Khotbah Minggu 20 Agustus 2017
KHOTBAH MINGGU TANGGAL 20 AGUSTUS 2017
(MINGGU X KENCA TRINITAS/MINGGU MAMRE GBKP)
Invocatio : “Biarlah kuambil sepotong roti, supaya tuan-tuan segar kembali , kemudian bolehlah tuan-tuan meneruskan perjalanannya, sebab tuan-tuan telah datang ke tempat hambamu ini. Jawab mereka: Perbuatlah seperti yang kau katakan itu.” (Kejadian 18:5b)
Bacaan : Rut 2 : 14 – 19 (Tunggal)
Khotbah : Lukas 10 : 30 – 37 (Tunggal)
Tema : “Melayani Suatu Kehormatan”(Ngelai E Sada Kehamaten)
- PENDAHULUAN
Ibu Teresia dari Kalkuta sebuah teladan pembawa dan cermin kasih Allah. Dia menerima panggilan Allah untuk melayaniNya dalam diri orang-orang termiskin. Dengan cara yang sederhana yaitu merawat orang yang sakit dan yang hampir mati yang ditemuinya di sepanjang jalan di Kalkuta. Ia melayani Yesus dalam diri kaum miskin. Merawatnya, memberi makan dan pakaian dan mengunjunginya. Kita melihat dalam diri Ibu Teresia bahwa ia tumbuh dalam cinta kepada Yesus. Ia berkata : “untuk melakukan hal ini kita harus terus mencintai dan mencintai, memberi dan memberi, hingga cinta itu melukai diri kita”. Itulah jalan yang dilakukan Tuhan Yesus.
- PENDALAMAN TEKS
Ada dua episode penting dari teks ini, keduanya memiliki struktur pertanyaan, dan pernyataan dengan pola yang hampir sama. Diawali dengan sebuah pertanyaan ujian dari seorang ahli taurat di ayat 25 tentang “yang harus dilakukan untuk memperoleh hidup yang kekal”, diikuti kemudian dengan pertanyaan balik Yesus kepadanya tentang “hukum yang pertama dan terutama” dalam hukum Yahudi. Setelah menjawab dengan benar pertanyaan Yesus itu, dilanjutkan kemudian dengan episode kedua, yaitu pertanyaan ahli taurat kepada Yesus tentang “siapakah sesamanya”, dan tanggapan Yesus diungkapkan melalui perumpamaan ini. Perumpamaan ini diakhiri dengan sebuah pertanyaan Yesus kepada ahli taurat untuk menarik kesimpulan tentang “siapakah sesama” yang dimaksud. Dengan kata lain, melalui perumpamaan ini,Yesus membiarkan ahli taurat untuk menjawab sendiri pertanyaannya sebelumnya kepada Yesus tentang siapakah sesamanya itu. Dan Yesus menutup dialog mereka itu dengan mengatakan “pergilah dan perbuatlah demikian” (Ay. 37b).
Dua pihak yang sebenarnya memiliki hubungan yang sangat tidak harmonis, ditampilkan sekaligus dalam kisah ini, yaitu orang Yahudi (dalam hal ini imam dan orang Lewi), dan orang Samaria (dalam hal ini penolong orang yang dirampok tersebut). Dan orang yang bertanya adalah orang Yahudi (ahli Taurat, unsur pimpinan dalam masyarakat/agama Yahudi).
Pada zaman Yesus, terutama pada zaman pembaca tulisan Lukas, jalan ke Yerikho merupakan sesuatu yang sangat berbahaya. Pada abad pertama, jalan ke Yerikho terkenal sebagai jalan atau tempat yang paling berbahaya. Jaraknya cukup jauh, sekitar 17 mil (lebih dari 27 km). Tidak hanya itu sepanjang jalan adalah hutan belantara (wilderness) dan gua-gua dimana orang dapat bersembunyi tidak ada perlindungan bagi siapapun yang melewati jalan itu, tidak ada tenaga keamanan di jalan pada saat itu. Gerombolan perampok tinggal di gua-gua tersebut dan siapapun melewati jalan itu adalah sasaran empuk mereka, dan umumnya si korban ditinggalkan begitu saja dalam kondisi terluka parah. Konteks geografis seperti inilah yang dipakai Yesus dalam perumpamannya untuk menggambarkan peristiwa perampokan dan bagaimana orang Yahudi maupun orang Samaria menunjukkan “perhatian” (care) terhadap si korban. Ada beberapa alasan iman tidak mau membantu orang yang nyaris mati itu. Seandainya ia membantu, secara otomatis ia menjadi najis. Untuk menjadi tahir kembali, ia harus menjalani upacara khusus selama seminggu dan tidak boleh mengikuti kegiatan keagamaan bersama umat lain (ay. 31-32).
Tindakan belas kasihan orang Samaria yang diceritakan dalam ayat 33-35 sungguh ironis. Sebab dimata bangsa Yahudi , orang Samaria bukan “sesama”. Namun justru orang Samarialah membuktikan dirinya sebagai sesama bagi orang yang dirampok. Ia lebih memahami kehendak Allah daripada para wakil resmi agama Yahudi.
Siapakah siantara ketiga orang ini “..sesama manusia...”, ahli hukum tidak menjawab, “Orang Samaria itu!,” melainkan “dia yang menunjukkan belas kasihan”.(ay. 36-37).
Rut adalah seorang wanita Moab, menantu Naomi. Dalam pemeliharaan Allah, Rut menjumpai Boas, seorang sanak saudara Elimelekh yang kaya raya. Boas menawarkan jelai yang baru disangrai sampai dia kenyang , dan masih ada sisanya bahkan cukup untuk diberikan kepada Naomi setelah dia pulang (2:18). Boas memerintahkan dia untuk memungut juga di antara berkas-berkas,sedangkan hukum hanya menyebut di pinggir ladang. Boas bahkan memerintahkan pekerja-pekerjanya utuk “sengaja menarik sedikit-sedikit dari onggokan jelai itu untuk dia”, sehingga Rut bisa mendapat lebih banyak. Tanggapan Boas dengan kemurahan hati jauh melebihi tuntutan hukum.
- APLIKASI
Perumpamaan ini menekankan bahwa dalam iman dan ketaatan yang menyelamatkan terkandung belas kasihan bagi mereka yang membutuhkan. Panggilan untuk mengasihi Allah adalah panggilan untuk mengasihi orang lain. Orang percaya seharusnya mewujudnyatakan kepedulian atau perhatian bagi siapapun yang membutuhkan, yang tidak dibatasi oleh sekat-sekat apapun. Kasih, kepedulian, perhatian, kepekaan dan empati kepada mereka yang membutuhkan haruslah menempati tempat yang penting dalam kehidupan orang percaya.
- Hidup baru dan kasih karunia yang Kristus karuniakan bagi mereka yang menerima Dia akan menghasilkan kasih, rahmat dan belas kasihan bagi mereka yang tertekan dan menderita. Semua orang percaya bertanggung jawab untuk bertindak menurut kasih Roh Kudus yang ada dalam diri mereka dan tidak mengeraskan hati mereka.
- Mereka yang menyebut dirinya Kristen namun hatinya tidak peka terhadap penderitaan dan keperluan orang lain, menyatakan dengan jelas bahwa di dalam diri mereka tidak terdapat hidup kekal