MINGGU 19 JUNI 2022, KHOTBAH ROMA 10:1-4
Invocatio :
Mazmur 143:10
Bacaan :
Mazmur 105:1-6
Tema :
Dibata Ngerembakken Manusia Kempak DiriNa / Allah Mendekatkan Manusia kepada DiriNya.
Pendahuluan
Syalom, salam sejahtera bagi kita sekalian, saudara-saudaraku yang terkasih di dalam Kristus, kita bersyukur hari ini kita kembali bersama-sama bersekutu dan beribadah untuk memuliakan Tuhan, minggu ini kita kembali merenungkan makna keselamatan yang telah dikaruniakan Allah bagi kita di dalam Tuhan kita Yesus Kristus.
Setiap agama mengajarkan jalan keselamatannya masing-masing, hal inilah yang menjadi dasar pengajaran dan landasan iman dalam menjalankan kehidupan beragama. Oleh karenanya sebagai umat Kristen kita harus benar-benar memahami pengajaran yang benar tentang keselamatan itu dan hidup didalam keselamatan itu sendiri. Pengetahuan yang benar tentang keselamatan itu akan menentukan tindakan dalam menjalani kehipan sebagai umat beragama. Pada renungan khotbah minggu ini kita akan melihat bagaimana pengalaman iman Rasul Paulus dari seorang anti Kristus menjadi Rasul dan pengajaran yang disampaikannya kepada jemaat di Roma.
1. Dari Anti Kristus menjadi Pengikut Kristus
Saudara-saudara yang terkasih, Saulus (Paulus) adalah seorang yang sangat taat menjalankan undang-undang taurat karena sejak kecil dia sangat disiplin belajar dan menjalankan undang-undang taurat kemudian menjadi seorang anti-Kristus karena meyakini bahwa diluar dari agama Yahudi adalah sebuah penistaan dan kejahatan diadapan Allah, sehingga dia sangat bersemangat dalam menganiaya jemaat (Flp. 3:6a). Karena semangat yang tidak tepat inilah Paulus menjadi seorang penganiaya yang ganas (1Tim. 1:13). Dia dahulu menganggap orang-orang Kristen sebagai penghujat Allah. Kenyataannya, justru dia sendiri yang menjadi seorang penghujat (1Tim. 1:13).
2. Memiliki pengertian yang benar.
Orang Yahudi adalah umat yang sangat patuh menjalankan undang-undang agama, dan sungguh-sungguh menjaga dan menjalankan perintah agama, namun mereka tidak memiliki pengertian yang benar tentang kebenaran Allah, Paulus mengingatkan jemaat bahwa Inti kesalahan bangsa Yahudi terletak pada: "mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah" (10:3c). Sikap ini disebabkan oleh dua hal: "mereka tidak mengenal kebenaran Allah" dan “mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri”. Hati yang tidak takluk kepada Allah disebabkan oleh pikiran yang tidak tunduk pada firman Allah.
Semua aktivitas relijius yang mereka lakukan bahkan ditujukan untuk memperoleh kebenaran dari Allah. Mereka berupaya sedemikian rupa supaya layak diperhitungkan sebagai orang yang benar di hadapan Allah. Permasalahannya, kebenaran seperti ini bukanlah "kebenaran Allah". Kebenaran dari Allah diterima melalui iman dan sejak zaman Abraham, Allah sudah menetapkan bahwa pembenaran dari Allah didasarkan pada iman.
Jika "kebenaran Allah" diperoleh melalui iman, hal itu bukan merupakan hasil usaha manusia, Pembenaran melalui iman adalah anugerah, sedangkan pembenaran melalui kesalehan adalah upah. Keduanya bersifat eksklusif. Karena itu, usaha bangsa Yahudi untuk “mendirikan kebenaran mereka sendiri”, berkontradiksi dengan pembenaran melalui iman. Ini tidak takluk pada kebenaran Allah.
