SUPLEMEN PJJ TANGGAL 26 MARET-01 APRIL 2023

2 Tawarikh 31:4-12 (2 Kronika 31:4-12)

“Mere Persepuluhen”

 

  1. Memberi supaya diberkati? Atau memberi karena sudah diberkati? Memberi persepuluhan apakah kewajiban/keharusan? Adakah kita selama ini merasa “terpaksa” untuk memberi persepuluhan? Atau adakah diantara kita selama ini memberi persembahan persepuluhan sebagai upaya ikut-ikutan saja? Supaya ada daftar nama sekali-sekali di warta-momo jemaat? Atau adakah diantara kita yang belum pernah sama sekali memberi persembahan persepuluhan?
  2. Kita harus memahami bahwa kitab Tawarikh ini memiliki penekanan terhadap Israel Selatan yaitu Yehuda dibanding dengan Israel Utara (Samaria) yang dianggap tidak taat kepada Tuhan. Lagi, bahwa kitab Tawarikh ini menekankan peribadatan sehingga ada banyak dituliskan di dalamnya kisah tentang struktur dan para pelayan agama Israel, perhatiannya yang besar terhadap pelayanan para imam. Penekanan teologis yang utama dalam Kitab Tawarikh adalah perhatiannya yang terus-menerus terhadap tempat ibadat, peribadatan dan para petugasnya, orang-orang Lewi. Sehingga Tawarikh ini memiliki kerinduan yang besar terhadap kembalinya bangsa itu kepada ibadat yang benar dan setia kepada Allah. Mengapa demikian? Karena penulis kitab Tawarikh ini meyakini bahwa kegagalan dari pemimpin di masa lalu, berhubungan dengan ketidaktaatan kepada Allah dan peribadatan yang benar. (W.S. LaSor;2005;422-23). Jadi tidak salah jika di dalam Tawarikh ini utamanya di dalam nats ini perhatian sangat besar kepada mereka yang melayani peribadatan yaitu para imam dan orang Lewi.
  3. Di dalam nats ini dinyatakan bahwa Hizkia mengatur regu imam dan orang Lewi, juga iuran resmi bagi persembahan-persembahan korban (ay. 3), serta perpuluhan (ay. 4). Semua ini diberikan dengan kemurahan hati (ay. 5-10). Mereka membawa persepuluhan mereka dengan jumlah yang besar (ay. 5) yang terdiri dari berbagai jenis, di antaranya lembu sapi dan kambing domba dan mereka meletakkannya bertimbun-timbun (ay. 6) dan dalam nats ini persembahan tersebut memang ditujukan bagi para imam dan orang-orang Lewi (ay. 4). Yang kemudian karena banyaknya persembahan tersebut maka diaturlah siapa yang khusus untuk mengaturnya. (bdk. ...Tamki 1; 2005; 639).

Teladan Hizikia diikuti orang-orang Yehuda utamanya penduduk di Yerusalem. Hizkia dalam rangka mereformasi peribadatan pada waktu itu selain meruntuhkan tempat-tempat persembahan berhala, tugu-tugu berhala. Dia juga mengatur peribadatan sedemikian rupa dan mengawalinya dari dirinya sendiri sehubungan dengan memberikan persembahan berupa korban bakaran dan memerintahkan juga kepada rakyat yaitu penduduk Yerusalem untuk meneladaninya. Dan bahkan penduduk Yerusalem pada waktu itu SEGERA memberikan dengan sukacita (ay. 5). Dan bahkan dengan jumlah yang besar (ay. 5). Dari hal ini kita juga belajar arti kesegeraan, jangan menunda-nunda, jika sudah memiliki komitmen, maka jangan tunda!

  1. Persembahan persepuluhan harus dimengerti dari keseluruhan Alkitab. Kesalahan beberapa orang/ aliran gereja selama ini adalah memahami persepuluhan hanya dengan pendekatan ayatiah (menekankan ayat-ayat tertentu/favorit saja dan menarik kesimpulan umum). Sedang pendekatan alkitabiah lebih peduli pada pesan utama keseluruhan Alkitab tentang subjek dan merumuskan sikap kristiani masa kini berdasarkan prinsip-prinsip umum tersebut. Oleh karena itu, penting kita melihat dengan sungguh-sungguh bagaimana Alkitab secara keseluruhan berbicara mengenai persembahan persepuluhan (bdk. Joas Adiprasetya:2010;1).

Misalnya di dalam Imamat 27 persembahan persepuluhan diberikan dalam bentuk hasil bumi atau ternak. Di dalam Bilangan 18, persembahan persepuluhan harus diberikan kepada suku Lewi karena mereka tidak memiliki tanah, namun suku Lewi juga harus mempersembahkan sepersepuluh penghasilannya itu dan memberikannya kepada imam Harun. Lain lagi di dalam Ul. 12, persembahan persepuluhan diberikan kepada Allah tetapi kemudian harus dimakan bersama seiisi keluarga dan orang Lewi dalam bentuk perjamuan kasih. Maka dalam hal ini kita juga melihat bahwa persembahan persepuluhan juga bertujuan untuk memelihara kehidupan sosial yang lebih adil.

Kita bisa melihat di sepanjang Alkitab ada beragam model pengaturan. Ada yang diberikan kepada orang Lewi, ada yang diberikan kepada orang-orang Lewi, janda, anak yatim, dan orang asing.

  1. Persepuluhan sebagai sebagai salah satu buah ketaatan kepada Tuhan, bukan satu-satunya! Jika kita perhatikan di dalam Perjanjian Lama maka ada begitu banyak jenis persembahan dan diatur sedemikian rupa yang sangat kompleks, memiliki perbedaan di sana-sini, terkait dengan jenis, jumlah, kapan dipersembahkan, untuk apa dipersembahkan. Sangat kompleks! Tetapi satu hal yang pasti bahwa keseluruhan aturan persembahan tersebut mencerminkan tuntutan agar umat percaya, tunduk, dan patuh pada Allah sendiri. Persepuluhan dalam hal ini merupakah salah satu contoh penerapannya. Tetapi yang utama adalah menatalayankan kehidupan dan berkat yang kita terima dari Tuhan supaya diabdikan kepada Allah (bdk. Joas Adiprasetya; 2). Lagi mengapa dikatakan salah satu? Karena persembahan kita bukan sebagai pengganti kita dihadapan Tuhan, tetapi bersama-sama dengan persembahan kita, kita juga mempersembahkan diri kita kepada-Nya sebagai persembahan yang hidup.

Maka jika

  1. Persembahan persepuluhan sebagai komitmen rohani sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan. Kita memahami di gereja kita bahwa persembahan persepuluhan ditujukan ke tiga bagian utama yaitu 10 % untuk PJJ, 50 % dikelola oleh runggun dan 40 % dikelola oleh Sinode. Dengan demikian kita memahami bahwa persembahan persepuluhan kita juga merupakan salah satu sumber pemasukan di gereja kita untuk dikelola baik untuk kebutuhan pelayanan di PJJ, di runggun, dan juga secara sinodal termasuk untuk menunjang biaya personalia GBKP.
  2. Sering muncul pertanyaan, bagaimana kalau saya gajian harian dan bukan bulan? O nggak masalah! Kita bisa juga menyisihkan sepersepuluh dari pendapatan harian kita lalu nanti setelah sebulan dikumpulkan, kita bisa menyerahkan ke gereja. Itu hanya masalah teknis! Tapi, bagaimana kalau tiba-tiba saya butuh uang dan uang itu terpaksa saya pakai? Tapi bagaimana kalau saya pendapatannya kecil sementara pengeluaran saya besar? Tapi bagaimana kalau …… (dan banyak tapi lainnya). Kalau kita masih mengedepankan sejumlah ‘tapi’ (alasan), kita sebenarnya belum memiliki kesadaran dan keikhlasan untuk memberikan persepuluhan. Orang yang benar-benar mengasihi Tuhan pasti akan melakukan upaya lebih besar dan serius untuk memberikan yang lebih kepada Dia. Orang yang tidak mengasihi Allah pasti akan mencari celah supaya ia mendapatkan alasan untuk memberi lebih sedikit kepada Allah ataupun tidak memberi sama sekali.
  3. Kejujuran dalam memberikan persembahan persepuluhan hanya dapat dinilai oleh Tuhan dan orang yang bersangkutan, bukan oleh orang lain maupun majelis jemaat. Tuhan tahu seberapa banyak yang Dia berikan kepada setiap orang. Jadi, nilai “sepersepuluh” sebenarnya ada di dalam hati nurani setiap orang. Buah iman itulah yang mendorong kita untuk menyampaikan persepuluhan tanpa perdebatan seberapa banyak, dan sepersepuluh dari mana. Marilah kita memulai memberikan persepuluhan dari hati yang bersih dan takut akan Tuhan, serta mengimani bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan merupakan buah dari diberkati Tuhan.

                                                                                                                            

“Ada tiga pertobatan yang dibutuhkan, yaitu pertobatan hati, pikiran dan dompet” demikian ungkap Marthin Luther.

Salam

Pdt. Dasma Sejahtera Turnip

GBKP Rg. Palangka Raya

SUPLEMEN PJJ TANGGAL 26 FEBRUARI-04 MARET 2023, 1 KORINTUS 12:1-7

Tema: Ernanam Man Kerinana

Memberikan Pengaruh baik Kepada Semuanya

Bahan: 1 Korintus 12:1-7

 

I. Pendahuluan

Kitab 1 Korintus ini ditulis oleh Rasul Paulus sewaktu dia masih melayani di Efesus, Paulus mendengar apa yang terjadi di Korintus. Kitab Korintus ini ditulis dan diberi nama sesuai dengan nama kotanya yaitu Korintus. Korintus adalah sebuah kota metropolitan Yunani yang terkemuka pada zaman Paulus, karena kota ini adalah kota yang sangat maju sekali baik dalam intelektual, budaya, ekonomi serta kepercayaan lainnya, maka kota ini juga menjadi kota yang banyak melakukan perbuatan-perbuatan yang Amoral.

Mengetahui latar belang kitab Korintus ini sangat tepat sekali karena sangat kontektual sekali denga apa yang terjadi sekarang ini, dengan kemajuan zaman sekarang ini juga banyak sekali terjadi perbuatan-perbuatan yang tercela, ajaran-ajaran palsu serta perpecahan keluarga bahkan perpecahan jemaat Tuhan. 1 Korintus ini Paulus mengajari bagaimana meningkatkan persatuan dalam gereja melalui karunia-karunia Roh Kudus. Paulus juga menekankan bahwasanya karunia-karunia Roh yang dianugerahkan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan pelayanan. Tuhan berkehendak agar karunia yang ada pada seseorang itu terus bekerja sampai kedatangan Kristus kedua kali.    

II. Pendalaman Teks

Ayat 1-3, “sekarang tentang karunia-karunia Roh…supaya kamu mengetahui kebenarannya” ada dua kata yang perlu kita pahami yang menjadi penenkanan dalam ayat ini, yaitu: Karunia dan Roh. Karunia dalam bahasa Yunani Charis artinya karunia rohani yang mencakup motivasi batin dan kuasa untuk meyelenggarakan pelayanan yang diterima dari Roh Kudus. Kata Roh dalam bahasa Yunani Peneuma, artinya suatu daya atau kekuatan yang tidak bisa dilihat tetapi mampu memberikan kehidupan dan kekuatan kepada tubuh. Dengan demikian dari ayat ini Paulus mau mengingatkan dan mengajak jemaat Korintus untuk merenungkan kembali tentang pengenalan mereka tentang Yesus serta panggilan-Nya kepada mereka yang percaya supaya diketahui kebenarannya. Hal ini sangat ditekankan oleh Paulus tujuannya supaya jemaat mengetahui dan sadar bahwa sebelum mereka mengenal Tuhan, sebenarnya selama ini mereka ditarik kepada berhala-berhala bisu (ayat 2). Kata belum mengenal Tuhan di dalam Alkitab NIV (New International Version) dikatakan Pagans artinya orang-orang kafir. Dari pengertian seperti ini betapa jauhnya dulu kita dengan Tuhan, tetapi karena kasih karunia Tuhan, kita dijadikan sebagai anak-anakNya, dahulu kita di tarik berhala-berhala bisu yang tidak memberikan keselamatan bahkan kematian, tetapi kini kita di keluarkan Tuhan dari sana.

Dari latar belakang inilah, Paulus melalui ayat ini mengatakan bahwa karunia-karunia Roh yang penuh kasih membawa manusia untuk mewujudkan kasih di tengah-tengah kehidupannya, karena di dalam Yesus Kristus manusia menerima kasih karunia dan damai sejahtera. Melalui Maksud Tuhan memberikan karunia-karunia Roh adalah untuk menyatakan kasih karunia Tuhan (Efesus 4:8, Roma 15:18-19) di tengah-tengah dunia ini (baik di rumah tangga, gereja, lingkungan bahkan dalam pekerjaan), dengan demikian iman yang kita miliki itu dapat dirasakan oleh siapapun serta dapat menumbuhkan iman mereka kepada Tuhan. Hal seperti inilah yang dikehendaki oleh Tuhan terjadi di tengah-tengah kehidupan manusia apalagi kehidupan berjemaat yaitu kesatuan hidup yang mampu memberikan pengaruh yang baik kepada semuanya dan semuanya mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, bukan sebaliknya terkutuklah Yesus (ayat 3). Oleh sebab itu, maka Rasul Paulus rindu dan ingin meyakinkan, bahwa tidak ada seorang pun yang berkata-kata oleh Roh Allah, dapat mengutuk Yesus Kristus Tuhan. Begitu juga dengan pengakuan “Yesus adalah Tuhan” hanya bisa dilakukan oleh orang yang dipimpin Roh Kudus. Jadi, tidak ada seorang pun dan satu kuasa pun, yang dapat mengaku: “Yesus adalah Tuhan”, kecuali oleh Roh Kudus.

Ayat 4-7, “Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh, dan ada rupa-rupa pelayanan tetapi satu Tuhan” Paulus menjelaskan bahwa manusia itu diberikan Tuhan berbagai karunia atau rupa-rupa karunia, semua yang diberikan Tuhan itu memiliki tujuan dan bukan diberikan begitu saja. Tujuan Tuhan memberikan karunia Roh adalah menolong umatNya untuk menginjil (Kis 16:16-18), menguatkan dan membangun kerohanian jemaat (1 Kor 14:4) serta sebagai alat kita untuk melawan kuasa-kuasa gelap atau iblis (Efesus 6:11-12). Selain dari rupa-rupa karunia, Paulus juga mengatakan ada rupa-rupa pelayanan. Kata pelayanan dari kata dasar pelayan (Bhs Yunani Diakonia), sifat yang ada atau yang terkandung di dalam diakonia ini adalah “hamba” artinya rendah hati serta suka cita di dalam melayani dan bukan untuk dilayani. Karunia pelayanan atau karunia pelayan ini dijelaskan Paulus dalam ayat 28 “Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam jemaat: Pertama sebagai Rasul, kedua sebagai Nabi, ketiga sebagai Pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh” Paulus menunjukkan begitu banyak karunia pelayanan, tetapi itu semata-mata pelayanan kepada Tuhan, jangan sampai terjadi salah paham apalagi terjadi perpecahan jemaat akibat dari salah menggunakan karunia roh dan karunia pelayanan. Dari karunia Roh yang berbeda serta karunia pelayanan yang berbeda, bahkan ada berbagai perbuatan yang ajaib tetapi satu Roh dan satu Tuhan. Dari adanya penjelasan tujuan dari pemberian karunia Roh dan karunia pelayanan ini menunjukkan bahwa ada sumber yang memberikannya yaitu Tuhan sendiri, dengan demikian jemaat mengetahui walaupun karunia Roh itu berbeda serta karunia pelayanan berbeda tetapi sumbernya satu yaitu Tuhan, berarti tujuannya juga hanya satu yaitu untuk kemuliaan nama Tuhan “Gloria Dei” bukan untuk kemuliaan manusia atau mendapatkan keuntungan pribadi.

III. Aplikasi

Tema: Memberikan Pengaruh baik Kepada Semuanya, kata Pengaruh memiliki pengertian suatu daya yang ada dan timbul dari seseorang atau sesuatu benda yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang secara positif atau negatif. Dari pengertian tersebuat jika dikaitkan dengan pembahasan kita berarti sangat jelas sekali bahwa karunia-karunia roh dan karunia pelayanan sangat kuat sekali memberikan pengaruh kepada orang lain serta seseorang itu terpengaruh positif atau negatif tergantung apa yang disalurkan dan bagaimana seseorang itu memahaminya. Dari kata karunia saja sebenarnya setiap orang paham bahwa segala hal yang dimiliki dalam hidup adalah pemberian dari Allah. Pemahaman ini terasa sangat kuat untuk menghindarkan seseorang dari sikap sombong ketika mempunyai sesuatu yang baik dalam hidup. Kesadaran akan karunia sebagai pemberian Tuhan akan menuntun seseorang untuk rendah hati dalam sikap pergaulan dengan sesama, serta tidak menjadikan karunia itu sebagai tolok ukur iman.

Semua manusia menerima karunia dari Roh Kudus. Jadi, jangan pernah berpikir hanya orang-orang tertentu yang menerima karunia dari Roh Kudus. Itulah sebabnya Rasul Paulus mengatakan “Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama” (ayat 7). Karunia Roh Kudus diberikan  kepada kita beragam rupa. Bisa berbeda satu dengan yang lain, sesuai dengan kehendak-Nya, walaupun demikian tidak perlu merasa rendah diri jika memiliki karunia yang berbeda dengan yang lain, serta tidak perlu juga kita merasa tinggi hati jika memiliki karunia yang “tampaknya” lebih dari yang lain. Karunia yang diberikan Tuhan kepada seseorang itu bisa saja dikaruniai bermain musik, dikaruniai menyanyi dengan vokal yang luar biasa indahnya, karunia pelayan Sekolah minggu, karunia IT, karunia menggembalakan jemaat, karunia pengabaran Injil bahkan karunia berkotbah dan masih banyak lagi.

Adanya karunia Roh dan pelayanan tujuan Tuhan untuk memberikan pengaruh yang baik kepada semuanya serta membangun iman jemaat. Jemaat terinspirasi, dikuatkan dan diteguhkan untuk terus hidup dalam kebenaran. Saatnya kita kembalikan segala karunia kepada pemilik sesungguhnya yaitu Tuhan. Arahkan segala potensi diri yang dianugerahkan Tuhan untuk dikembangkan, demi kemuliaan nama Tuhan, jangan tergoda untuk mencuri kemuliaan Tuhan dengan ketenaran karunia yang dimiliki.

                                                                Pdt Julianus Barus-GBKP Bandung Pusat

SUPLEMEN PJJ TANGGAL 12-18 FEBRUARI 2023, EFESUS 1:22-23

Tema: Perpulungen Eme Kula Kristus

Jemaat Adalah Tubuh Kristus

(Konfesi GBKP BAB IX: Gereja)

Bahan: Efesus 1:22-23

 

I. Pendahuluan

Kitab Efesus adalah kitab yang ditulis oleh Paulus ketika dia sedang berada dalam penjara Roma karena iman dan ketaatannya dalam melayani Allah. Kitab ini berisi nasehat, perintah dan himbauan untuk hidup dalam Kristus. Dalam kitab ini juga menekankan rencana Tuhan agar seluruh alam, baik yang di Surga maupun di Bumi menjadi satu, serta Kristus sebagai kepala, khususnya kesatuan antara orang yahudi dengan orang non yahudi (Ef 2:11-22). Dalam kitab ini juga Paulus mengingatkan agar berhati-hati dengan ajaran sesat yang beredar di kalangan masyarakat, salah satunya yang dikatakan adalah ajaran Gnostik, bahasa Yunani disebut dengan Gnosis yang artinya pengetahuan, pengetahuan yang dimaksud di sini bukanlah pengetahuan dalam arti ilmu pengetahuan, tetapi pengetahuan yang merupakan praksis hidup. Ajaran gnostic berusaha meracuni pemikiran manusia supaya tidak percaya kepada Tuhan dan menyelewengkan kebenaran. Paulus menuliskan betapa berbahayanya ajaran dan pengajar gnostik karena bisa mengancam iman, mengacaukan serta pecah belah kesatuan jemaat, penyakitnya suka mencari soal-soal dan bersilat kata yang menyebabkan dengki, fitnah, curiga, percekcokan (1 Tim 6:4-5), sehingga ajaran gnostik ini disebut seperti penyakit kanker karena bersifat menjalar (2 Tim 2:17).

II. Pendalaman Teks

Ayat 22, “Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai kepala dari segala yang ada” Paulus telah mendengar dan mengetahui persis apa yang terjadi di tengah-tengah jemaat Efesus, sehingga surat yang dikirim ke jemaat efesus adalah surat edaran yang menunjukkan bahwa adanya permasalahan jemaat yang bukan hanya di Efesus tetapi juga di Laodikia, Hierapolis dan Kolose. Permasalahan yang terjadi adalah terganggunya iman jemaat dengan adanya ajaran-ajaran sesat yang membuat kurang percayanya jemaat akan kuasa Tuhan serta adanya kebangkitan dari kematian seperti Yesus yang bangkit dari kematian, sehingga Paulus menekankan sebelumnya bagaimana kekuasaan Tuhan bukan hanya di dunia ini tetapi juga di dunia akan datang, dalam ayat 21 “jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan……bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang”.

Semua kekuasaan yang ada di dunia telah diletakkan di bawah kaki Kristus. Kata di bawah kaki mengandung makna letak, dengan demikian dari kata di bawah kaki, berarti letaknya ada di bawah, jadi kalau sesuatu itu letaknya ada di bawah berarti ada juga sesuatu itu letaknya di atas. Dari pengertian ini menunjukkan bahwa kuasa Tuhan itulah letaknya di atas, dengan kata lain tidak ada kuasa yang lebih tinggi di dunia ini kecuali kuasa Kristus, Yesus pernah mengatakan bahwa segala kuasa yang ada di surga dan di bumi telah diberikan dalam nama-Ku (Matius 28:18). Selanjutnya Paulus mengatakan bahwa Kristus kepala dari segala yang ada, kata Kepala mengandung makna Posisi, dalam tubuh manusia organ yang paling tinggi posisinya adalah kepala, berarti Kristus adalah kepala jemaat atau gereja, yang posisinya lebih tinggi dari apapun. Posisi Kristus sebagai kepala jemaat atau gereja memiliki kekuasaan dan otoritas, serta tidak dapat diambil alih posisi itu oleh siapapun. Setiap orang yang ada di gereja, apapun jabatan dan posisinya harus tunduk kepada Kristus sebagai kepala gereja.  

Ayat 23, “Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu” istilah “Tubuh Kristus” merupakan kiasan yang digunakan dalam Perjanjian Baru bagi gereja. Tubuh Kristus dalam teologi kekristenan memiliki 2 makna tersendiri, Pertama: Merujuk ke pernyataan Yesus tentang perjamuan terakhir, Inilah tubuhKu…(Luk 22:19-20), Kedua: Merujuk pada Gereja (1 Kor 12:12-14). Dari kedua makna tubuh Kristus ini memiliki makna yang sama dimana gereja atau jemaat yang dijadikan sebagai tubuh Kristus harus menjaga kesatuan dan keutuhannya, apalagi tubuh Kristus itu sendiri telah diberikan dan dikorbankan bagi gereja atau jemaat haruslah menghargai pemberian itu atau menghormatinya dengan cara hidup dalam keinginan Tuhan bukan keinginan tubuh atau dunia. Bagi segmen yang lebih luas dari kekristenan termasuk juga dari beberapa denominasi Protestan istilah tersebut dapat merujuk kepada gereja Kristen sebagai suatu komunitas orang-orang beriman yang memiliki perbedaan. Dalam ayat 22 sebelumnya Paulus telah mengatakan bahwa Kristus adalah kepala gereja atau jemaat. Dikatakan tubuh berarti memiliki banyak organ atau anggota tetapi dipersatukan di dalam tubuh, demikian juga jemaat memiliki banyak latar belang, pola pikir serta keberadaan yang berbeda tetapi dipersatukan dalam Nama dan Kasih Kristus,

Dalam hubungan Kristus dengan gereja-Nya, Paulus membuat perbandingan seperti hubungan kepala dengan tubuh, dimana tubuh tidak dapat hidup sendirian tanpa kepala, begitu juga kepala membutuhkan tubuh untuk melakukan apa yang dipikirkan oleh kepala untuk menyatakan dan mengekspresikan kasih karunia-Nya di dunia ini yaitu melalui gereja atau jemaat itu sendiri. Gereja atau jemaat itu adalah kepenuhan Kristus sendiri, artinya melalui gereja atau jemaatlah Kristus menunjukkan kuasa-Nya atas segalanya, serta mencukupi semua kekurangan-kekurangan anggota-Nya “…yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu”.

Dalam 1 Kor 12 menjelaskan anggota tubuh dan fungsinya, jika itu berjalan sesuai dengan letak dan fungsinya masing-masing maka betapa indahnya kehidupan itu, tetapi jika anggota tubuh itu melakukan berdasarkan kehendaknya sendiri bukan berdasarkan apa yang dipikirkan oleh kepala atau bertindak sebelum berpikir, maka betapa susahnya hidup ini, contoh: jika kepala (otak) menyuruh tubuh duduk, tetapi kaki tidak mau berhenti dan terus bergerak, dimana kaki mengabaikan perintah kepala dan tidak bisa dikontrol. Demikian juga gereja atau jemaat akan susah menjalani kehidupan dan pelayanannya sehari-hari jika mengabaikan perintah Kristus sebagai kepalanya. Mengabaikan perintah dan larangan-Nya bisa mendatangkan kesengsaraan dan kesesatan, terlebih pada masa sekarang ini yang serba maju dan berkembang, termasuk juga dalam hal berkembangnya pengajaran-pengajaran sekuler disekitar kita, semakin sulit bagi kita untuk memilah dan mengikuti arahan Tuhan yang sesungguhnya, sama seperti Paulus yang sudah mengingatkan Efesus agar berhati-hati dengan ajaran sesat. Secara duniawi tubuh/daging (Yun: Sarx) kita ini lemah dan sering jatuh ke dalam dosa, karena keinginan daging serta dunia memiliki kekuatan yang besar mempengaruhi tubuh, tetapi semuanya itu bisa dikalahkan dengan cara penyerahan diri kepada Tuhan serta meminta Roh Kudus untuk memimpin dan menunjuk arah jalan kehidupan (Roma 8:5-9).

III. Aplikasi

Tema: Jemaat Adalah Tubuh Kristus, Istilah "Tubuh Kristus" merupakan kiasan yang digunakan dalam Perjanjian Baru bagi Gereja (semua orang yang telah diselamatkan). Gereja dijuluki "satu tubuh di dalam Kristus", di dalam Rom 12:5 mengatakan "satu tubuh" di dalam mengatakan 1 Kor 10:17 "tubuh Kristus". Ketika Kristus ke dunia kita, Ia mengenakan tubuh jasmani yang telah "disediakan" bagi-Nya (Ibrani 10:5; Filipi 2:7). Melalui tubuh jasmani-Nya, Yesus menunjukkan kasih Allah secara jelas, nyata, dan dengan berani - terutama melalui kematian-Nya di atas salib sebagai kurban (Roma 5:8). Setelah kenaikan-Nya ke surga secara jasmani, Kristus melanjutkan karya-Nya di dunia melalui mereka yang telah Ia tebus. Gereja yang sekarang menunjukkan kasih Allah secara jelas, nyata, dan dengan berani. Dengan cara ini, Gereja berfungsi sebagai "tubuh Kristus" yang memiliki kesatuan, tidak terpecah dan tetap melakukan sesuai perintah-Nya, dengan kata lain dalam gereja "Jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan" (1 Korintus 12:25). Siapapun dia dan apapun jabatannya di dalam gereja harus tunduk kepada Kristus sebagai kepala gereja.

Dalam konfesi GBKP BAB IX tentang Gereja menyatakan bahwa gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil menjadi milik Allah dan Yesus Kristus menjadi kepalanya (1 Pet 2:9; Ef 1:22), terus menerus diperbaharui oleh Roh Kudus menjadi “Garam” dan “Terang” dunia (Mat 16:18). Dari isi konfesi yang telah dinyatakan Bagaimanakah selama ini kita menempatkan Kristus sebagai kepala dalam kehidupan pribadi maupun berjemaat? Ketika kita lebih mementingkan aktivitas rohani daripada membangun karakter jemaat sesuai firman Tuhan, Kristus sedang tidak diutamakan, dan ketika pengharapan Injil digantikan oleh pengharapan atas kekuatan sendiri, berarti Kristus telah digeser dari tempat-Nya. Tanpa kepala, tubuh mati. Tanpa Kristus, tidaklah mungkin komunitas orang percaya dapat tetap hidup berkenan kepada Allah.

Selain dari pengertian Kristus sebagai kepala gereja, ternyata dalam konfesi GBKP juga dinyatakan bahwa gereja melakukan Tri Tugas demi mewujudkan jemaat yang missioner, memproklamasikan nilai-nilai kerajaan Allah melalui cinta kasih, keberpihakan kepada yang miskin, lemah dan terpinggirkan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan (Luk 4:18-19). Kalau memang seperti ini konfesi GBKP, Hal serupa gereja katolik juga dalam Lumen Gentium (Konstitusi dogmatis tentang gereja, salah satu dokumen utama konsili vatikan kedua) Pasal 1 menyatakan: kita hidup sebagai satu dengan Kristus dan dengan satu sama lain bahkan di tengah-tengah kemiskinan, ketidakadilan dan kekacauan yang kita alami. Dari penjelasan ini baik Protestan (GBKP sendiri) dan Katolik memiliki pemahaman dan pengertian yang sama bagaimana gereja melakukan keberpihakannya terhadap yang lemah untuk mewujudkan nilai-nilai kerajaan Allah, apakah memang gereja sudah melakukannya? Hal ini sebagai perenungan dan harus dilakukan dengan cara menyatukan pemahaman, tindakan, serta kekuatan melalui PGI maupun DGD.

JIKA TUBUH TIDAK LAGI TAAT PADA KEPALA,
KEMUNGKINAN TUBUH SUDAH TERLEPAS DARI KEPALA

                                                                Pdt Julianus Barus-GBKP Bandung Pusat

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD