Mesias yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya tersebut sangat jelas bukan sekadar seorang tokoh sejarah dan raja duniawi. Dia yang dinubuatkan itu memiliki sifat-sifat ilahi dan wibawa Allah yang menaungi-Nya sehingga Dia dapat menjalankan pemerintahan Kerajaan Allah dalam kehidupan manusia. Selain itu nubuat tersebut mengungkapkan identitas nama dari Sang Mesias, yaitu: Penasihat Ajaib: Sang Mesias memiliki Roh hikmat Allah yang melampaui segala pengertian dan kebijaksanaan manusia sepanjang zaman. Dia memiliki hikmat yang tiada taranya sehingga seluruh dunia akan dipengaruhi oleh hidup-Nya. Jadi, seluruh hidup Sang Mesias dipenuhi oleh pengertian dan kehendak Allah sehingga Dia mampu memerankan diri sebagai Sang Hikmat yang hadir dalam realitas sejarah. Allah yang perkasa: ungkapan gelar ini berlatar belakang dari para pahlawan pada zaman dahulu yang mampu memimpin perang dan memenangkan peperangan secara gemilang sehingga pahlawan itu disebut pahlawan perkasa. Demikian pula sebagai Mesias, Dia akan menjadi pahlawan Allah yang mampu memenangkan “peperangan” dengan musuh utama manusia, yaitu kuasa dosa. Seluruh hidup-Nya dikuasai oleh wibawa Allah yang luar biasa, baik perkataan maupun tindakan-Nya sehingga kuasa dosa dan kegelapan akan takluk di hadapan-Nya. Hanya Dia yang mampu mengalahkan kuasa kegelapan dan dosa yang menguasai dan membelenggu hidup manusia. Bapa yang kekal: dengan karakter-Nya yang khas, Sang Mesias akan menampilkan pemerintahan Allah sebagai Bapa. Ciri utama dari pemerintahan-Nya adalah kasih seorang Bapa. Umat manusia bukan dijadikan “hamba” atau “budak” melainkan sebagai “anak-anak Allah”. Pemerintahan kasih-Nya tidak pernah berkesudahan. Ini sangat berbeda dengan pola pemerintahan dunia yang cenderung didasarkan pada kekerasan dan kekejaman sehingga umumnya terbukti tidak pernah bertahan lama. Raja Damai: kehadiran Sang Mesias sebagai Raja akan menciptakan damai sejahtera dan keselamatan yang utuh bagi seluruh umat manusia. Dalam pemerintahan-Nya, seluruh umat manusia mampu berdamai dengan Allah, sesama dan alam, serta diri mereka sendiri.

Injil Yohanes tidak memulai kesaksian Injilnya dari kelahiran Kristus, tetapi dengan praeksistensi Kristus yang telah berada sejak kekal bersama dengan Allah. Kristus dalam hakikat diri-Nya adalah Firman Allah. Dia telah bersama dengan Allah sejak kekal. Hubungan Allah dengan Kristus merupakan relasi Allah dengan Sabda-Nya (Yoh. 1:1-2). Dengan demikian, Kristus adalah Tuhan, bukan karena Kristus telah berhasil mencapai kesempurnaan sehingga Dia dimuliakan dan menjadi ilahi atau Tuhan, melainkan karena pada hakikatnya Dia adalah Firman Allah yang telah sejak kekal bersama dengan Allah. Dialah yang menciptakan seluruh alam semesta serta sumber segala yang hidup (Yoh. 1:3-4). Dalam wujud inkarnasi-Nya sebagai manusia, Kristus mampu membuktikan diri-Nya sebagai pengejawantahan diri dari Sang Firman. Allah dan Firman-Nya tentunya saling berbeda, tetapi pada saat yang sama Sang Firman itu adalah Allah (Yoh. 1:1).

Di dalam inkarnasi-Nya sebagai manusia, Kristus sungguh berada di dalam sejarah umat manusia, dan Dia berkenan menjadi bagian dari manusia yang senantiasa mengalami pergumulan hidup yang sulit dan penuh penderitaan. Melalui inkarnasi-Nya, Firman Allah sebagai sumber hidup dan terang manusia (Yoh. 1:4-5) masuk dalam sejarah manusia yang gelap, kelam dan tanpa pengharapan akan keselamatan, agar kehidupan umat manusia ditransformasikan dan diperbarui. Kini di dalam inkarnasi Kristus, manusia memiliki pengharapan, jaminan keselamatan, dan hidup kekal. Manusia tidak lagi sendirian berjuang dengan usaha dan pengumpulan amal ibadahnya untuk menyelamatkan diri. Melalui inkarnasi Kristus, Allah telah menyediakan pengharapan dan keselamatan bagi setiap orang.

Kita mengetahui bahwa usaha manusia dengan ritual agama dan amal ibadahnya telah gagal untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, yaitu kehidupan yang lebih berkualitas dan beradab. Justru kini agama-agama telah dijadikan pembenaran untuk melakukan berbagai perbuatan keji, pembantaian, tindakan merusak, dan menghancurkan kemanusiaan. Hakikat manusia yang berdosa membuatnya tidak mungkin mampu berlaku benar di hadapan Allah. Setiap manusia membutuhkan pertolongan dan keselamatan yang dikerjakan sendiri oleh Allah. Itu sebabnya, Allah mengaruniakan Kristus agar melalui kehidupan dan karya Kristus, hidup kita makin diperbarui, dikuduskan, diteguhkan, dan diselamatkan. Alkitab menyatakan bahwa inkarnasi Kristus sesungguhnya merupakan wujud dari kasih karunia Allah yang paling agung (Yoh. 1:16-17). Dengan demikian, hakikat dan makna keselamatan dalam iman Kristen bukan merupakan usaha, hasil perjuangan, dan prestasi rohani manusia, melainkan anugerah Allah. Kristus adalah anugerah bagi seluruh umat manusia. Itu sebabnya dalam inkarnasi-Nya sebagai manusia, Kristus yang ilahi berkenan menjadi daging. Firman itu telah menjadi manusia (Yoh. 1:14). Nilai “kemanusiaan” atau kedirian manusia yang terbungkus oleh daging dan darah tidak lagi ditempatkan sebagai sesuatu yang hina dan rendah. Hidup manusia secara total, fisik, dan rohani diangkat oleh karya Kristus dalam predikat yang mulia sebagai anak-anak Allah.

Kristus berinkarnasi menjadi manusia dan sungguh mengalami berbagai persoalan hidup manusia secara riil dan langsung. Melalui Kristus, Allah rela merasakan penderitaan. Di dalam Kristus, Allah berempati dengan umat-Nya yang sedang menderita serta hidup tanpa pengharapan. Realitas penderitaan, kesedihan, kesakitan, duka cita dan pergumulan manusia bukan sekadar dilihat dan dimengerti Allah, melainkan sungguh ikut dirasakan dan dialami oleh-Nya. Di dalam Kristus Allah berada di tengah setiap orang yang sedang menderita dan hidup tanpa pengharapan. Allah beserta dan tinggal bersama dengan manusia. Allah di dalam Kristus adalah Sang Imanuel. Dengan demikian, inkarnasi Kristus dalam pemikiran dan iman Kristen justru merupakan wujud dari kasih karunia dan keselamatan Allah yang memberikan jaminan hidup kekal dan pengharapan.

III. Refleksi

Jadi, siapakah yang menyambut Bayi Yesus untuk pertama kalinya? Bukan gembala dan orang Majus melainkan pemilik rumah yang menyediakan diri dibuat repot oleh seorang perempuan mengandung dengan tunangannya. Sang perempuan bahkan melahirkan di rumahnya yang sudah penuh sesak. Natal berarti Allah membuka diri bagi manusia berdosa. Natal berarti keramahtamahan Allah ditunjukkan sepenuhnya di dalam Yesus Kristus. Natal berarti Allah percaya bahwa manusia masih bisa diharapkan untuk menunjukkan keramahtamahan kepada sesamanya, sekalipun memiliki konsekuensi-konsekuensi yang merugikan. Di rumah itu, ketika Yesus lahir, keramahtamahan ilahi dan keramahtamahan manusiawi bertemu. Di rumah yang penuh seorang Bayi Kudus lahir. Pada masa kini, bukankah keramahtamahan sudah mulai hilang? Orang membangun rumah besar dengan pagar yang tinggi dan tebal. Asing satu sama lain. Tetangga sudah mulai tidak kenal. Keramahtamahan pada peristiwa Natal ditunjukkan dalam sikap menerima kehadiran Yesus, serta memberi tempat bagi Yusuf dan Maria yang tidak punya tempat tinggal. Lalu, apa arti keramahtamahan bagi kita sekarang? Pertama, sadar bahwa hidup bukan untuk diri sendiri melainkan untuk Allah dan sesama. Kedua, sadar bahwa semua manusia berharga dan dihargai Allah. Ketiga, sadar bahwa semua manusia, sekalipun berharga bagi Tuhan, juga berdosa. Keempat, sadar bahwa yang ada pada kita bukan milik kita melainkan milik Allah yang dipercayakan kepada kita.

Allah kita adalah Allah empati. Empati berarti menyeberangi jurang. Suka orang lain menjadi suka kita; dukanya menjadi duka kita. Allah kita adalah Allah yang berempati dengan manusia, karena Dia bergerak menyeberangi jurang yang lebar dan dalam antara manusia dan Allah. Dia turun ke dunia dan bukan hanya menjadi sama dengan manusia. Ini berita terbesar segala masa. Sementara dunia menganggap Allah begitu jauh, Natal justru menegaskan Dia dekat, bahkan begitu dekat. Itu sebabnya Yohanes 1:14 penting. Dalam ayat ini hanya dikatakan “Firman itu telah menjadi manusia”, tetapi dilanjutkan, “dan diam di antara kita”. Dalam bahasa aslinya, frasa “diam di antara kita” yang dipakai adalah “berkemah di antara kita”. Ketika manusia berziarah di padang gurun yang tandus dan malam pun tiba, para peziarah berkemah. Mereka sekarang berada di tengah-tengah kegelapan yang tergelap. Ilustrasi ini yang dipakai Yohanes ketika ia berkata “Firman itu telah menjadi manusia dan berkemah di antara kita”. Itu sebabnya Yohanes meneruskan pada ayat 14 ini, “dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”. Di dalam kemah yang diselubungi kegelapan, Terang diberikan. Allah tidak menawarkan Terang itu dari surga yang jauh dan mengundang manusia berusaha menjangkau walau sudah pasti tidak akan mungkin meraihnya. Terang itulah yang kini turun, menerobos pekatnya dosa dan memasuki tenda hidup kita. Itu sebabnya pada ayat 5-9 ditegaskan bahwa Firman yang menjadi manusia itu adalah terang yang menerobos tenda kemanusiaan yang gelap. Pertanyaannya, mengapa Allah mau menjadi manusia? Saya sebagai penulis bahan sermon ini tidak mampu menggambarkan betapa besar kasih Allah. Alkitab sudah cukup memenuhi halaman tulisannya dengan gambaran kasih Allah. Saya tidak mampu lebih baik lagi menggambarkan kasih Allah. Namun, yang terpenting sekarang ada dua hal. Pertama, sudahkah kita menyediakan ruang hati kita untuk menerima kasih Allah? Sudahkah kita mengizinkan Bayi Kudus itu berkemah dalam sudut hati kita yang paling gelap? Kita sudah terlalu lama hanya berusaha memahami dan mengerti makna kasih Allah, tetapi gagal untuk merasakan dan mengalaminya. Kasih Allah pertama-tama bukan untuk dimengerti, melainkan dialami. Kedua, ketika kita sudah mengalami kasih Allah, apa yang berubah dalam hidup kita? Sudahkah pola kasih Allah mengubah cara pola pikir, hati dan sikap hidup kita? Sudahkah empati Allah juga menjadi empati kita?

 

Pdt. Andreas Pranata Meliala-GBKP Cibinong

 

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD