MINGGU 07 JULI 2024, KHOTBAH 2 KORINTI 8:10-15

Invocatio :

“Hari raya Tujuh Minggu, yakni hari raya buah bungaran dari penuaian gandum, haruslah kau rayakan, juga hari raya pengumpulan hasil pada pergantian tahun” (Kel. 34:22)

Ogen :

Bilangan 28:26-31 (Tunggal)

Kotbah :

2 Korintus 8:10-15 (Anthiponal)

Tema :

Mere Alu Ukur Ersuruh (Memberi Dengan Hati Yang Tulus)

 

 

I. Pendahuluan

Kita sering mendengar atau bahkan mengucapkan kalimat “memberi lebih baik daripada menerima”. Kalimat tersebut kita tafsirkan sebagai tanda bahwa kita sebagai manusia pada umumnya ingin menjadi berkat bagi orang yang membutuhkan. Bahkan kalimat tersebut adalah harapan dan perintah dari Yesus kepada semua orang yang sudah mendapatkan berkat dari Dia (Kis. 20:35b). Tapi pada kenyataannya apakah memang benar seperti itu? Atau jangan-jangan kalimat tersebut menandakan bahwa kita hanya ingin memiliki lebih banyak segala sesuatunya daripada orang lain?. Karena belum tentu semua orang yang memiliki lebih banyak, akan siap untuk memberi kepada orang yang membutuhkan. Bagaimana lagi dengan orang yang pas-pas’an. Pada renungan kali ini, kita tidak hanya membahas tentang bagaimana memberi dalam kelimpahan, tetapi bagaimana kita bisa berkontribusi baik dengan apa yang kita punya kepada semua orang yang membutuhkan termasuk gereja.

II. Isi

  • Khotbah: 2 Korintus 8:10-15

Surat 2 Korintus 8:10-15 memberikan kita pandangan yang mendalam tentang sikap dan prinsip dalam memberi, terutama melalui teladan jemaat Makedonia. Latar belakangnya adalah ketika jemaat di Korintus dipanggil untuk memberikan bantuan bagi saudara-saudara mereka di Yerusalem yang sedang mengalami kesulitan.Paulus menyampaikan suratnya kepada jemaat Korintus agar meneladani iman dalam bentuk pelayanan kasih yang dilakukan jemaat-jemaat di Makedonia untuk membantu jemaat di Yerusalem. Paulus memberikan dorongan dan bimbingan kepada jemaat di Korintus terkait komitmen mereka untuk memberikan sumbangan bagi orang-orang kudus di Yerusalem yang sedang mengalami kesulitan. Jemaat Yerusalem diketahui sedang mengalami kesusahan hidup oleh karena terdampak bencana kelaparan yang terjadi disaat itu. Bencana ini sudah dinubuatkan oleh nabi bernama Agabus (Kis.11:27-28, Luk. 10:1). Surat ini ditulis dalam konteks upaya kolektif gereja-gereja di seluruh wilayah untuk membantu sesama saudara seiman yang membutuhkan. Paulus, sebagai pemimpin dan pendiri gereja-gereja ini, berusaha menggalang dukungan dan solidaritas di antara jemaat-jemaat yang tersebar. Karena itu Rasul Paulus terbeban untuk mengumpulkan bantuan dari jemaat-jemaat yang ia kunjungi dalam misi penginjilannya untuk membantu jemaat Yerusalem. Dan saat Paulus di Makedonia dia dibuat kagum oleh kerelaan hati jemaat disana karena sekalipun dalam kekurangan mereka tetap bersedia untuk memberi bantuan bahkan sampai mendesak untuk melalukan hal itu walaupun mereka sangat miskin.

Mereka mampu melakukannya oleh karena kasih karunia yang telah dianugerahkan Tuhan bagi mereka. Sekalipun mereka miskin dan menderita, tetapi Paulus melihat mereka memiliki sukacita, kaya dalam kemurahan dan bahkan memberi lebih dari yang diharapkan. Oleh karena itu Paulus mengutus Titus kembali ke Korintus untuk mengumpulkan bantuan tersebut. Karna pengumpulan bantuan ke Korintus sudah dimulai sejak setahun yang lalu, tetapi jemaat Korintus bahkan mengabaikannya. Paulus mengajak jemaat Korintus untuk melihat jemaat Makedonia, karena jika dibandingkan dengan Makedonia, Korintus sangat jauh lebih kaya. Paulus juga menyoroti prinsip keadilan dan keseimbangan dalam pemberian. Dia menjelaskan bahwa tujuan dari sumbangan ini adalah untuk menciptakan keseimbangan dalam kebutuhan, bukan untuk membuat jemaat Korintus menderita demi membantu orang lain. Saat ini, jemaat Korintus memiliki kelimpahan yang dapat mereka gunakan untuk mencukupi kekurangan jemaat di Yerusalem. Paulus juga mengingatkan bahwa suatu saat nanti, keadaan bisa berbalik dan jemaat Korintus mungkin akan membutuhkan bantuan dari orang lain. Dengan mengutip Keluaran 16:18 tentang pengumpulan manna, Paulus menegaskan bahwa dalam komunitas Kristen, tidak ada yang berlebihan atau kekurangan karena Tuhan menyediakan cukup bagi semua orang. Korintus juga sudah mengalami kasih karunia dari Kristus oleh karena itu Paulus menekankan supaya jemaat di Korintus harus meresponnya dengan ucapan syukur yang diwujudnyatakan dalam pelayanan kasih.

  • Ogen : Bilangan 28:26-31

Kitab Bilangan 28:26-31 memberikan instruksi kepada bangsa Israel tentang bagaimana mereka harus mempersembahkan korban-korban pada Hari Raya Pentakosta atau Shavuot (Ibrani). Dirayakan pada hari kelima puluh sesudah Hari Raya Paskah bertepatan waktunya dengan hari raya tuaian; pada hari itu, sehabis "tujuh minggu" (inilah kira-kira waktu penuaian) dipersembahkan "hasil pertama bumi; inilah pesta "buah-buah pertama", atau disebut hari raya ketujuh minggu. Dimana mereka mengumpulkan hasil panen pertama dari tanah yang baru mereka tanami. Ini adalah momen penting dalam siklus pertanian di mana mereka memberikan persembahan kepada Tuhan sebagai ungkapan syukur atas berkat-berkat yang mereka terima. Persembahan yang diberikan bukan hanya sekadar tugas rutin atau kewajiban, melainkan adalah ekspresi nyata dari syukur dan pengakuan akan kemurahan Tuhan atas segala berkat yang telah diberikan kepada umat-Nya. Dengan memberikan hasil panen pertama kepada Tuhan, umat Israel menegaskan bahwa segala yang mereka miliki berasal dari-Nya dan bahwa mereka bersedia memberikan yang terbaik sebagai ungkapan penghargaan tertinggi kepada Sang Pemberi. Kemudian, hari itu dikenal sebagai Hari Raya Pentakosta karena dirayakan pada hari ke-50 dihitung dari hari sabat permulaan Hari Raya Paskah. Hari ini ditandai dengan perkumpulan kudus dan mempersembahkan korban-korban. Ini adalah salah satu dari beberapa perayaan yang diatur oleh hukum Taurat, yang memiliki signifikansi spiritual dan sejarah yang besar bagi bangsa Israel.

Pada Hari Raya Tujuh Minggu, bangsa Israel diingatkan untuk mempersembahkan persembahan-persembahan khusus kepada Tuhan sebagai tanda syukur atas berkat-berkat yang mereka terima dan juga untuk mengingatkan umat Israel akan berkat-berkat Tuhan dan memperkuat hubungan mereka dengan-Nya. Ayat-ayat ini secara rinci menjelaskan jenis persembahan yang harus mereka bawa : dua ekor domba jantan yang berumur setahun, tanpa cacat, yang akan disembelih sebagai korban bakaran bagi Tuhan. Korban bakaran ini adalah simbol dari penyerahan total kepada Tuhan. Api yang membakar seluruh tubuh hewan melambangkan persembahan total tanpa sisa kepada Tuhan, sebagai tanda kesetiaan dan pengabdian penuh. Mereka juga diminta untuk membawa sajian tepung yang diolah dengan minyak zaitun, sebagai persembahan makanan yang harum bagi Tuhan, serta minuman anggur sebagai hidangan pembakaran yang menyenangkan bagi-Nya. Tepung dan minyak melambangkan hasil bumi dan kerja manusia yang dipersembahkan kembali kepada Tuhan sebagai tanda syukur dan pengakuan bahwa segala sesuatu berasal dari-Nya. Seekor kambing jantan dipersembahkan sebagai korban penghapus dosa. Ini adalah tindakan pendamaian, yang menunjukkan pengakuan bangsa Israel akan dosa-dosa mereka dan kebutuhan mereka akan pengampunan. Pentingnya Hari Raya Tujuh Minggu bukan hanya dalam hal persembahan, tetapi juga dalam merayakan kesetiaan dan berkat-berkat Tuhan. Pada hari yang sama, bangsa Israel diingatkan untuk mengadakan perhimpunan suci, di mana mereka berkumpul bersama-sama di hadapan Tuhan untuk merayakan dan menghormati-Nya. Ini adalah momen yang diharapkan untuk bersyukur kepada Tuhan atas segala yang Dia berikan dan mengingat perjanjian mereka dengan-Nya.

  • Invocatio : Keluaran 34:22

Keluaran 34:22 adalah perintah Allah kepada bangsa Israel untuk merayakan dua peristiwa penting dalam tahun pertanian mereka: Pesta Tujuh Mingguan dan Pesta Pengutipan pada akhir tahun. Dalam konteks agama dan kehidupan sosial masyarakat Israel kuno, perayaan ini memiliki makna yang mendalam. Pesta Tujuh Mingguan, atau Pesta Pengumpulan, adalah waktu bagi umat Israel untuk merayakan hasil panen gandum. Panen gandum adalah momen krusial dalam siklus pertanian tahunan, dan ketersediaannya sangat memengaruhi kehidupan mereka. Merayakan hasil panen merupakan ungkapan syukur kepada Allah atas berkat-Nya yang melimpah. Lebih dari sekadar perayaan sosial, Pesta Tujuh Mingguan adalah wujud pengakuan bahwa Allah adalah sumber segala berkat dan memberikan makanan yang diperlukan untuk kelangsungan hidup (bdk.Bil. 28:26-31/khotbah). Sementara itu, Pesta Pengutipan pada akhir tahun adalah momen terakhir dalam siklus pertanian. Pada saat ini, hasil panen yang tersisa di ladang dikumpulkan. Ini adalah kesempatan terakhir dalam tahun itu untuk mengumpulkan segala yang telah diberikan Allah. Pesta ini bukan hanya tentang menyelesaikan siklus pertanian, tetapi juga tentang refleksi atas kerja keras dan berkat-berkat yang diberikan Allah sepanjang tahun tersebut. Dengan merayakan Pesta Tujuh Mingguan dan Pesta Pengutipan, bangsa Israel mengakui bahwa mereka adalah umat yang diberkati dan dilindungi oleh Allah. Mereka belajar untuk tidak hanya bergantung pada hasil kerja mereka sendiri, tetapi juga pada penyediaan dan perlindungan Ilahi. Ini adalah bagian dari identitas mereka sebagai umat yang dipilih oleh Allah, yang memerintahkan mereka untuk menghormati-Nya dan mengikuti ketetapan-ketetapan-Nya.

III. Refleksi

  1. Memberi Bukan Sekadar Kewajiban, Tetapi Ekspresi Cinta: jemaat di Makedonia tidak memiliki alasan lain dalam hal memberi kecuali karena ekspresi cinta mereka terhadap kasih karunia yang telah mereka dapatkan dari Tuhan, yang tidak ternilai batasnya. Mereka tidak hanya menunjukkan meteri sebagai sumbangan mereka, tetapi sekaligus menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang mengalami kasih karunia Tuhan dalam hidupnya. Jadi itu merupakan sebuah ekspresi cinta mereka atas dasar cinta Tuhan yang telah mereka dapatkan terlebih dahulu. Terkadang kita cenderung melihat memberi sebagai kewajiban atau tindakan yang harus kita lakukan. Namun, ketika kita memahami bahwa memberi adalah ekspresi dari cinta dan kesetiaan kita kepada Tuhan dan sesama, itu akan menjadi tindakan yang alami dan bermakna.
  2. Memberi dalam Keterbatasan Memperkaya Kita : Persembahan kita kepada Tuhan dan sumbangan kita kepada sesama tidak selalu harus dalam jumlah besar. Bahkan dalam keterbatasan, kita masih dapat memberi dengan sukacita dan murah hati. Ini mengajarkan kita untuk tidak menunggu sampai kita memiliki kelebihan untuk memberi, tetapi memberi apa yang kita bisa dengan apa yang kita miliki saat ini.
  3. Memberi sebagai Sarana untuk Mendamaikan Hubungan: Memberi dengan tulus bukan hanya mengubah kehidupan individu, tetapi juga memperbaiki hubungan antarmanusia dan hubungan denganTuhan. Saat bangsa israel memberikan persembahan kepada Tuhan sebagai bukti berkat yang selalu mereka dapatkan dari Tuhan, itu juga menunjukan bahwa mereka selalu ingin membuat hubungan yang baik dengan Tuhan yang telah memberikan berkat tersebut kepada mereka. Saat kita memberi dengan hati yang tulus, kita merajut kembali ikatan kasih kepada Tuhan dan juga kedamaian dalam komunitas kita.
  4. Memberi Mencerminkan Karakter Kristus: Pada akhirnya, memberi dengan tulus adalah mencerminkan karakter Kristus. Kristus adalah teladan pemberian yang paling sempurna, dan ketika kita memberi dengan hati yang tulus, kita menjadi saksi hidup akan kasih dan kemurahan hati-Nya. Termasuk saat kita memberikan persembahan yang terbaik untuk membantu GBKP dalam persembahan Kerja Rani (hari raya Tujuh Minggu). Itu adalah sebuah cerminan karakter Kristus yang bisa kita tunjukkan sebagai tanda kasih kita kepada GBKP. Karena dalam menjalankan setiap aksi pelayanan, maka dibutuhkan dana untuk menopang kegiatan tersebut. Dari sini kita bisa menunjukkan bukti tanggungjawab kita sebagai anak-anak Tuhan. Karena persembahan Kerja Rani merupakan salah satu dari tiga (persepuluhan, persembahan kebaktian Minggu) sumber keuangan yang paling banyak untuk menunjang kegiatan pelayanan. Oleh karena itu dengan adanya kontribusi kita, maka kegiatan pelayanan juga berjalan dengan baik.

Vic. Elpita Lorena Br Barus, S.Th-Perpulungen Purwakarta

 

Info Kontak

GBKP Klasis Bekasi - Denpasar
Jl. Jatiwaringin raya No. 45/88
Pondok Gede - Bekasi
Indonesia

Phone:
(021-9898xxxxx)

Mediate

GBKP-KBD