• WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.57

  • 20170204 143352
  • 1 peresmian rumah dinas surabaya
  • WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.58
  • pencanangan tahun gereja bks dps
  • WhatsApp Image 2022 02 11 at 11.07.57 1
  • BPMK GBKP KLASIS BEKASI DENPASAR PERIODE 2020-2025
  • PERESMIAN RUMAH PKPW GBKP RUNGGUN SURABAYA

Jadwal Kegiatan

Kunjungan Moderamen GBKP ke GBKP Klasis Bekasi-Denpasar

Minggu 14 Mei 2017:

1. GBKP Runggun Bandung Pusat

2. GBKP Runggun Bandung Timur

3. GBKP Runggun Bandung Barat

4. GBKP Runggun Bekasi

5. GBKP Runggun Sitelusada

Minggu 20 Oktober 2019, Khotbah Roma 16:1-5a

Invocatio :

Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia (Amsal 31:28)

Bacaan :

Rut 2:1-3

Thema :

Membantu Dari Pekerjaan

 

I. Pendahuluan
Membantu adalah salah satu perbuatan yang diberikan kepada orang lain untun mengurangi beban orang itu. Kesulitan dan kelemahan adalah bagian kehidupan manusia, sebab dalam satu hari bisa beberapa kali seseorang itu terkena masalah dan memerlukan pertolongan dari orang lain. Berdasarkan itu semua manusia harus bisa jadi penolong, di mana pun dan kapan pun berdasarkan pemberian Tuhan yang ada pada dirinya. Jadi, menolong adalah salah satu jati diri, ciri khas orang percaya.

II. Isi
Bahan invocatio kita mengatakan, “anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia” (ay. 28a). Kata kerja Ibrani yang dipergunakan untuk kata “bangun” juga dipergunakan dalam Yeremia 1:17; 1 Tawarikh 28:2; 2 Tawarikh 30:27. Anak-anaknya bangun, berdiri dengan sikap penuh hormat untuk memuji ibunya, mereka menyebutnya orang yang berbahagia karena mendapat berkat dari Tuhan. Sikap bangun atau berdiri yang dikemukakan dalam ayat ini biasanya dilakukan dalam rangka membuat suatu pernyataan penting (Mi. 6:1; Yer. 1:17; 1 Taw. 28:2; 2 Taw. 300:27). Arti harfiah dari kata-kata Ibrani untuk “menyebutnya berbahagia” adalah “menyebutnya orang yang diberkati”. Dia adalah orang yang diberkati Tuhan dalam pekerjaannya mendukung kebutuhan keluarga, dalam mendukung tugas suaminya, dalam pelayanannya kepada orang-orang miskin dan tertindas, dan khususnya dalam mendidik anak-anaknya. “... pula suaminya memuji dia” (ay. 28b) Istilah Ibrani yang dipergunakan untuk “memuji” yang biasa dipergunakan untuk menaikkan pujian kepada Tuhan. Pujian itu disampaikan dengan sungguh-sungguh seperti menyampaikan “pujaan”, tetapi bukan untuk menyembahnya, melainkan untuk menyampaikan rasa bangga dan kagum yang mendalam. Pujiannya disampaikan dalam Amsal 31:29, dia menilai istrinya yang cakap lebih daripada semua perempuan yang lain, termasuk yang lebih muda dari dirinya.

Bahan bacaan Rut 2:1-3 menceritaken tentang anugerah Allah dalam bentuk pemeliharaanNya dinyatakan dalam pasal 2 ini. Setidaknya untuk bertahan dan melanjutkan hidup Naomi dan Rut, Allah bekerja melalui 2 cara pemeliharaanNya, yaitu yang tidak terlihat maupun yang terlihat langsung. Disinilah letak keunikan Kitab Rut; dalam kitab ini Allah seakan-akan diam tak bekerja dengan cara yang ajaib mencarikan jalan keluar buat Naomi dan Rut. Allah tidak memberikan keajaiban seperti yang dilakukan kepada janda sarfat ataupun manna kepada orang Israel di padang gurun. Dengan cara yang tak terlihat Allah membawa Rut menjadi sarana bagi dirinya sendiri maupun Naomi, mertuanya untuk melanjutkan hidup mereka. Mungkin Naomi dan Rut tidak melihat bahwa waktu kedatangan mereka, hukum gleaning serta lokasi tempat Rut mencari bulir jelai, semuanya itu merupakan cara Allah memelihara mereka. Masuknya Naomi dan Rut ke Betlehem bersamaan dengan dimulainya panen jelai seakan menyiratkan harapan baru bahwa setidaknya mereka tidak akan menderita kelaparan lagi. Namun harapan itu akan menjadi sebuah keraguan mengingat Naomi dan Rut tidak memiliki ladang ataupun mata pencaharian yang akan pasti. Bersyukurlah, Allah telah lebih dahulu memberlakukan hukum gleaning pada orang Israel. Hukum gleaning adalah hukum yang mewajibkan para tuan tanah untuk tidak memetik hasil panen dan memberikan hak kepada orang miskin, janda, dan orang asing untuk memungut ceceran hasil panen yang entah tersisa/terjatuh (Im. 19:9-10; 23:22; Ul. 24:19-21). Dasar pemikiran Allah memberikan hukum ini adalah bahwa Allahlah pemilik tanah, bukan tuan tanah (Im. 25:23). Manusia (dalam hal ini tuan tanah) adalah penatalayan dari tanah yang dimiliki Allah dan predikat ini hanya berlaku selama manusia respek pada hukum Allah. Orang kaya memiliki tanggung jawab moral terhadap orang miskin.

Dalam usahanya melanjutkan hidup bagi dirinya sendiri serta Naomi, mertuanya, Rut mencari ladang tempat dia dapat memungut bulir jelai yang jatuh. Alkitab memakai satu kata yang menarik, “kebetulan” (miqreh) ketika Rut masuk ke salah satu ladang yang ternyata milik Boas. Kata ini mencakup tindakan atau peristiwa yang terjadi tanpa diketahui dan disengaja oleh orang yang terlibat di dalamnya. Dengan kata lain masuknya Rut ke sebuah ladang yang tidak diketahuinya merupakan sebuah skenario tersembunyi dari Allah yang mengatur semuanya. “Kebetulan” tersebut mencakup masuknya Rut ke ladang milik Boas yang ternyata (tidak diketahui oleh Rut) adalah kerabat (saudara jauh) Elimelekh, mertua laki-lakinya. Boas digambarkan sebagai orang yang kaya raya atau bisa dikatakan Boas adalah orang yang sangat berpengaruh di Betlehem. Apa maksud kata “kebetulan” dipakai di sini? Dalam 1 Samuel 6:9 kata “kebetulan” dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang terjadi di luar rencana. Tetapi tidak demikian halnya dalam Kitab Rut. Semua yang terjadi atas Rut bukanlah sesuatu yang datang tanpa disangka. Allah telah mengatur semuanya. Dia sudah membawa Rut dari Moab ke Betlehem. Dia jugalah yang sekarang bertindak untuk menyelesaikan rencanaNya dengan wanita Moab ini. Dalam mata manusia, Rut “kebetulan” datang ke ladang Boas. Tetapi kita harus membaca ayat itu demikian: “Allah betul-betul membawa dia ke tempat di mana ia menjumpai Boas yang kelak menjadi penebusnya”.

Roma 16:1-5a yang menjadi bahan khotbah kita merupakan pasal terakhir dari surat Roma. Pasal ini dibagi menjadi tiga perikop oleh LAI, yaitu: salam, peringatan dan segala kemuliaan bagi Allah. Tiga perikop ini mungkin bisa diklasifikasikan sebagai: salam kepada saudara seiman dan sepelayanan dan ini yang menjadi penekanan dalam bahan khotbah kita (16:1-16, 21-24), peringatan akan bahaya perpecahan (16:17-20), dan salam terakhir Paulus (melalui Tertius) yang berisi penyingkapan kemuliaan Allah (16:25-27). Perikop pertama yang menjadi penekanan bahan khotbah kita adalah tentang salam kepada saudara seiman/sepelayanan itu disebutkan dan diberi salam bertujuan agar jemaat di Roma mengetahui siapa yang paling dihargai dan juga kepada siapa mereka harus mengikuti. Menarik sekali tafsiran ini. Dengan kata lain, melalui penyebutan nama-nama di dalam salamnya, Paulus ingin agar jemaat Roma mengenal orang-orang yang disebutkan dan mengikuti mereka. Di beberapa gereja Paulus memerintahkan perempuan untuk tidak mengambil peran kepemimpinan, mungkin karena menyebabkan masalah di sana. Febe adalah bukti bahwa ini bukan merupakan kebijakan universal. Paulus mengenal Febe sebagai diaken di gereja di Kenkrea, dekat Korintus. Itu adalah gelar lain yang digunakan Paulus untuk merujuk kepada pemimpin atas gereja. Paulus pernah memberikan Timotius nasihat ini: “Mereka juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat” (1 Tim. 3:10). Paulus menyebut Febe sebagai saudara. “Saudara” ini bukan saudara secara jasmaniah, namun secara rohaniah. Lalu, apa pentingnya kata “saudara” ini? Pentingnya adalah Paulus menyebut Febe, seorang perempuan sebagai saudara seiman. Di dalam tradisi Yahudi, ada pemisahan antara pria dan wanita, bahkan di dalam ibadah. Paulus menerobos budaya Yahudi dengan pengertian integratif bahwa pria dan wanita itu sama di mata Tuhan dan di dalam persekutuan di dalam Kristus, meskipun masih ada perbedaan natur dan otoritas di antara keduanya. Paulus bukan mengingatkan jemaat Roma untuk memperhatikan orang-orang yang melayani di Roma, tetapi justru orang yang melayani di luar Roma, yaitu di daerah Korintus. Ini adalah suatu teladan bagi kita. Kita sering kali hanya memperhatikan para pelayan Tuhan di tempat kita berada, namun tidak memperhatikan para pelayan Tuhan di tempat lain atau bahkan di pelosok-pelosok daerah. Bukan hanya menganggap Febe sebagai saudara seiman dan pelayan Tuhan, Paulus mengingatkan jemaat Roma untuk menyambutnya dan memberikan bantuan kepadanya. Di ayat 2, ia berkata, “supaya kamu menyambut dia dalam Tuhan, sebagaimana seharusnya bagi orang-orang kudus, dan berikanlah kepadanya bantuan bila diperlukannya. Sebab ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri”. Dari ayat ini, kita belajar dua point penting: pertama, menyambut saudara seiman di dalam Tuhan. Paulus mengingatkan jemaat Roma untuk menyambut Febe sebagai saudara seiman di dalam Tuhan, seperti seharusnya bagi orang-orang kudus. Berarti, seorang diaken bisa diidentikkan dengan orang kudus pada zaman itu, karena yang bisa menjadi diaken haruslah orang yang memelihara kekudusan. Dengan menerima dan menyambut saudara seiman di dalam Kristus, kita sedang membangun sebuah persekutuan yang indah di dalam Kristus yang mengakibatkan orang-orang di luar Kristen akan merasakan cinta kasih Kristus. Kedua, membantu saudara seiman jika diperlukan. Menyambut saudara seiman di dalam Tuhan bukan hanya ditandai dengan ucapan di mulut bibir kita saja, tetapi juga melalui perbuatan kita. Perbuatan itu ditandai dengan kerelaan kita membantu saudara seiman kita jika diperlukan.

Dalam dunia yang didominasi laki-laki, Priskila rupanya seorang perempuan yang menonjol, dibuktikan oleh fakta bahwa hampir tiap kali dia dan suaminya, Akwila , disebutkan di dalam Alkitab, namanya disebutkan lebih dulu. Mungkin karena ia memimpin pelayanan, sementara suaminya memimpin bisnis keluarga, yaitu membuat kemah. Rasul Paulus juga dilatih sebagai pembuat kemah, tinggal dan bekerja bersama pasangan ini saat dia mendirikan gereja di Korintus, Yunani. Paulus menyebut Priskila dan Akwila, sepasang suami-istri sebagai teladan pelayanan khususnya di dalam keluarga. Di sini kita bisa melihat apa yang Tuhan inginkan bagi keluarga dalam pelayanan. Priskila dan Akwila adalah pasangan suami-istri yang berpindah-pindah. Kehidupan yang berpindah-pindah ini adalah suatu yang tidak gampang. Tetapi di manapun mereka berada mereka mendirikan gereja, di manapun mereka berada, mereka mengumpulkan jemaat di rumah mereka. Kemungkinan besar mereka bukan full-time missionary, tetapi di dalam seluruh pekerjaan mereka, mereka mengutamakan dan melakukannya di dalam Kristus. Paulus mengatakan kalimat terakhir yang begitu indah tentang Priskila dan Akwila: mereka adalah orang-orang yang mempertaruhkan nyawanya bagi pekerjaan Tuhan (ay. 4) “Kepada mereka bukan aku saja yang berterima kasih, tetapi juga semua jemaat”. Di dalam bahasa aslinya mereka adalah orang-orang yang meletakkan leher mereka di atas batu. Kalau Febe melayani dengan segala apa yang dia miliki, dan membantu Paulus, membawa surat Paulus kepada jemaat di Roma; Priskila dan Akwila melakukan bahkan lebih dari itu, mereka menyerahkan leher mereka bagi Paulus. Bukan satu gereja, tetapi banyak gereja yang melihat Priskila dan Akwila mempertaruhkan nyawa mereka untuk Injil boleh diberitakan.

III. Refleksi
Kejadian 2:18 mengatakan: TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu ”seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia”. Kata “menjadikan penolong baginya” diberikan kepada perempuan, artinya Allah memberikan kepada perempuan kekuatan yang lebih dalam bekerja, memikirkan yang baik, mempergunakan yang ada pada dirinya, untuk membawa predikatnya sebagai penolong. Tahun ini Moria GBKP sudah berumur 71 tahun, berdasarkan thema khotbah kita “Membantu Dari Pekerjaan”, tentu tidak ada lagi kekhawatiran keluarga, jemaat dan masyarakat terhadap Moria GBKP, sebab Moria sudah jadi penolong. Artinya Moria sudah mempergunakan hidupnya seperti kodratnya dia diciptakan sebagai penolong. Dalam setiap sendi-sendi kehidupan ada kemampuan untuk memberikan pertolongan. Dilahirkan satu prinsip bahwa bekerja bukan hanya mencukupkan keperluan pribadi, keluarga saja tetapi juga hasil bekerja itu satu bagian disiapkan membantu orang lain; kekuatan yang Allah berikan bukan untuk kesenangan dan kepentingan pribadi dan keluarga saja tapi juga untuk orang di sekitarnya yang memerlukan bantuannya. Jadikanlah menolong, bekerja sebagai sukacita dalam hidup. Menolong dan bekerja jadi karakter hidup, kalau tidak menolong, tidak bekerja ada saja hal yang kurang dalam diri ini. Dalam kehidupan seorang ibu (Moria) yang seperti ini tentu menjadi sukacita di dalam keluarganya, anak-anaknya bersyukur kepadanya dan suaminya pun memuji-muji dia. Sebab dalam kehidupan seorang ibu yang bekerja dengan rajin, apapun yang dikerjakannya pasti hasilnya juga baik, ibu yang mau membantu dengan sukacita jadi kebanggaan terhadap keluarganya, karena berkat Tuhan yang melimpah dia terima yang bisa dirasakan anak-anak dan suaminya. Selamat HUT Moria GBKP 71 tahun.


Pdt. Andreas Pranata Meliala, S.Th
GBKP Rg. Cibinong

Minggu 29 September 2019, Khotbah II Tesalonika 3:1-5

Invocatio :

“Berdoalah terus untuk kami, sebab kami yakin bahwa hati nurani kami adalah baik, karena di dalam segala hal kami menginginkan suatu hidup yang baik” (Ibrani 13:18).

Bahan :

Keluaren 17:8-16 (Tunggal)

Tema :

“Doa Jemaat Jadi Kekuatan Hamba Tuhan”

 Allah menciptakan manusia untuk menjalankan kehendakNya, ini mengatakan maka bukan karena Allah tidak sanggup untuk melaksanakan kehendakNya tersebut maka manusia diberikan kemampuan untuk melaksanakan kehendakNya tetapi inilah cara Allah untuk memperlihatkan bagaimana berharganya manusia dihadapanNya. Tuhan Yesus, setelah IA di baptis, sebelum iA memulai pekerjaan pelayananNya, Dia memilih para muridNya yang menjadi temanNya untuk bersama-sama melakukan pekerjaan pelayanan. Dalam melakukan pekerjaan pelayanan tentunya kita melakukannya bersama-sama dan Tuhan Yesus memperlihatkan betapa pentingnya kehidupan berdoa dalam melakukan pelayanan.

 Firman Allah yang menjadi bagian pesan Allah yang hendak disampaikan dalam kebaktian Minggu kali ini yaitu sebagai berikut:
Invocatio: Ada dua hal yang menjadi kerinduan dari penulis kitab ibrani ini adalah hati nurani yang bersih dalam melayani (ayat 18) dan dapat kembali berjumpa dengan jemaat secepat-cepatnya (ayat 19), Harapan penulis kitab Ibrani ini adalah agar bersih hati nuraninya dan dia sangat mengharapkan agar jemaat dapat berdoa untuk dia.

 Bahan bacaan kita kali ini mengingatkan bagaimana pentingnya kebersatuan dari hati nurani yag bersih termasuk dalam pelayanan yang dilakukan kebersatuan Musa, Yosus, Harun Dan Hur sebagai pemimpin dan kerjasama yang mereka lakukan bersama bangsa Israel. Kerjasama itu adalah untuk berperang untuk melawan bangsa Amalek. Bagaimanakah kerjasama yang terjadi? Musa adalah pemimpin yang dipilih oleh Allah dan kadangkala Allah bekerja melalui tongkat yang dibawa Musa. Musa memilih Yosua sebagai pemimpin pasukan bangsa Israel, Yosua melakukannya sesuai dengan perintah musa (ayat 10). Kemudian Harun dan Hur bertugas untuk menopang agar Musa tetap dapat mengangkat tangannya, hal ini dikarenakan jika musa mengangkat tangannya bangsa Israel menang dan jika menurunkan tangannya bangsa Israel kalah. Harun dan Hur adalah orang yang membantu musa. Yosua, Harun dan Hur sangat menghormati musa karena mereka sangat meyakini bahwa musa adalah pemimpin yang telah ditetapkan oleh Allah. Mereka semua (Musa, Yosua) Harun dan Hur saling bekerjasama untuk satu tujuan utama yaitu untuk kemenangan bangsa Israel yang berarti juga kemenangan Tuhan.

 Bahan khotbah kita tidak terlepas dari pembahasan Rasul Paulus tentang akhir zaman (“pendungi jaman”). Dalam konteks ini Rasul Paulus tidak malu untuk memohon kepada jemaat agar tetap mendukung dia dalam doa. Beberapa hal topik doa yang dimohonkan Rasul Paulus kepada jemaat:

 Paulus memohon agar jemaat dapat berdoa untuk dia dan rekan-rekan sepelayananya dengan tujuan agar injil dapat lebih cepat tersebar dan orang dapat menerima injil tersebut (ayat 1). Rasul Paulus juga mengingatkan bahwa melakukan pekerjaan pelayanan adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Semua dapat mengambil bagian yang sesuai dengan kemampuan dan talentanya.

 Paulus mendorong jemaat agar mendoakan dia dan teman-teman sepelayanannya agar mereka dapat terhindar dari orang-orang yang kejam, yang anti dan yang menghalangi pekerjaan pelayanan tersebut (ayat 2). Kemudian dalam ayat ke 3-5 dapat terlihat teladan yang diberikan oleh Paulus sebagai Rasul meskipun dia menghadapi tantangan tetapi paulus tetap memberikan semangat kepada para jemaat untuk tetap mengandalkan Tuhan. sebagai Rasul, Paulus tetap mengingatkan jemaat tentang Kasih Tuhan yang tetap menyertai dan bersama dalam kehidupan jemaat. Tuhan tetap menyertai kehidupan jemaat sampai kepada akhir zaman.

 Doa jemaat sangat memberikan kekuatan kepada para Hamba Tuhan dalam melaksanakan tugas pelayanannya. Oleh karena itu jemaat perlu tetap didorong untuk tetap mendoakan para Hamba Tuhan dalam tugas pelayanan yang dilakukannnya.


Pdt. Prananta Jaya Ginting Manik, S.Si (Teol) MM
Runggun Bogor Barat

Minggu 22 September 2019, Matius 5:21-26

Invocatio :

Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya (Yesaya 32:17)

Bacaan :

Mazmur 85:10-14 (Tunggal)

Tema :

Berdamai Bukti Beribadah (Erdame tanda Ersembah)

 

Pengantar
Syair lagu berirama gurun pasir, “Perdamaian-perdaiaman, banyak orang suka damai tetapi perang makin ramai” Mengapa demikian ? karena banyak orang beranggapan bahwa “Damai” itu milik pribadi, bukan milik bersama. Masing-masing memperjuangkan damai untuk dirinya sendiri, mereka terjebak menjadi manusia ogiosme, menjanjah dan merusak kedamaian orang lain. Banyak orang yang berjuang mendapatkan kedamaian tetapi justru perusak kedamaian itu sendiri. Manusia saling menjajah dan menyakiti dengan alasan mendapatkan kedamaian bagi dirinya sendiri, terjadilah perang yang mengakibatkan penderitaan dan kerugian besar.

Minggu ini kita mengikuti “ Ibadah Perdamaian”, mari sejenak merenungkan kehidupan kita, apakah diri kita sudah menjadi pribadi yang membawa Damai ? atau sebaliknya dengan sadar atau tidak sadar kita sering menjadi pribadi “perusak kedamaian”. Mari kita tumbuhkan “outo kritik” dalam diri kita, bagaiman sikap kita dalam rumah tangga, lingkungan masyarakat dimana kita tinggal, di tempat pekerjaan dan juga dalam gereja ?

Sebelum kita menjadi pribadi yang membawa damai, mari kita selidiki hati kita apakah kita memang sudah merasa damai, karena hampir mustahil “orang bisa membawa damai sementara hatinya sendiri tidak damai”, mari kita renungkan masih adakah luka-luka di hati kita oleh goresan perkataan dan perbuatan orang lain ? atau ada perasaan bersalah, penyesalan tetapi belum kita katakan kepada orang yang kita sakiti ? Segeralah berdamai, minta maaf dan memafkan adalah cara yang paling mujarap bagi terapi jiwa.

Tema kita minggu ini jelas mengatakan bahwa sia-sia kita beribadah kalau kita masih menyimpan kebencian, tidak benar kita beribadah jika masih memelihara perselisihan dan pertikaian, karena bukti atau tanda seseorang beribadah ialah “Berdamai”
Mau berdamai ? Mau ?
Mari kita belajar dari Firman Tuhan yang menjadi renungan kita Minggu ini

Pendalaman Nats

Renungan kita Minggu ini diangakat dari bagian Khotbah Yesus di Bukit. Bagian Alkitab yang paling dikenal dari seluruh pengajaran Yesus.Petunjuk hidup yang harus di lakukan oleh pengikutNya. Dapat dikatakan bahwa kunci Khotbah di Bukit adalah Mat.6:8 “Janganlah engkau seperti mereka” hal ini sejajar dengan panggilan orang Israel sebelum memasuki tanah Kanaan, “janganlah kamu berbuat seperti yang diperbuat orang di tanah Kanaan “ ( Im.18:3), hal ini juga sangat di tekankan oleh Paulus, supaya orang Kristen tidak sama dengan dunia ini (bd.Rm 12:2). Hidp kekristenan itu harus tampil beda, inilah yang digelar sepanjang Khotbah Yesus di atas Bukit. Tabiat warga kerajaan Allah harus berbeda total dengan tabiat orang umum. Warga kerajaan sorga harus bersinar laksanapelita-pelita dalam kegelapan malam. Kebenaran mereka harus melebihi kebenaran ahli taurat dan orang Farisi baik dalam prilaku susila maupun dalam ketakwaan. Kasih sayang mereka harus lebih besar, hasrat dan cita-cita mereka harus lebih luhur dari semua oarang.

Kekontrasan hidup yang diajarkan oleh Tuhan Yesus jelas melalui ucapan-ucapan bahagia, mislanya berbahagialah orang yang miskin, berbahagialah orang yang berduka, sangat berbeda dengan ajaran dunia, pada umumnya “kunci” mendapatkan kebahagiaan adalah kekayaan dan tanpa masalah. Pada umunya manusia hidup saling menghormati dan memberi salam kepada orang yang punya hubungan baik dengannya, tetapi orang Kristen diperintahkan untuk mengasihi musuh-musuhnya (Mat. 5:44-47).

Salah satu cara untuk menciptakan perdamaian dan memutus tali perseteruan adalah “mengasihi musuh atau membalas kejahatan dengan kebaikan.” Mengasihi musuh mebuat kita bebas dari “amarah dan angkara murka” yang merupakan bibit pertengkaran dan pembunuhan.

Ay. 21-22. Sumber Pertengkaran dan Pembunuhan
Di Pasal 5 ayat 17, Yesus berkata : Aku datang bukan meniadakan Hukum Taurat dan Kitab nabi-nabi, melainkan untuk menggenapinya. Ada 2 hal yang bisa kita pelajari dari ayat ini
1. Yesus dan Hukum Taurat merupakan 2 sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, Yesus Jalan keselamatatan sedangkan Hukum Taurat adalah petunjuk untuk mendapat keselamtan. Petunjuk tanpa jalan kita tidak akan sampai ke tujuan, sebaliknya jalan tanpa petunjuk membuat kita tersesat.
2. Hukum Taurtat adalah teori keselamatan yang membutuhkan cara untuk melakukannya. Atau bisa kita gambarkan seperti seorang ibu yang membuat roti, Hukum Taurat adalah Bahan-bahannya, sedangkan Yesus adalah petunjuk cara membuatnya. Seberapa banyak dan mahalnya pun bahan-bahan untuk membuat makanan tidak akan berguna kalau kita tidak tahu mengolahnya. Sama seperti Hukum Taurat merupakan Undang-undang yang sempurna karena langsung diberikan Tuhan kepada Musa, tetapi tidak akan ada gunanya kalau tidak tahu cara mempraktekkannya. Orang Yahudi, Saduki Farisi bahakan Ahli-ahli Taurat di sesatkan oleh Taurat itu sendiri karena dia tidak tahu bagaiman cara memperlakukannya, mereka terjebak pada istilah “manusia untuk hukum Taurat”. Kedatangan Yesus ke dunia untuk menggenapi Hukum Taurat sehingga istilahnya berubah menjadi :’” Hukum Taurat untu Manusia”

Pengajaran Yesus tentang jangan membunuh, yang sebelumnya bagi pandangan ahli-ahli Taurat secara harafiah “mencabut nyawa”, sehingga mereka mengajarkan siapa yang membunuh harus di hukum. Sedangkan Yesus berbicara tentang yang tidak kelihatan yang menjadi “sumber” terjadinya pembunuhan, yaitu “amarah”. Amarah mengandung potensi yang sangat dahsyat mendatangkan “kematian (baca : pembunuhan). Amarah yang tidak tersalur bisa membunuh orang yang marah itu sendiri disisi lain amarah yang tersalur bisa membunuh objek yang dimarahi.

Demikian ngeri amarah itu sehingga Yesus mengatakan “siapa yang marah terhadap saudaranya harus dihukum”. Kita sering mendengar istilah tindakan Prefentif dan Persuasif, atau istilah kedeokteran “mencegah lebih baik dari mengobati” hal inilah yang diajarkan oleh Yesus supaya tidak terjadi pembunuhan, kita harus memelihara hati kita supaya tidak dipenuhi oleh amarah.

Yesus menhajarkan supaya apengikutnya harus menjaga hati dan mulut, karena siapa yang mengatakan saudaranya kafir harus di hukum dan siapa mengatakan orang lain jahil akan dimasukan kedalam neraka yang menyala-nyala.

Ay. 23-26. Berdamai Syarat Beribadah
Yesus adalah sosok yang rindu kedamaian, bahkan Dia disebut raja damai. Dia menjadi korban perdamaian antara Allah dan manusia yang sudah jatuh kedalam dosa. Bagi Yesus jauh lebih berharga “hati yang tulus, tentram dan damai dari pada persembahan. Tidak ada makna persembahan jika dilandasi dengan amarah, kebencian, perselisihan dan pertengkaran. Tersirat dalam ayat ini bahwa persembahan tidak sanggup menghapus dosa kebencian, pertengkaran dan amarah. Sehingga Yesus mengatakan : Jika engkau mau memberi persembahan di mezbah persembahan dan engkau mengingat sesuatu yang ada dalam hati saudaramu, tinggalkanlah persembahanmu dan pergilah berdamai dengan saudaramu lalu kembali datang untuk memberikan persembahanmu.

Ada istilah : “Sejuta kawan tidak sanggup membawamu masuk sorga, tetapi satu musuh cukup menutup sorga dan membuka neraka bagimu.” Ini penegasan pentingnya perdamaian, karena firman Tuhan : Jika kamu tidak mengampuni saudaramu, yang bersalah kepadamu maka dosamu pun tidak akan diampuni Tuhan”. Kalau kita tidak sanggup mengampuni dan berdamai dengan saudara kita, sebagai warga GBKP setiap kali kita menguikuti “persekutuan” akan membawa kita terperosok lebih dalam lagi ke dalam dosa, karena setiap ibadah-ibadah selalu diakhiri dengan Doa Yang Diajarkan Yesus, salah satu isi doa yang diajarkan Yasus adalah : “ Ampinilah kesalahan kami, seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami”, lalu bagaimana sikap kita ? diam atau harus kita tambah... kecuali..
Bagi Yesus ibadah yang benar syaratnya adalah berdamai dengan suadara-saudara kita. Brerdamailah dengan lawanmu saat engkau dalam perjalanan, agar jangan disersahkan ke hakim dan dilemparkan ke dalam penjara. Mungkin situasi kita sebagai jemaat kota kita tidak berjalan bersama-sama menuju gereja, berbeda dengan di kampung, apalagi gerejanya sedikit jauh daru rumah-rumah jemaat, mereka biasa berjalan bersama menuju gereja dan juga pulangnya tentunya. Coba kita bayangkan jika dalam satu gereja itu ada permusuhan, mereka berjalan bersama satu kampung, satu suku bahkan masih ada pertalian keluarga, hal ini pasti akan memunculkan “hakim-hakim” yang akan memvonis mereka dan memasukkannya kedalam penjara (baca: orang tidak benar, kristen munafik). Dan tuduhan (vonis) itu tidak akan selesai (lunas) kalau mereka tidak membayarnya (baca: berdamai).

Tema Minggu Perdamaian ini : Berdamai tenda (bukti) Orang beribadah. Orang tidak akan percaya bahwa kita rajin beribadah kalau kita masih menyimpan kebencian, amarah perselisihan dan pertengkaran. Kalaupun kita sungguh-sungguh sering beribadah tetapi kalau kita masih menyimpan kebencian dan permusuhan maka kita akan di sebut dengan orang munafik. Bukti (tanda) orang rajin beribadah adalah cinta damai.

Dimana ada damai di sana akan ada kasih dan kesetiaan, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi keadilan akan menjenguk dari langit . Suatu gambaran sukacita yang tiada taranya dilukiskan oleh Pemazmur dalam nast bacaan kita

Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya (Yes. 32:17).

Damai itu indah, seindah bunga Lili. Keindahan bunga Lili itu akan terlihat dalam diri kita sebagai bukti ibadah-ibadah kita, jika dalam hati kita bertumbuh “ LILI”
Lupakan perbuatan baik kita kepada orang lain
Ingat perbuatan baik orang kepada kita
Lupakan kesalahan orang lain pada kita
Ingat kesalahan kita kepada orang lain

Pointer Aplikasi
1. Kelolalah hati kita agar tidak ada kemarahan
2. Kemarahan mendatangkan penghukuman, pengampunan mendatangkan damai sejahtera
3. Hidup Dalam Perdamaian mendatangkan sukacita dan berkat
4. Bukti ibadah kita akan terlihat dari perjuangan kita mendatangkan perdamaian.

Pdt. Saul Ginting
GBKP Runggun Bekasi

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD