Minggu 25 Agustus 2019, Khotbah Matius 17:14-18
Invocatio :
“Ayah seorang yang benar akan bersorak-sorak; yang
memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita karena dia.” (Ams. 23:24)
Ogen :
Ayub 1:1-5 (Tunggal)
Tema :
“Bapa yang Pengasih”
Pendahuluan
Setiap orangtua tentunya mengasihi anak-anaknya dengan sangat. Hal ini terlihat bagaimana orangtua berjuang dan berusaha agar seluruh kebutuhan anaknya tercukupi, bahkan semuanya yang diinginkan anaknya dapat diperolehnya. Pertanyaannya apakah dengan memberikan semua yang diinginkan anak adalah baik? Atau cukupkah dengan setiap hari kita berjerih lelah bekerja agar dapat meninggalkan sebidang tanah untuk masa depannya yang baik kelak?
Pembahasan
Injil Matius sarat dengan makna melakukan, yakni melakukan kehendak Bapa. Tidak jarang Yesus menegur/menentang gaya hidup orang-orang Farisi dan guru-guru agama yang sesungguhnya semu (tidak nyata, berpura-pura). Mereka tampil baik, namun sesungguhnya hati mereka jauh dari perbuatan mereka. Padahal iman dan perbuatan itu sejatinya adalah bersama.
Perikop Matius 17:14-18 berbicara tentang seorang laki-laki yang mendapatkan Yesus dan bersujud meminta kepada Yesus agar anaknya yang sedang sakit ayan dan menderita disembuhkan oleh Yesus. Ia juga menyatakan telah membawa anaknya kepada murid-muridNya tapi mereka tidak mampu menyembuhkannya. Setelah menegur murid-muridNya, Yesus menegur anak itu, lalu keluarlah setan daripadanya, sembuhlah ia.
Menarik bahwa dari kisah ini, ditemukan seorang ayah yang mengasihi anaknya. Kasihnya terlihat dari usahanya untuk mendapatkan kesembuhan anaknya. Pada pihak yang lain, kabar Yesus yang semakin cepat berkembang dikarenakan pengajaran dan mujizat yang IA lakukan. Tentu ayah tersebut berusaha mencari berita, dan menemui murid-murid. Akan tetapi, karena murid-murid tidak dapat menyembuhkan anaknya, ia berusaha menemui Yesus dan menyembahNya agar anaknya memperoleh kesembuhan. Hal ini dilakukannya, karena ia sungguh mengasihi anaknya dan merasakan kesakitan yang dirasakan anak itu – anaknya telah berulang kali masuk ke dalam api dan air. Melalui kisah seorang ayah tersebut, beberapa hal yang dapat diperhatikan bahwa: 1) kasih itu harus terlihat dari yang kita lakukan – bukan semu. 2) ayah yang berempati, merasakan sakit dan penderitaan anaknya, sehingga apapun dilakukannya untuk kesembuhan anaknya.
Demikian pula halnya dengan Ayub, seorang yang jujur dan saleh, takut akan Tuhan, dan seorang yang memiliki kekayaan yang berlimpah. Ia memiliki tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Anak-anaknya biasa melakukan pesta secara bergantian di rumah mereka – makan dan minum bersama. Setiap hari perta telah berlalu, Ayub memanggil anak-anaknya dan menguduskannya, serta keesokan harinya, pagi-pagi Ayub langsung membuat korban bakaran sejumlah anak-anaknya kepada Tuhan – kemungkinan anak-anaknya telah berbuat dosa kepada Tuhan.
Melalui kisah ayub juga kita menemukan seorang ayah yang mengasihi anaknya; 1) Takut akan Tuhan dan tidak mengandalkan kekayaan materi yang ada padanya. 2) senantiasa mengajarkan anak-anaknya; 3) rendah hati dan berhati-hati dalam mendidik anaknya.
Sesuai tema saat ini “Bapa yang Pengasih/penuh kasih”, melalui bahan khotbah dan bacaan ditujukkan bagaimana seharusnya bapa yang penuh kasih, yaitu bapa yang takut akan Tuhan, rela berkorban kepada anaknya, tidak mengutamakan kekayaan kepada anaknya, serta senantiasa mengajarkan takut akan Tuhan kepada anaknya. Inv: Ayah seorang yang benar akan bersorak-sorak; yang memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita karena dia. Karena anak yang takut akan Tuhan adalah kebanggan orangtua.
Oleh karena itu, minggu ini merupakan minggu mamre/Bapa (HUT mamre 24 tahun), mengajak semua orangtua, khususnya mamre agar dapat menyatakan kasih bukan hanya dengan ucapan, tapi dari hati/pikiran, perbuatan, yang terlihat sebagai pengajaran/teladan sehari-hari kepada seluruh anggota keluarga.
Pdt. Iswan Ginting
GBKP Runggun Pondok Gede