Mengapa mereka sampai tidak mengenal kebenaran Allah dan ingin mendirikan kebenaran mereka sendiri? Akar persoalan diterangkan di 10:4. Mereka tidak mengerti maupun meyakini bahwa "Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya".
3. Kristus adalah kegenapan Hukum Taurat.
Kehadiran Yesus Kristus di dunia ini bukanlah menghapuskan hokum taurat, namun untuk menggenapinya, Apakah yang dimaksud dengan "kegenapan hukum Taurat": (yun:telos nomou)? Para penafsir Alkitab memberikan pendapat yang berlainan. Keragaman pandangan ini sangat bisa dipahami. Baik kata telos (“kegenapan”) maupun nomos ("Hukum Taurat") memiliki jangkauan arti yang beragam. Lebih jauh, bagaimana kita menafsirkan yang satu akan mempengaruhi penafsiran kita terhadap yang lain.
Kata telos bisa berarti kegenapan akhir, atau tujuan. Mayoritas penerjemah Alkitab mengambil arti yang kedua. Pilihan mayoritas ini tampaknya memang didukung oleh konteks. Di ayat 2-3 Paulus sudah menyinggung kekeliruan bangsa Yahudi yang menggunakan Taurat untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri. Di ayat 4 Paulus menyatakan bahwa mereka yang percaya kepada Kristus berhenti menggunakan Taurat untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri". Iman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mengakhiri usaha sia-sia yang dilakukan oleh orang-orang berdosa guna meraih kebenaran di hadapan Allah.
Tidak lupa di akhir ayat 4 Paulus mempertentangkan antara pembenaran melalui Taurat dan iman ("sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya"). Keduanya memang tidak dapat berjalan beriringan.
Dengan demikian, di mata Paulus, upaya bangsa Yahudi bukan sekadar tidak sempurna atau tidak lengkap, sehingga perlu ditambahkan iman kepada Kristus. Upaya mereka benar-benar salah, tidak peduli betapa bersemangat mereka melakukan hal tersebut. Tidak peduli seberapa besar kesungguhan mereka. Ketulusan dan kesungguhan harus disertai dengan kebenaran. Kesalahan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh berarti sungguh-sungguh salah.
Renungan- Refleksi
Melalui pengajaran yang kita renungkan melalui khotbah minggu ini kita diingatkan bahwa keselamatan itu bukanlah rancangan manusia, namun rancangan Allah sendiri. Keselamatan itu adalah anugerah yang sangat besar yang telah dikaruniakanNya bagi kita, hanya - Dialah yang sanggup untuk mendatangkan keselamatan itu dan semua itu dianugerahanNya karena kasihNya yang besar bagi manusia.
Kekeliruan yang dilakukan oleh bangsa Yahudi pada zaman Paulus bisa saja terjadi pada orang-orang Kristen sekarang. Sebagian orang yang rutin beribadah dan menganggap kerajinan itulah yang menjamin keselamatan mereka. Sebagian lagi mengukur kerohanian berdasarkan keaktifan dalam pelayanan. Ada pula yang baru merasa layak di hadapan Allah jika menjalani kehidupan yang saleh. Yang lain meyakini bahwa kasih Allah bisa berkurang atau bertambah, tergantung sikap kita kepada-Nya. Tidak sedikit pula yang beranggapan bahwa korban Kristus di kayu salib baru sempurna jika ditambahi kesalehan kita, Semua sikap ini merupakan penghinaan terhadap penebusan Kristus, Apa yang Dia lakukan sudah genap, Sempurna Tidak perlu ditambah apa-apa. Semua kebaikan dan kesalehan kita sama sekali tidak akan mempengaruhi kesempurnaan kebenaran di dalam Kristus bagi kita. Semua itu hanyalah perwujudan, bukan persyaratan bagi kebenaran di hadapan Tuhan. Amin
Pdt Togu Parsadaan Munthe M.Th.MM