JUMAT 14 APRIL 2022, KHOTBAH KORINTUS 11:23-24 (KAMIS SI BADIA)

Invocatio:

Yohanes 6:35

Ogen :

Keluaran 12:1-14

Tema :

Mperingeti Kiniseran Kristus (Memperingati Penderitaan Kristus)

 

Ibadah Kamis Si Badia ataupun Kamis suci merupakan kebaktian yang bertolak dari sejarah perjalanan kehidupan Yesus di dunia. Hari ini kita memperingati akan peristiwa-peristiwa yang dilalui Yesus sehari sebelum peristiwa salib berlangsung. Dapat kita ingat kembali dalam Alkitab tertulis apa saja yang terjadi dalam satu hari sebelum peristiwa penyaliban berlangsung. Salah satu peristiwa yang terjadi yakni perjamuan malam (hari raya roti tidak beragi) yang dilakukan Yesus dengan 12 murid-murid-Nya.

Peristiwa perjamuan malam Yesus dengan murid-muridnya kemudian diangkat menjadi sebuah tradisi peringatan kaum Kristiani yakni perjamuan kudus. Jika kita telusuri antara perjamuan malam paska yang dilakukan Yesus dan murid-murid-Nya dengan perayaan Paskah tradisi bangsa Israel memiliki benang merah yakni PENDERITAAN MENUJU PEMBEBASAN.

Pendalaman Teks

Keluaran 12:1-14

Teks ini memberikan penjelasan terkait janji pemeliharaan Allah kepada bangsa Israel. Bahwa Allah sungguh memelihara umat-Nya (keluarnya bangsa Israel dari perbudakan Mesir). Dalam teks ini ditetapkan terkait paskah dan perayaan roti tidak beragi.

Dalam tradisi Israel di Perjanjian lama, Keluaran 12:1-14 tertulis bagaimana perayaan paskah yang dilakukan bangsa Israel. Perayaan paskah dilakukan guna ungkapan syukur atas penyertaan Allah kepada bangsa Israel yang lepas, terbebas dari penderitaan/perbudakan di Mesir. Bangsa ini memberikan korban persembahan yakni anak Domba, darah domba yang merupakan lambang keselamatan dimana darahnya dibercakkan di pintu-pintu setiap bangsa Israel pada saat itu, agar mereka terlindungi dari tulah yang dilimpahkan kepada Mesir yakni kematian anak sulung. Dan pada saat itu juga bangsa Israel memulai perjalanan keluar dari tanah perbudakan. Kemudian ada pemaknaan akan roti tidak beragi sebagai lambang penyertaan Allah dalam membebaskan umat-Nya. Bangsa Israel dalam perayaan Paskah memakan roti tidak beragi sebagai pemaknaan akan memori peristiwa perjalanan nenek moyang bangsa Israel yang pada saat itu keluar dari tanah perbudakan dengan roti tidak beragi sebagai makanan mereka. Tradisi perayaan paskah dibaharui dalam Perjanjian Baru melalui peristiwa perjamuan malam yang dilakukan Yesus dengan murid-murid-Nya. Bukan lagi roti tidak beragi dan darah domba melainkan lebih dari itu yakni tubuh Kristus.

1 Korintus 11 ayat 23-34

Teks ini membahas terkait perjamuan kudus yang dilakukan orang-orang di Korintus. Mereka menodai perjamuan kudus dengan mengubahnya menjadi pesta. Orang kaya makan seperti orang rakus sementara orang miskin dipinggirkan Karena tidak membawa makanan sebab mereka tidak memiliki makanan. Hal ini memicu perpecahan dalam jemaat sehingga Paulus mendesak untuk menghentikan pesta seperti yang dilakukan pada saat itu dan segera kembali seperti pelaksanaan perjamuan kudus yang dilakukan sebagai peristiwa untuk mengenang kematian yang penuh pengorbanan dari Yesus Kristus bagi manusia.

Dalam bacaan kita pada 1 Korintus 11 ayat 23-34, Rasul Paulus menuliskan bagaimana peristiwa perjamuan malam yang dilakukan Yesus dengan murid-muridNya. Ayat 23-25 Paulus menegaskan bahwa peristiwa terkait tubuh dan darah Yesus yang diserahkan bagi umat manusia dan peristiwa itu menjadi sebuah peringatan akan Dia. Roti dan anggur menjadi lambang peringatan akan penderitaan yang ditempuh Yesus dalam menebus dosa manusia dan menjadi sumber kehidupan bagi manusia. Tetapi realita yang terjadi dalam konteks jemaat di Korintus malah menyalahgunakan tradisi perjamuan malam. Jemaat melakukan upacara peringatan untuk berpesta pora, berselisih, dan sikap jemaat Korintus tidak memperlihatkan bagaimana seharusnya pelaksanaan perjamuan.

Melalui bacaan kita, dapat kita simak bahwa perjamuan kudus dilakukan untuk menjadi peringatan akan Kristus, untuk membuat segar dalam ingatan kita akan kebaikan-Nya, Ia mati demi kita dan peristiwa perjamuan malam itu adalah untuk mengingat akan perjuangan akan penderitaan yang dilalui oleh-Nya. Perjamuan ini bukan sekedar mengingat Kristus akan karya penyelamatan-Nya tetapi juga melalui kematiaan-Nya kita mendapatkan pengharapan yang kekal, Ia sumber dari segala pengharapan dan penghiburan. IA adalah sumber kehidupan manusia.

Dengan demikian, dalam kita melaksanakan perjamuan, tidak boleh melakukan tindakan yang tidak hormat, yang mencemarkan kekudusan akan perayaan perjamuan Karena tindakan demikian akan mendatangkan murka Allah (hukuman). Hendaklah dengan bersungguh-sungguh. Paulus memperingatkan jemaat Korintus juga kepada kita semua yang membaca bacaan ini terkait bahaya dalam menerima perjamuan Tuhan secara tidak layak, banyak orang yang melihat paskah sebagai kesempatan untuk minum dan makan (dalam perjamuan kudus bukan kebutuhan jasmani yang kita cari dan puaskan). Kembali lagi, kita diingatkan oleh Paulus untuk tidak hidup dalam hal-hal yang berbau makanan dan minuman (kepentingan perut), tidak berbicara akan kepuasan jasmani melainkan untuk mengisi kebutuhan rohani. Dan ditegaskan juga untuk senantiasa melakukan ibadah perjamuan ini terus menerus sampai kedatangan-Nya yang kedua kalinya.

Ada beberapa poin yang dapat kita pahami terkait perjamuan malam, bahwa:

  1. Perjamuan adalah bentuk peringatan manusia akan perbuatan Yesus yang setia menghadapi penderitaan demi keselamatan manusia.
  2. Perjamuan malam berbeda dengan perjamuan lainnya. Dalam perjamuan malam kita diarahkan untuk senantiasa mengingat akan tubuh Kristus yang disiksa menderita di kayu salib. Sehingga sikap kita dalam melaksanakan ibadah perjamuan ini betul-betul dijaga, periksa kelayakan diri, merenungkan diri dan hati akan kesiapan mengikuti ibadah perjamuan. (bukan semata mata adalah perayaan makan roti dan anggur perjamuan atas kemenangan terbebas dari kuasa maut dosa).
  3. Ingat akan anugerah-Nya, sebagaimana bangsa Israel menghayati betul akan perayaan paskah (penyertaan Allah membebaskan nenek moyang mereka dari perbudakan) demikian kita teguh dan menghayati karya keselamatan Allah saat peristiwa salib.

Refleksi

Melalui firman Tuhan yang sampai pada kita saat ini, kita diajak merenung dan memperbaiki diri. Yang pertama, sudahkah pemahaman kita terkait perjamuan kudus sudah benar? yakni sebagai peringatan bagi kita akan karya penyelamatan Kristus dan kesetiaan-Nya yang berkorban menderita demi kita, atau kita hanya menganggap perjamuan kudus sebagai perayaan makan minum jamuan biasa sehingga kesucian ibadah tidak kita jaga.

Kedua, sudahkah kita betul-betul melaksanakan ibadah perjamuan kudus dengan baik, atau hanya sebagai formalitas saja? Jika hanya formalitas maka perlu dibenahi cara berpikir kita untuk lebih sungguh-sungguh serius dan mempersiapkan diri dalam melakukan perjamuan kudus terlebih-lebih fokus menghayati perbuatan Tuhan dalam hidup kita. Sehingga ketika ada pergumulan ataupun pencobaan yang menghampiri kita, kita akan teguh terus berpengharapan di dalam Tuhan sebab kita betul-betul menghayati akan peristiwa penderitaan Yesus demi menghapus dosa kita. Di dalam-Nya kita lihat ada damai dan sukacita, segala yang kita butuhkan Ia sediakan dan dijanjikan kepada setiap orang yang percaya pada-Nya.

Seperti yang tertulis dalam invocation kita Yohanes 6:35 “Kata Yesus kepada mereka: Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.

Artinya bahwa di dalam-Nya kita mendapatkan kepuasan, ada kepastian. Kristus adalah roti bagi jiwa seluruh orang percaya, sumber kehidupan itu. Seperti halnya roti biasa bagi tubuh jasmani, roti itu memberi zat makanan dan mendukung kehidupan rohani yang menjadi sumber kehidupan rohani. Demikian Kristus adalah sumber damai sejahtera, kebenaran dan Juruselamat kita. Sehingga selaku orang percaya, akan sangat merasa hampa, kekosongan apabila hidupnya jauh dari Firman Allah. Kita ketahui bahwa roti merupakan benda mati namun perumpaan dari kalimat “Ia adalah roti yang hidup” mengartikan bahwa Kristus terus hidup, sebagai roti yang kekal, yang tidak pernah berjamur dan akan senantiasa menjadi penopang kehidupan. Datanglah kepada-Nya Sang sumber kehidupan.

Melalui kebaktian ini, Allah mengingatkan kita tentang kasih-Nya yang begitu besar kepada kita manusia, terwujud dalam penderitaan ataupun kesengsaraan-Nya di kayu salib. Jika kita melihat situasi dimana sehari sebelum Yesus disalibkan, Yesus sudah mengetahui akan perjalanan hidup-Nya yang berakhir di kayu salib demi kita manusia. Tetapi Ia setia, menerima jalan yang akan Ia hadapi yakni penderitaan, kesengsaraan demi mewujudkan karya pembebasan Allah akan maut dosa. Selaku orang percaya, hendaklah ingat selalu pengorbanan Allah agar kita, Ia tidak mementingkan diri-Nya sendiri melainkan untuk kepentingan banyak orang yakni seluruh manusia. Demikian halnya dengan kita, mari buang sifat-sifat egois yang hanya mementingkan diri sendiri terlebih terkait dengan hal-hal yang berbau duniawi. Marilah kita contoh sikap Kristus yang rendah hati dan tidak egois. Mari lebih bijak menjalani kehidupan agar tidak terus menerus terjerumus dalam dosa. Jika kita betul-betul mengingat bagaimana sengsaranya Yesus pada saat itu, maka kita akan jauh lebih hati-hati dalam bersikap dan bertingkah laku di dunia ini. Kita akan senantiasa hidup berpatokan di dalam-Nya sebab Dia sumber kehidupan yang sejati. Dan ingatlah, bahwa kematian dan kebangkitan Kristus harus menjadi bagian dari dalam hidup kita yang harus kita beritakan kepada semua orang.

Vio Eliasna Br Tarigan - (Mhs Praktek UKSW)