MINGGU 29 JUNI 2025, KHOTBAH 1 TESALONIKA 3:11-13 (MINGGU PLURALISME)

Invocatio :

Janah i babo si e kerina, arus kam sikeleng-kelengen sabab keleng ate mpersadaken kerinana alu serta (Kol. 3:14)

Ogen  :

Masmur 25 : 8-20 (Responsoria)

Kotbah  :

1 Tesalonika 3 : 11-13 (Tunggal)

Tema  :

Keleng Ate Man Kerina Manusia

 

1. Pendahuluan

Kasih adalah inti dari Injil. Ketika Yesus ditanya hukum manakah yang terutama, Ia menjawab: “Kasihilah Tuhan Allahmu.. dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 22:37–39).

Bayangkan dunia di mana semua orang saling mengasihi tanpa memandang suku, agama, status sosial, atau latar belakang. Dunia di mana tidak ada lagi caci maki di media sosial, tidak ada prasangka karena perbedaan, dan tidak ada rasa benci karena luka masa lalu. Kedengarannya seperti mimpi. Namun justru itulah dunia yang Tuhan kehendaki, dunia yang dipenuhi kasih. Tapi mari kita bertanya pada diri sendiri: mengasihi orang yang menyakiti kita? Mengasihi mereka yang berbeda pandangan dengan kita? Itu bukan hal yang mudah. Di sinilah iman kita diuji.

Minggu Pluralisme, sebuah momen penting untuk merenungkan bagaimana kita hidup di tengah keberagaman yang nyata. Bangsa kita, Indonesia, adalah rumah bagi ratusan suku, puluhan agama dan aliran kepercayaan, serta beragam bahasa dan budaya. Namun, di tengah keindahan ini, kita juga melihat kenyataan pahit: intoleransi, diskriminasi, dan luka akibat prasangka. Pluralisme bukan hanya tentang hidup berdampingan, tapi tentang belajar mengasihi dalam perbedaan. Dan kasih seperti itu hanya mungkin jika bersumber dari Kristus. Hari ini kita akan merenungkan: Apa artinya menjadi orang Kristen yang mengasihi semua manusia di tengah dunia yang plural? Dan bagaimana kasih itu bukan hanya teori, tetapi menjadi kesaksian nyata di tengah masyarakat kita?

Dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika, Rasul Paulus menulis doa dan harapannya: agar kasih mereka bukan hanya tumbuh, tetapi berkelimpahan dan bukan hanya kepada sesama orang percaya, tetapi kepada semua orang. Hari ini, kita akan membahas tentang 1 Tesalonika 3:11-13 untuk menjawab satu pertanyaan penting: Bagaimana kita bisa hidup sebagai orang Kristen yang sungguh-sungguh mengasihi semua manusia seperti Kristus telah mengasihi kita?

2. Isi

Surat ini adalah salah satu dari surat-surat pertama yang ditulis oleh Paulus. Yang tujukan kepada Jemaat di Tesalonika yang sedang menghadapi penganiayaan dan kesulitan karena kepercayaan mereka kepada Yesus Kristus. Setelah Paulus mendirikan gereja di sana, ia harus meninggalkan kota tersebut karena ancaman terhadap keselamatannya (Kis. 17:5-9). Ia merasa cemas tentang bagaimana jemaat yang baru bertumbuh tersebut bertahan dalam iman mereka. Oleh karena itu, ia mengutus Timotius untuk memeriksa keadaan mereka. Setelah menerima laporan positif dari Timotius, Paulus menulis surat ini untuk menguatkan mereka.

Dalam ayat 11, Paulus memohon kepada Allah Bapa dan Yesus untuk membuka jalan baginya dan rekan-rekannya agar dapat kembali ke Tesalonika. Meskipun Paulus sangat ingin mengunjungi jemaat Tesalonika dan mempererat hubungan mereka, dia menghadapi rintangan dan kesulitan (1Tes. 2:18). Oleh karena itu, dia berdoa kepada Allah untuk memungkinkan pertemuan ini terjadi sesuai dengan kehendak-Nya.

Ini mengungkapkan bahwa meskipun Paulus adalah seorang rasul yang memiliki otoritas, ia tetap bergantung pada kehendak Allah dalam segala hal, termasuk dalam urusan perjalanan dan misi. Hal ini mengingatkan kita tentang pentingnya mengandalkan Allah dalam setiap perencanaan dan usaha kita.

Dalam ayat 12, Paulus berdoa agar kasih jemaat Tesalonika bertambah dan melimpah. Ini adalah doa yang mendalam dan penuh makna, karena Paulus tidak hanya mendoakan agar kasih mereka tetap ada, tetapi agar kasih tersebut bertambah dan berlimpah menunjukkan dua hal penting mengenai kasih dalam kehidupan orang Kristen: pertumbuhan dan kelimpahan. Kasih bukanlah sesuatu yang statis, tetapi harus terus berkembang dan bertumbuh.

Bertambah mengindikasikan peningkatan kualitas dan kedalaman kasih. Kasih yang awalnya sederhana harus berkembang menjadi kasih yang lebih dewasa, lebih penuh pengertian, dan lebih menuntun pada tindakan. Itu berarti kasih yang semakin mendalam dalam hubungan kita dengan Tuhan dan sesama.

Berlimpah menunjukkan bahwa kasih ini tidak terbatas. Kasih yang melimpah berarti tidak hanya untuk kelompok atau individu tertentu, tetapi mencakup semua orang tanpa kecuali.

Dalam ayat 13, Paulus melanjutkan doanya untuk jemaat Tesalonika dengan memohon agar Tuhan meneguhkan hati mereka dengan kekuatan. Selain itu, ayat ini juga mengandung pesan penting tentang kedatanganNya yang kedua kali yang menjadi tujuan akhir dari kehidupan Kristen. Kata "meneguhkan" yang berarti menguatkan, memperkokoh, atau mendirikan dengan teguh. Konsep ini menunjukkan bahwa iman dan hati orang percaya perlu diperkokoh agar tetap teguh di tengah berbagai tantangan hidup. Dalam kehidupan Kristen, kita sering menghadapi kesulitan, godaan, dan pencobaan yang bisa membuat kita goyah dalam iman.

Paulus berdoa agar jemaat Tesalonika tidak bercacat pada waktu kedatangan Tuhan. Ini menunjukkan bahwa sebagai orang Kristen, kita dipanggil untuk hidup dalam kesucian dan kemurnian, dengan cara menjaga hidup kita tetap bersih dari dosa, bahkan di tengah-tengah dunia yang penuh godaan.

Tidak bercacat berarti hidup dengan integritas, kesucian, dan kejujuran. Sebagai orang percaya, kita harus selalu berusaha untuk hidup sesuai dengan ajaran Tuhan dan menjaga hidup kita tetap bersih dari kekotoran dunia. Kesucian ini bukanlah sesuatu yang bisa kita capai dengan kekuatan sendiri, tetapi dengan bantuan Tuhan yang meneguhkan hati kita. Tuhan memberi kekuatan agar kita bisa menghindari dosa dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Ogen.

Mazmur 25:8-10 menegaskan bahwa Tuhan adalah baik dan benar, yang menuntun orang yang rendah hati dalam keadilan. Kasih Tuhan yang penuh kesetiaan adalah dasar dari perjalanan hidup yang benar, dan itu termasuk cara kita berhubungan dengan sesama. Tuhan menuntun kita untuk mengasihi sesama dengan cara yang benar, sesuai dengan kasih-Nya yang tidak mengandung egoisme atau kedengkian.

Mengasihi sesama bukan hanya tentang perasaan atau tindakan yang baik, tetapi tentang mengikuti jalan yang Tuhan ajarkan. Kasih Tuhan mengajarkan kita untuk menyadari kebenaran dalam setiap hubungan kita dan menuntun kita untuk hidup dalam keadilan, kasih, dan kesetiaan, yang semuanya tercermin dalam cara kita memperlakukan orang lain.

Inv.

Dalam Kolose 3:14, Paulus mengatakan bahwa kasih adalah pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Kasih di sini berfungsi untuk menyatukan seluruh elemen kehidupan Kristen: karakter, tindakan, dan hubungan antara sesama orang percaya. Kasih yang dimaksud bukan hanya perasaan atau emosi semata, tetapi kasih yang aktif dan mengikat seluruh aspek kehidupan kita dalam kesatuan yang utuh. kasih tidak hanya sebagai elemen yang menyatukan, tetapi juga sebagai pemenuhan dari hukum Kristus yang sudah diajarkan-Nya. Kasih menjadi dasar dari hidup yang penuh dengan pengampunan, kebaikan, kerendahan hati, dan berbagai sifat lainnya yang diperintahkan oleh Tuhan. Kasih yang sejati adalah kasih yang mendasari segala tindakan kita, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam hubungan kita dengan orang lain.

3. Penutup

1 Tesalonika 3:11-13 mencerminkan doa dan harapan Paulus untuk jemaat Tesalonika, yang berfokus pada pertumbuhan rohani mereka dalam kasih, kesucian, dan keteguhan iman. Dalam ayat-ayat ini, Paulus mengungkapkan beberapa hal penting:

  1. Doa kepada Tuhan: Paulus memohon kepada Tuhan, Bapa kita, dan Yesus Kristus untuk membimbing dan memperkuat jemaat Tesalonika. Ia meminta Tuhan agar memimpin langkah mereka dalam hidup yang benar dan kudus.
  2. Kasih yang Melimpah: Salah satu fokus utama Paulus adalah agar kasih mereka, baik terhadap sesama orang percaya maupun secara umum, terus bertumbuh dan melimpah. Kasih ini sangat penting karena menjadi dasar untuk hidup yang penuh dengan hubungan yang sehat dan penuh pengertian antar sesama dalam komunitas Kristen.
  3. Keteguhan dalam Kesucian: Paulus berdoa agar jemaat tetap hidup dalam kesucian dan tanpa noda pada waktu kedatangan Kristus. Hal ini menunjukkan bahwa hidup yang suci dan tanpa cacat adalah tujuan dan harapan akhir orang percaya, terutama ketika mereka menyambut kedatangan Tuhan.
  4. Persiapan untuk Kedatangan Kristus: Kedatangan Kristus yang kedua kali menjadi tujuan akhir dalam doa ini, di mana jemaat diinginkan untuk berdiri tanpa cacat dan dalam keadaan yang kudus saat Kristus datang bersama orang-orang kudus-Nya.

Vicaris Brima