MINGGU 08 SEPTEMBER 2024, KHOTBAH 2 TIMOTIUS 2:20-26

Invocatio :

Semoga anak-anak lelaki kita seperti tanam-tanaman yang tumbuh menjadi besar pada waktu mudanya; dan anak-anak perempuan kita seperti tiang-tiang penjuru, yang dipahat untuk bangunan istana! (Masmur 144:12).

Bacaan :

Keluaran 33:7-11 (Tunggal)

Tema :

Melakukan KEHENDAK ALLAH/ NDALANKEN SINGENA ATE TUHAN

 

 

I. KATA PENGANTAR

Persadaan Man Anak Gerejanta (PERMATA GBKP) adalah salah satu persekutuan kategorial bagi Pemuda GBKP. Kehadiran PERMATA GBKP ditengah-tengah GBKP adalah sebagai tanda kasih setia Allah terhadap kesinambungan gerejaNya ditengah-tengah dunia ini. PERMATA GBKP juga merupakan jemaat kini dan masa yang akan datang yang senantiasa harus mempersiapkan diri dan berusaha memahami panggilan bersaksi, bersekutu dan melayani dari Tuhan Allah terhadap dirinya masing-masing agar mereka mewujudnyatakan Kehendak Allah ditengah-tengah gereja, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Nas khotbah kita hari ini mengajarkan tentang surat Rasul Paulus yang kedua kepada Timotius. Is surat Rasul paulus kepada Timotrius dalam surat yang kedua ini lebih banyak tentang nasehat kepada Timotius sebagai orang muda yang dipakai Tuhan menjadi kawan sekerja Paulus dalam pelayanan.

Isi pokok pengajaran atau nasehat Paulus kepada Timotius adalah tentang ketabahan dan kesabaran. Paulus tetap menasehati dan mendorong Timotius agar tetap tekun bersaksi tentang Yesus Kristus, tetap memegang teguh pengajaran tentang berita keselamatan, supaya tetap menjalankan tanggungjawabnya sebagai seorang guru dan mengabarkan berita keselamatan sekalipun harus menghadapi penderitaan dan perlawanan dari orang banyak.

Paulus menasehati Timotius agar Timotius meneladani kehidupan Paulus dalam hal iman, kesabaran, kasih, ketabahan, dan dalam penderitaannya ketika dikejar-kejar karena memberitakan Injil.

Hal ini disampaikan Paulus kepada Timotius karena Timotius menghadapi persoalan yang tidak mudah dalam pelayanannya. Ia berhadapan dengan para pengajar sesat yang suka bersilat lidah dan mengacaukan (14), suka omongan kosong, dan hidup penuh kefasikan (16-18). Paulus menasihatkan Timotius agar berusaha menjadi pekerja Kristus yang pantas sehingga para pengajar sesat itu tidak menemukan celah untuk menjatuhkan Timotius dan mencemarkan nama Tuhan.

Dalam rangka menjadi pekerja Kristus yang layak, Paulus menasihatkan dua hal kepada Timotius, yaitu: Pertama, bijak dalam perkataan (14-19, 23-26). Artinya, tidak malu memberitakan kebenaran (15), tidak mempertengkarkan hal-hal yang tidak layak (23-24), dan melayani dengan kelemahlembutan (25). Kedua, menjaga kesucian (20-22) dengan menjauhi nafsu, mengejar keadilan, kesetiaan, kasih, dan kedamaian (22). Perhatikan bahwa di tengah peliknya persoalan yang ditimbulkan oleh para pengajar sesat di Efesus, Timotius didorong untuk menghadapi mereka dengan bijaksana dan tidak dengan kekerasan (25). Meski ada beberapa orang yang dengan jelas telah menyimpang dari kebenaran (17-18), namun Paulus menasihatkan Timotius untuk menghadapinya dengan lemah lembut (25). Dengan demikian, mungkin saja Tuhan memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan mengenal kebenaran yang sejati. Orang-orang itu dapat tersesat akibat jerat Iblis yang menjerumuskan mereka (26). Paulus kemudian menggunakan sebuah metafora untuk menjelaskan tentang pelayanan. Pelayanan Tuhan diumpamakan sebagai sebuah rumah besar dengan beragam jenis perangkat: ada yang mulia, terbuat dari perak dan emas, juga ada yang kurang mulia, terbuat dari kayu dan tanah liat (ayat 20). Sebagai penjelasan tentang metafora itu, Paulus menyatakan bahwa Allah sebagai pemilik semua perangkat itu akan menggunakan perangkat-perangkat yang mulia untuk tujuan yang mulia, asal mereka memang membuktikan bahwa diri mereka pantas dimuliakan (ayat 21).

Berkenaan dengan tugasnya menyucikan diri untuk pelayanan, Timotius harus meninggalkan hal-hal yang tidak kudus dan mengejar serta mengupayakan kualitas-kualitas hidup sebagai manusia Allah (ayat 22, bdk. 1Tim. 6:11) karena mereka tidak hadir dengan sendirinya dalam diri seseorang. Sebagai pemimpin jemaat, Timotius juga tidak diharapkan terlibat dalam perdebatan-perdebatan "tidak berpendidikan," dan tidak berguna. Intinya, sikap Timotius haruslah lemah lembut, tidak terpancing masuk ke dalam pusaran pembicaraan yang sifatnya spekulatif belaka. Ia harus menjadi pengajar yang mantap, tenang, dan akhirnya mampu membawa mereka yang tersesat kembali ke dalam iman yang sejati. Bahkan dalam bacaan kita yang pertama juga disampaikan bagaimana respons Musa sangat menarik. Ia tidak bisa berjalan tanpa Allah. Ia merasa tidak mampu kalau Allah tak ikut serta. Itu sebuah indikasi bahwa Musa sangat bergantung kepada- Nya. Tanpa Allah, Musa adalah manusia biasa yang lemah. Lebih baik Musa diam daripada harus melangkah tanpa Dia. Dari pengalaman Musa, kita bisa belajar satu hal paling penting dalam kerangka formasi spiritual. Prinsip itu adalah betapa pentingnya penyertaan Allah dalam setiap aktivitas kita. Sebelum memulai pekerjaan apa pun, kita harus memastikan bahwa Allah beserta kita. Jika ada sedikit keraguan bahwa Allah meninggalkan, kita layak meniru Musa, yaitu berdiam diri dan memohon agar Allah menyertai kita. Dalam bacaan kita yang pertama dikatakan bahwa kalau Allah enggan hadir dalam pekerjaan kita, itu mengindikasikan dua hal. Pertama, kita membuat Allah murka. Kedua, Allah tidak merestui pekerjaan itu. Untuk mendeteksi ini, kita pun harus meniru Musa juga, yaitu bergaul karib dengan-Nya. Kita harus akrab berbicara dengan Allah seperti berbicara kepada sahabat. Relasi yang akrab akan menajamkan kepekaan kita dalam mendengar suara-Nya.

Tema kita pada Minggu Permata dan dalam HUT Permata yang ke 76 tahun ini adalah melakukan Kehendak Allah. Dalam nas khotbah dan bacaan kita yang pertama mengajarkan kepada kita bahwa yang harus kita lakukan khususnya sebagai Permata Generasi Penerus Gereja dan penerus bangsa adalah jadilah perangkat yang mulia yang terbuat dari perak dan emas yaitu hidup bijak dalam perkataan artinya tidak malu memberitakan kebenaran, tidak mempertengkarkan hal-hal yang tidak layak, dan melayani dengan kelemahlembutan, menjaga kesucian dengan menjauhi nafsu, mengejar keadilan, kesetiaan, kasih, dan kedamaian. Dengan demikian Allah sebagai pemilik semua perangkat itu akan menggunakan perangkat-perangkat yang mulia untuk tujuan yang mulia, asalkan kita memang membuktikan bahwa diri mereka pantas dimuliakan.

Hendaklah sebagai Permata tetap menjalin hubungan yang akrab dengan Tuhan melalui persekutuan kita dengan Tuhan sehingga kita akan selalu mengandalkan Tuhan dalam hidup kita. Sebagai Permata hendaknyalah kita senantiasa sadar bahwa kita tidak akan mampu hidup tanpa Tuhan. Sebagai Permata hendaknyalah kita meneladani Paulus yang iman, kesabaran, kasih, ketabahan, dan dalam penderitaannya ketika dikejar-kejar karena memberitakan Injil dan meneladani Musa yang mengatakan bahwa kita tidak bisa berjalan tanpa Allah, kita tidak mampu kalau Allah tak ikut serta, kita harus bergantung kepada- Nya, dan kita harus sadar bahwa kita adalah manusia biasa yang lemah tanpa Allah.

Oleh sebab itu supaya anak-anak kita dapat memuliakan Tuhan dan menyenangkan hati orang tua, hendaknyalah orang tua juga hadir menjadi sosok yang mampu menjadi teladan bagi anak-anak seperti yang dilakukan Paulus, dimana Paulus hadir menjadi orang tua yang dapat diteladani dan menjadi orang tua yang mampu memberikan nasehat agar anak-anak mereka tetap kuat dalam penderitaan yang mereka hadapi dan mereka memiliki roll model seperti yang dilakukan Paulus kepada Timotius. Karena Masmur 128 mengatakan bahwa orang yang takut akan Tuhan maka anak-anaknya akan seperti tunas pohon Zaitun di sekeliling mejanya. (bnd. Mazmur 128:3).

Dengan demikian anak-anak kita akan menjadi anak-anak Permata yang diberkati dan menjadi kesaksian bagi setiap orang. Seperti yang disampaikan dalam invocatio kita, ”Semoga anak-anak lelaki kita seperti tanam-tanaman yang tumbuh menjadi besar pada waktu mudanya; dan anak-anak perempuan kita seperti tiang-tiang penjuru, yang dipahat untuk bangunan istana!” (Masmur 144:12). Artinya Sungguh menyenangkan melihat anak-anak Permata seperti tanaman, bukan seperti ilalang, bukan seperti duri. Untuk melihat mereka seperti tanaman yang tumbuh besar, tidak layu dan hancur. Untuk melihat mereka berbadan sehat, lincah, menyenangkan, dan terutama saleh, dapat menghasilkan buah bagi Allah dalam kehidupan mereka. Untuk melihat mereka pada waktu muda mereka, pada masa pertumbuhan mereka, bertumbuh dalam segala hal yang baik, bertumbuh semakin bijak dan baik, hingga mereka bertumbuh kuat di dalam roh. Juga tak kalah senangnya melihat anak-anak perempuan seperti tiang-tiang penjuru, atau batu-batu penjuru, yang dipahat untuk bangunan istana, atau bait suci. Melalui anak perempuan, keluarga dipersatukan dan dihubungkan, untuk saling menguatkan, sama seperti bagian-bagian dari sebuah bangunan dipersatukan dan dihubungkan oleh batu-batu penjuru. Dan apabila mereka anggun dan cantik baik dalam tubuh maupun pikiran, maka mereka benar-benar dipahat untuk sebuah bangunan yang indah dan menakjubkan. Ketika kita melihat anak-anak perempuan kita matang dan memiliki hikmat serta kebijaksanaan, seperti batu-batu penjuru yang dilekatkan pada bangunan, ketika kita melihat mereka dipersatukan dengan Kristus melalui iman, sebagai batu penjuru utama, dihiasi dengan anugerah-anugerah Roh Allah, dan ini merupakan pemolesan terhadap apa yang secara alami kasar, dan menjadi perempuan yang beribadah, ketika kita melihat mereka dimurnikan dan disucikan bagi Allah sebagai bait-bait yang hidup, maka kita merasa bahagia di dalam mereka. Amin

 

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD