SUPLEMEN PA MAMRE 23-29 APRIL 2023, DANIEL 1:8-19

Bahan  :

Daniel 1:8-19

Tema :

“Pentar Njaga Kesehatan”

Tujun : Gelah Mamre

1. Meteh kuga Daniel ras teman-temanna njaga kesehatena guna kesetiaan man Tuhan ras kesehaten kulana

2. Nggit njaga kesehaten arah njaga perpan, inemen, obat-obaten, pertunduh ras sidebanna

 

I. Kata Penaruh

Setiap manusia tentunya mau hidup sehat, tidak sakit-sakitan dan berumur panjang. Tetapi jika kita perhatikan, semakin modern peradaban manusia, semakin banyak penyakit yang tidak biasa yang diderita oleh manusia (contoh: Pandemi Covid-19). Pola piker orang pada umumnya bahwa, orang yang tinggal di desa pada umumnya lebih sehat dan berumur lebih panjang dari pada orang yang tinggal di kota besar, padahal penghasilan orang di kota pasti jauh lebih besar dari pada penghasilan orang yang tinggal di desa. Nampaknya faktor kesehatan sangat dipengaruhi oleh makanan yang kita makan, lingkungan, serta gaya hidup kita.

Pada Alkitab diceritakan dalam Kitab Daniel sebagaimana Daniel dan teman-temannya yaitu Sadrakh, Mesakh, dan Abednego yang dibuang ke Babel dan mendapat kesempatan untuk menjadi pegawai di kerajaan Babel. Mereka pun harus mengikuti pendidikan yang diadakan di Babel dan makan makanan yang menurut orang Babel adalah makanan yang bergizi. Tetapi Daniel dan teman-temannya tidak mau memakan makanan tersebut karena mereka tidak mau menajiskan diri mereka dengan makanan Raja. Ada kemungkinan bahwa makanan tersebut telah dipersembahkan kepada dewa-dewa Babel dan hal tersebut bertentangan dengan iman mereka, namun ada juga kemungkinan bahwa Daniel dan kawan-kawan telah bernazar untuk pantang makan daging dan anggur. Daniel pun menantang untuk melakukan percobaan, dimana Daniel dan teman-temannya hanya memakan sayur dan air, sementara orang lain memakan daging dan anggur. Setelah percobaan selama sepuluh hari, hasilnya ternyata menakjubkan. Daniel dan teman-temannya yang hanya makan sayur dan minum air, memiliki perawakan yang lebih baik, lebih sehat dan justru mereka menjadi lebih gemuk dari orang lain (Daniel 1:15). Terlebih lagi, Tuhan memberikan pengetahuan dan kepandaian kepada Daniel dan kepada teman-temannya (Daniel 1:17).

Dalam sebuah peribahasa disebutkan “Men Sana Incorpore Sano” sudah sering kita sebutkan, bahkan kita sudah lazim dalam mengartikan kata-katanya, yaitu : “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat‟. Akan tetapi, bagaimana kalau peribahasanya kita balikkan menjadi “Men Sano Incorpore Sana”? Apakah istilah ini lebih baik dan benar? Dimana di dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang sehat. Untuk sekedar mengingatkan kita bahwa dalam Amsal 17:22, berkata: “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.[1] Mari kita pahami dalam bahan PA Mamre kita saat ini.

II. Uraian Teks

Kitab Daniel tergolong dalam apa yang disebut tulisan “penyingkapan” (Apocalyptic). “Apocalyptic” berasal dari kata Yunani apokalypsis, yang berarti “suatu pengungkapan” atau “suatu penyataan.”[2] “Di antara kitab-kitab Perjanjian Lama, Kitab Daniel memiliki keunikan tersendiri. Kitab ini sangat kental dengan semua ciri khas tulisan apokaliptis dapat dibandingkan dengan (Why. 1:1) “apokalypsis”.[3] Dalam kitab Daniel ditemukan nubuatan-nubuatan yang paling berpengaruhdan paling menarik” “mencakup sejarah dunia mulai dari zamannya sampai pada zaman akhir”[4] Sepanjang masa Kekristenan, cerita-cerita dan nubuatan-nubuatan Daniel telah mengilhami para penyair, seniman, dan filsuf. Cerita-cerita dan nubuatan-nubuatan itu telah memberikan penghiburan dan pengharapan kepada yang letih, namun pada saat yang sama cerita-cerita dan nubuatan-nubuatan itu telah menantang pemikiran-pemikiran para ahli sejarah dan teologi. Di atas segalanya, buku ini telah menunjukkan bahwa dunia ini bukanlah sebuah ujung gunung es di atas permukaan laut yang sedang hanyut menuju suatu akhir yang tidak diketahui, tetapi buku ini menunjukkan bahwa, di balik kejadian-kejadian dan berbagai cara yang tidak dapat bayangkan atau mengerti sekarang, Allah sedang bekerja untuk membawa segala sesuatu ke sebuah akhir yang besar dan mulia. “Sementara mendekati penutupan dari sejarah dunia ini, nubuatan-nubuatan yang dicatat oleh Daniel menuntut perhatian khusus, karena nubuatan-nubuatan itu berkaitan dengan saat di mana kita sedang hidup.”[5] Bahkan Yesus sendiri secara khusus menunjuk kepada Daniel dengan berkata, “Apabila kamu melihat kekejian yang membinasakan berdiri di tempat kudus, menurut firman yang disampaikan melalui Nabi Daniel, (para pembaca hendaklah memahaminya)” (Mat. 24:15; dan Mrk 13:14).

Tradisi Yahudi dalam Talmud Babilonia (Baba Bathra 15a) menyatakan bahwa orang-orang dari Synagoge Besar menulis beberapa kitab, termasuk Kitab Daniel. Pernyataan ini, sebagaimana sudah sering dijelaskan oleh para ahli-ahli teologi, tidak berarti bahwa orang-orang Yahudi menolak Daniel sebagai penulis. Kata “menulis” (katab) dalam pernyataan ini harus dipahami dalam arti mengumpulkan atau menyalin. Tradisi Yahudi maupun Kristen kuno secara jelas mengarah pada Daniel sebagai penulis kitab ini. Keyakinan ini memiliki dukungan yang cukup kuat. Penulisan kitab Daniel oleh Daniel bukan hanya dinyatakan secara tegas dalam Daniel 12:4, tetapi juga ditemukan secara tersirat dengan banyak petunjuk riwayat hidupnya sendiri dalam pasal 7:1 – 12:13. Menurut W.S. Lasor dkk “Mungkin tidak ada kitab lain dalam Alkitab yang waktu penulisannya ditegaskan dengan begitu pasti dan disangkal dengan begitu keras, misalnya kitab Daniel”.[6] Kitab Daniel sangat jelas ditulis oleh Daniel pada abad ke 6-sM. Ketika Daniel dibuang ke Babel pada waktu penyerbuan Yehuda yang pertama oleh raja Nebukadnezar pada tahun 605 sM, sehingga dia mengalami masa pembuangan dari awal sampai akhir dan menyaksikan kembalinya orang Yahudi ke Yerusalem dengan izin raja Koresy pada tahun 538 sM. Sebagai dukungan terhadap Daniel sebagai penulis kitab Daniel, dapat dilihat dalam pasal 7-12 yang mengatakan bahwa penglihatan-penglihatan itu diterima oleh Daniel sendiri, misalnya 7:1-2; 8:1; 9:2 dsb. Tapi karena kitab itu merupakan kesatuan, ini menimbulkan kesimpulan bahwa penulis dari bagian kedua (pasal 7-12) harus juga penulis dari bagian pertama (ps 1-6).[7] Argumentasi lain yang mendukung, bahwa Daniel adalah penulisnya adalah gaya bahasa Ibrani yang dipakai dalam kitab ini adalah se-zaman dengan kitab Yehezkiel, Hagai, Ezra dan Tawarikh[8].

            Menurut D. J. Wiseman “Ada dua maksud penulisan kitab Daniel:

  • Untuk menenteramkan hati umat bangsa Israel pada kitab perjanjian PL bahwa hukuman pembuangan mereka di antara bangsa-bangsa kafir tidak akan menjadi nasib tetap mereka; dan
  • Untuk mewariskan kepada umat Allah sepanjang sejarah berbagai penglihatan yang bersifat nubuat tentang kedaulatan Allah atas bangsa-bangsa dan kemenangan terakhir kerajaan-Nya di bumi”.[9]

Kedua maksud itu ditunjukkan sepanjang kitab ini dalam kehidupan Daniel dan ketiga sahabatnya dan dilukiskan dalam nubuat dan pelayanan Daniel. Kitab ini menegaskan bahwa janji-janji Allah untuk memelihara dan mengembalikan umat perjanjian-Nya adalah sama pastinya dengan kerajaan Mesias yang akan datang yang akan bertahan selama-lamanya. Kedaulatan Allah merupakan tujuan utama dari kitab Daniel. Kedaulatan Allah merupakan inti kitab ini dan dapat dilihat sedang bekerja, baik dalam arena rohani maupun arena politik.

Dalam penjelasan teks Daniel 1:8-19, Daniel tidak hanya menunjukkan pola hidup sehat tapi soal KETAATAN KEPADA TUHAN. Untuk meraih kesehatan tubuh itu, Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih dan bertindak. Tuhan hanya memberi rambu-rambu umum. Sebagai contoh, untuk urusan makanan, sebagai salah satu syarat untuk sehat, Tuhan bersabda: "Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh   bumi   dan   segala   pohon-pohonan   yang   buahnya   berbiji,   itulah  akan   menjadi makananmu."(Kejadian 1:29). ".....tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu" (Kejadian 3:18b). Ketika menjawab godaan ular, Eva berkata:”Buah dari pohon-pohon di taman ini boleh kami makan. Tetapi mengenai makan buah dari pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah telah berfirman: “Kamu tidak boleh memakan buahnya, tidak, kamu tidak boleh menyentuhnya agar kamu tidak mati.” (Kejadian 3:2-3). Artinya pola Hidup (life style) menjadi salah satu faktor menjaga kesehatan, walaupun ada kebebasan tapi harus menjadikan kebebasan itu menjadi kebebasan yang bersyarat.

III. Aplikasi

Menurut Mahbub ul Hag, penggagas Teori Pembangunan Manusia, salah satu prasyarat bagi manusia yang berkualitas adalah derajat kesehatan dalam arti yang luas, sesuai dengan definisi kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO). WHO mendefinisikan Kesehatan sebagai “A state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of desease or infirmity” (Suatu keadaan yang sempurna secara fisik, mental dan sosial, bukan sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan). Definisi tersebut sudah digunakan sejak tahun 1947 dan itu tertulis pada Pembukaan Konstitusi WHO. Menurut definisi ini, secara tegas disebutkan bahwa untuk dapat disebut sehat, seseorang harus sehat secara fisik (tubuh) dan mental (jiwa). Dengan pemaknaan itu, orang yang berkualitas pun, yang dinyatakan oleh indeks pembangunan manusia, adalah orang sehat tubuh dan jiwanya atau orang yang sehat jiwa dan tubuhnya.

Pada dasarnya alasan ilmu pengetahuan untuk menjaga kesehatan tubuh tidaklah berbeda atau bertentangan dengan alasan menurut Alkitab. Bahkan salah satu metode dan bukti ilmiah dijelaskan, misalnya, makanan berpengaruh terhadap kesehatan, itu dicatat dalam Alkitab, jauh hari sebelum ahli kesehatan dan kedokteran memikirkannya. Jauh sebelum para ahli kesehatan mengembangkan epidemiologi modern, Daniel sudah melakukannya secara ilmiah. Inilah ekperimen kesehatan (terkontrol) pertama yang dilakukan manusia (Daniel 1:1-17). Oleh karena itu, Daniel dapat kita juluki sebagai pioner Epidemiologi, suatu ilmu yang mempelajari frekuensi, distribusi, dan faktor penyebab penyakit, khususnya kaitan antara makanan dan kesehatan. Alkitab memberi perhatian khusus pada kesehatan. Di dalam Alkitab, kata sehat juga disebutkan dalam ayat-ayat yang berbeda dalam kitab. Ayat tersebut bahkan ditekankan pentingnya kesehatan tubuh, jiwa, dan roh manusia sebagai suatu kesatuan yang utuh. Seperti halnya iman, kesehatan itu sendiri adalah karunia. Setiap orang beriman yang diberi kesehatan oleh Tuhan, tidak boleh memegahkan diri. Karena itu bukanlah hasil usaha kita, melainkan karunia dari Tuhan (Efesus 2:9). Itu bukan berarti manusia tidak perlu berusaha. Menjaga kesehatan adalah implementasi kasih kepada diri (tubuh). Kesehatan tubuh manusia, seperti halnya keselamatan, adalah janji Tuhan bagi setiap orang yang benar-benar mampu mengasihi (1 Korintus 2:9).

Persoalannya sekarang adalah ketika manusia mengandalkan hanya pengetahuannnya untuk menggapai kesehatan tubuh. Dokter yang ahli, peralatan medis yang canggih dan jaminan asuransi menjadikan manusia mengabaikan Tuhan. Pada hal, Tuhan menghendaki kita agar sungguh-sungguh menjalankan dan melakukan perintahnya: "Jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan apa yang benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada perintah-perintahNya dan tetap mengikuti segala ketetapanNya, maka Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit mana pun, yang telah Kutimpakan kepada orang Mesir; sebab Aku, Tuhanlah yang menyembuhkan engkau” (Keluaran 15:26). Masalah kesehatan terkait dengan faktor perilaku. Meningkatkan kesehatan berarti memperbaiki perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat. Perilaku dan kebiasaan hidup (gaya hidup) yang tidak sesat, memang, tak mudah diubah, walaupun bukan berarti tak bisa diubah. Yang diperlukan adalah perubahan atau revolusi pola pikir dan pada gilirannya revolusi mental.[10]

Profesor Carol Dweck, pakar psikologi dari Stanford University, USA, menyatakan bahwa talenta seseorang dapat dikembangkan melalui pengorbanan, pendidikan, dan daya juang (terus-menerus).[11]Yang dituntut adalah komitmen untuk belajar mengambil risiko dan belajar dari orang-orang di sekitarnya yang menantangnya untuk bertumbuh, melihat secara jujur keterbatasan, dan mencari cara untuk menyembuhkannya. Inilah yang dikenal sebagai pola pikir bertumbuh (growth mindset). Dengan alur berpikir yang sama dengan Dweck, tabiat jelek dapat diubah. Caranya adalah dengan merevolusi pola pikir untuk menghasilkan sikap mental positif. Dengan itu maka akan berubahlah mental tidak sehat menjadi mental sehat. Revolusi mental untuk berperilaku sehat tak cukup dikumandangkan, dipidatokan, dihalohalokan, atau dipajang besar-besar di perempatan jalan. Revolusi mental, sebagai bentuk perubahan perilaku, tidak hanya memerlukan faktor predisposisi tetapi juga factor pendorong dan faktor pemungkin. Yang saya sebutkan pertama itu adalah faktor predisposisi. Mengumandangkan, memidatokan, atau berorasi revolusi mental hanyalah membuat orang mengetahuinya, belum tentu melakukannya apalagi menginternalisasikannya. Itu adalah ranah yang paling rendah dalam rentetan perubahan perilaku. Revolusi mental sehat butuh faktor pendorong. Dan, itu, antara lain, adalah keteladanan. Keteladanan dari siapa? Ya, tentulah dari tokoh atau pemimpin. Menjadi bermental mental juga memerlukan faktor pemungkin. Untuk dapat hidup sehat, tentulah manusia harus memiliki akses ke sumberdaya yang menunjang kesehatan, seperti makanan yang cukup, air yang bersih, lingkungan yang sehat, dan layanan kesehatan yang memadai.

Jadi, Mamre harus ngasup me jadi usihen ibas LIFE STYLE baik ibas makanan, pola istirahat, terlebih kesetiaan dan ketaatan man Dibata. Si enda banci mereken kedewasaan dalam bertutur kata, bertindak dan berpikir. Jadi lanai lit istilah MAMRE singatakenca MAN MAKA REH. Tapi kinitedehen man Kata Dibata erbahanca jadi pentar ras menikmati berkat Tuhan dan siap menjadi berkat bagi orang lain.

Pdt. Anton Keliat, S. Th., M.A.P-GBKP Runggun Semarang

 

[1] Alkitab (Terjemahan Baru) (Jakarta: LAI 1974, 2013).

[2]Gerhard F. Hasel, Kitab Daniel: Pedoman Pelajaran Sekolah Sabat (Bandung: Indonesia Publishing House,2004), 5.

[3]Bill T. Arnold & Bryan E. Beyer, Encountering the Old Testament (Grand Rapids: Baker Books,1999), 428.

[4]Angel Rodriguez, Nubuatan-nubuatan Besar Apokkaliptis, (Bandung: Publising House, 2002), 6.

[5] Ellen G. White, Alfa dan Omega jil 4 (Bandung: Indonesia Publishing House,1999) 150.

[6]W.S. Lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), 415.

[7]Edward J. Young, Tafsiran Alkitab Masa Kini 2 Ayub-Maleakhi (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1994), 547.

[8]Roy B. Zuck, Abiblical Theology of The Old Testament (Teologi Alkitabiah Perjajian Lama), (Malang: Gandum Mas, 2005), 689.

[9]D. J. Wiseman, “Some Historical Problems in the Book of Daniel,” D. J. Wiseman, ed., Notes onSome Problems in the Book of Daniel (London: The Tyndale Press, 1965), 9-18.

[10] http://psychology.about.com/od/profilesmz/p/martin-seligman.htm

[11] Freire P, Pedagogy of the Oppressed, 1970, 121.

 

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD