KAMIS, 29 MARET 2018 (KAMIS PUTIH), KHOTBAH MATIUS 26:38-42
Invocatio :
"Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. PeluhNya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah." (Lukas 22:44)
Bacaan :
Yohanes 18:1-9.
Thema :
"Bukan Kehendak-Ku Tetapi Kehendak-Mu-lah Yang Jadi"
Kata Pengantar.
Di dalam 1 Petrus 4:12, Petrus menasehati jemaat tentang arti penderitaan "...janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu". Kemudian Yakobus menghadapi jemaat yang sama penderitaannya dengan jemaat yang dilayani Petrus menasehatkan "Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan". (Yak. 1:3). Masih banyak nasehat-nasehat di dalam Alkitab yang mengajak orang percaya bertahan di dalam iman ketika menghadapi kesukaran, penderitaan, kesedihan dan ketakutan. Tuhan tidak pernah menghapuskan penderitaan, pergumulan dari dunia dan hidup orang percaya. Tuhan tidak membunuh iblis dan membuangnya dari dunia, tapi mengusirnya seperti pada peristiwa pencobaan iblis kepada Yesus sesudah Ia di baptis. Tuhan tidak meniadakan dosa dan pengaruhnya (kekuatannya) dari dunia tapi Tuhan menebus dosa dari hidup orang percaya, tapi bukan berarti meniadakan "akibat dosa" yaitu penderitaan dan pergumulan dari orang percaya. Yang dikehendaki Tuhan dan yang dilakukanNya bagi orang percaya; supaya orang percaya menerima pergumulan, penderitaan, kesedihan dan ketakutan sebagai ujian bagi imannya dan menang mengakhiri penderitaannya unruk membuktikan kesetiaannya dan ketekunannya. Tuhan memberi kekuatan di dalam janjiNya dan panggilanNya bahwa Ia senantiasa menyertai anak-anakNya.
Pembahasan.
Adakah orang yang siap sedia menerima berita jika kepadanya diberitahukan "Di dalam waktu dekat kamu akan mati dan jalan kematianmu sangat tragis dan sadis dengan cara penyiksaan berat". Pastilah orang yang menerima berita tersebut sangat terkejut, terpukul orang dan hatinya akan diliputi kesedihan yang mendalam serta ketakutan dalam membayangkan penderitan berat yang akan dialaminya. Pastilah tidak mudah bagi seseorang pasien yang sakit kanker stadium akhir jika dokter menjelaskan bahwa umur hidupnya diperhitungkan tinggal satu bulan saja. Pastilah kesedihan sangat meliputinya, walaupun jalan kematiannya bukan dengan jalan penderitaan berat.
Kepada Yesus; jalan kematian yang akan dialaminya sudah diberitakan jauh jauh hari "Dia dianiaya..., seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian, seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya..." (Yesaya 53:7). Menghadapi saat-saat jalan salib yang tragis, sadis dan mengerikan itu semakin mendekat menghampiriNya, tentu saja membuat Yesus sedih dan gentar menghadapinya. (Kesedihan Yesus itu bukan sandiwara, sesuatu yang dibuat-buat; seperti ada pendapat yang mengatakan Allah tidak mungkin menderita. Allah memang tidak mungkin menderita tapi Allah yang menjadi manusia, yaitu Yesus adalah manusia sepenuhnya dapat bersedih dan gentar karena penderitaan salib). Perasaan sedih dan gentar bukanlah dosa, dan perasaan Yesus tersebut bukti bahwa Ia adalah manusia sepenuhnya. Sedih dan gentar yang dialami Yesus sangat dalam di jelaskan dengan perkataanNya "HatiKu sangat sedih seperti mau mati rasanya". Sepertinya dengan ucapan Yesus tersebut Alkitab hendak menjelaskan bahwa tidak ada kesedihan yang lebih dalam dan berat dari kesedihan yang dialami Yesus. Yesus mengalami penderitaan jiwa yang sangat dalam.
Semua orang pada umumnya akan merasa sedih bila menghadapi perpisahan, apalagi perpisahan karena kematian. Siapapun manusia normal akan ngeri menghadapi penyaliban apalagi orang orang pada jaman Yesus umumnya mereka sudah melihat ngerinya menghadapi penyaliban dan hinanya kematian disalibkan sebab dipertontonkan. Apabila hukuman mati dengan jalan salib disebabkan kesalahan sendiri dan jika yang dihukum tersebut belajar menerimanya mungkin hukuman salib tidaklah terlalu menyakitkan. Tapi kepada Yesus penetapan hukuman mati dengan jalan salib itu bukanlah karena kesalahanNya, tapi hukuman karena dosa dan kesalahan manusia dan dunia yang ditanggungkan kepadaNya. Tanpa berbesar hati dan pengampunan tidak mudah Yesus dapat menerima kenyataan tersebut. Untuk itu Yesus berjuang menerimanya, Ia perlu waktu merenungkannya dan mempertimbangkannya, karena itu Ia memisahkan diri dari murid-muridNya dan berdoa mendekat kepada Bapa, seperti biasa dilakukanNya di dalam pelayanan.
Mengetahui beratnya penderitaan yang akan di hadapiNya, Yesus tidak menghindarinya, meskipun ada kesempatan untuk lari atau mengingkarinya. Kematian di atas kayu salib adalah kematian yang paling hina (menurut pemahaman orang Yahudi) dan yang paling bodoh (menurut pemahaman orang Yunani) tapi meski berat menerima kenyataan tersebut Yesus tidak mungkir dari panggilanNya. Ia mempersiapkan diri supaya Ia sepenuhnya siap menghadapinya dan menjalaniNya.
Ketika rasa sedih yang mendalam dan kengerian jalan salib membayangi Yesus maka sesungguhnya pada saat itu penderitaan jalan salib sudah dialami Yesus, sudah dimulai di dalam diri Yesus. Sudah biasa di dalam pelayananNya Yesus mengandalkan doa, tetapi menghadapi jalan salib itu Yesus berdoa tidak seperti biasanya. Menimbang beratnya penderitaan salib itu Yesus memohonkan kepada Allah Bapa sekiranya bisa cawan itu di lewatkan daripadaNya, tapi Yesus telah menunjukkan sikapnya "Ya Bapa-Ku jika cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendakMu". (Mat. 26:42). Lukas memberitakan ketika Yesus berdoa, Ia sangat ketakutan dan makin sungguh-sungguh berdoa. Peluhnya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah". (Luk. 22:44). Tidak ada pilihan lain, Yesus harus menerima jalan salib. "Jadilah kehendakMu" bukan sikap pasrah "terserah Allah sajalah!" Melainkan sikap berserah "Aku siap melaksanakan perintah Allah dan setia mengikuti ketetapan Allah!" Yesus ingkar diri dan siap pikul salib. Yesus berdoa dengan sungguh-sungguh bukan memaksakan kehendakNya, bukan sekedar seruan-seruan permohonanNya, tapi Yesus berdoa mendengarkan apa yang diperkatakan Allah, mau memahami apa kehendak Allah.
Yesus mengajak kesebelas muridNya ( sebelas sebab Judas Iskariot telah pergi berhianat) ke taman Gesemani. Di taman Itu Yesus mengajak Petrus, Yakobus dan Yohanes bersamaNya lebih ke tengah taman dan murid Yang lain menunggu di tempat yang lain. Dalam menghadapi kesedihan itu Yesus mengajak murid-muridNya ikut merasakannya, berjaga-jaga (dan tentunya juga supaya mereka berdoa untuk diri meteka masing-masing supaya mereka tidak jatuh) apabila saat penyiksaan itu tiba. Di dalam kitab Lukas dituliskan tegoran Yesus kepada murid-muridNya " Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan". (Luk. 22:40). Yesus mengandalkan Petrus, Yakobus dan Yohanes mendukungNya berdoa, dan sebagai saksi dari semua kesedihan yang dialamiNya. Tapi setelah satu jam Berdoa, Yesus mendapati mereka tertidur. Hal tersebut terjadi sampai tiga kali. Sikap murid-murid tidur tentunya menambah pergumulan dan kesedihan Yesus. Para murid tidak sanggup melawan kehendak dagingnya, melawan rasa ngantuknya sehingga mereka sudah merusak pertemanan dengan Yesus dan penghormatan serta kesetiaan murid kepada Guru. Para murid telah gagal ujian iman di taman Getsemani. Pada saat ketiga kalinya Yesus kembali dari berdoa kepada murid-muridNya Yesus tetap mendapati mereka tidur dan Yesus berkata "Tidurlah sekarang dan istirahatlah". Perkataan Yesus itu mempunyai arti bahwa ke tiga murid-murid itu telah menyia-nyiakan kesempatan yang sangat berarti di dalam penderitaan Yesus, kesempatan itu sudah habis, mereka telah menggagalkan dirinya menjadi murid yang dipilih Yesus lebih khusus. Ke tiga murid itu tidak ada bedanya dengan ke delapan murid yang lain, mereka "tidur". Yesus harus menghadapi sendiri kesedihan dan beban berat jalan salib.
Kesedihan Yesus bukan hanya tentang penderitaan di jalan salib yang akan dialamiNya tapi juga Yesus masih harus berjuang untuk kesiapan iman murid-muridNya. (Secara perhitungan manusia kalau kita renungkan dengan keadaan kualitas iman murid-murid seperti pada saat Yesus berdoa itu maka mereka tidak akan kuat dan tangguh meneruskan misi penginjilan). Mungkin karena itulah Yesus telah mendoakan murid-murid yang di utusNya serta orang-orang yang menjadi percaya karena penginjilan mereka. (Bd. Yoh. 17:20).
Refleksi
Rela berkorban bukan hanya sekedar tekad atau pengakuan, tetapi harus menjadi perbuatan ketika saatnya tiba, tetap setia meski menakutkan dan menyakitkan. Jalan yang di tetapkan Tuhan harus di jalani sesuai kehendakNya supaya bermakna dan bernilai seperti yang dikehendaki Tuhan. Karena itu rupa-rupa pergumulan di dalam dunia akan tetap ada dan pergumulan di dalam kehidupan orang percaya tidak akan ditiadakan Tuhan, sebab penderitaan penderitaan itu tujuannya untuk melatih orang percaya berdiri kokoh di dalam Tuhan. Penderitaan-penderitaan tujuannya juga untuk membuktikan kepada dunia tentang kesetiaan dan kokohnya orang percaya. Melalui penderitaan-penderitaan yang menimpa kehidupan orang percaya berguna untuk "melatih" orang percaya peduli kepada sesama, rela berkorban. (Tidak tertidur seperti murid-murid Yesus ketika melihat Yesus di dalam kesedihan).
Penderitaan yang dialami Yesus seharusnya juga menjadi pergumulan murid-murid, sehingga mereka semakin bersatu, sehati, berjuang bersama-sama memberi dukungan kepada Yesus supaya Yesus lepas dari kesedihan dan penderitaanNya. Tapi yang terjadi kehendak daging, kelemahan tubuh telah mengalahkan sikap juang para murid. Bagaimana dengan kesetiaan kita mendukung teman di dalam penderitaannya dan bagaimana jika anda yang menghadapi penderitaan itu apakah anda akan mengandalkan manusia? Kelihatannya orang yang mengandalkan manusia akan kecewa, maka mari kita belajar kepada Yesus di dalam menghadapi kesedihan dan penderitaanNya mengandalkan doa kepada Allah Bapa dan mendapat kepastian serta setia kepada jalan Tuhan dan mengucapkan doa seperti doa Yesus "Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendakMu!"
Di dalam penderitaan, kesedihan dan ketakutan berdoalah menyampaikan permohonan kelepasan tapi dengarkan juga kehendak Allah. Berdoa bukan hanya si pendoa berkata-kata menyampaikan harapannya tapi ia juga harus "mendengarkan dengan imannya" suara Allah kepadanya. Pendengaran akan suara Allah itu yang membawa orang percaya di dalam pergumulannya dapat memahami dan menerima maksud Allah kepadanya. Sehingga walaupun penderitaan tidak di ambil dari padanya, walaupun penyakit tidak sembuh atau bahkan semakin berat, walaupun kesulitan ekonomi belum dapat di tanggulangi dll tapi jika dapat mengerti maksud Allah dan dapat menerima jalan yang di tetapkan Allah maka akan semakin besar kestiaan mengikut Allah.
Pdt. Ekwin Ginting
GBKP Rg. Sitelusada