SUPLEMEN PJJ TANGGAL 28 APRIL-04 MEI 2019, KEJADIN 1:1-27

Ogen : Kejadian 1:1-27
Tema : “Dibata Erdahin Alu Mehuli”

 

Pengantar.
Mulihi kita ngorati bahan ogen si cukup “klasik” ntah pe rusur iiperhadapken man banta, ntah perpulungen jabu-jabu, bahan PA Kategorial bagepe bahan kebaktian minggu. Kerna si e banci saja pemahamenta ras aplikasita kerna Dibata Erdahin Alu mehuli lenga mendasar. Tambah kerna si e, melala gundari para filsuf, teolog, bahken ahli si mempertanyaken ras memperdebatken kerna proses penciptaan. Adi kita berkat arah tema, kita banci meng-imani kerna si e. Tapi follow up/aplikasi hasil pendahin Dibata si mehuli enda si jadi persoalen ibas kegeluhenta guna i realisasi.

Pemaknaan.
Kalimat pembuka pada Kejadian 1:1 umumnya diterjemahkan sebagaimana yang dimuat di atas. Ada sejumlah pandangan yang menganggap bahwa kalimat itu sebenarnya dapat diterjemahkan paling sedikit dalam 3 cara:
1. Sebagai pernyataan bahwa alam semesta mempunyai awal yang absolut ("Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi");
2. Sebagai pernyataan menggambarkan keadaan dunia ketika Allah mulai mencipta ("Ketika pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi, bumi belum berbentuk dan kosong.");
3. Mirip dengan versi kedua tetapi menganggap seluruh informasi pada Kejadian 1:2 sebagai latar belakang ("etika pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi, bumi belum berbentuk dan kosong... Allah berkata, Jadilah terang!").
"menciptakan" (bara)
Kata kerja "bara" ("menciptakan") hanya digunakan untuk Allah, (manusia tidak terlibat dalam tindakan bara), dan ini berkaitan dengan penetapan peranan, karena dalam penciptaan manusia pertama sebagai "laki-laki dan perempuan" (yaitu, pengalokasian jenis kelamin). Dengan kata lain, kekuasaan Allah ditunjukkan bukan hanya dengan penciptaan zat, melainkan penetapan nasib.
"langit dan bumi"

Salah satu tafsiran menyatakan bahwa frasa "langit dan bumi" adalah kesatuan yang menunjukkan "segala sesuatu", yaitu "alam semesta". Ini terjadi dalam 3 tingkatn, dunia yang didiami kehidupan berada di tengah, langit di atas dan alam di bawah bumi di bagian bawah, seluruhnya dikelilingi oleh "lautan" air kekacauan (= chaois). Ini dikaitkan dengan mitos Bebel Tiamat. Dalam mitos itu, bumi digambarkan sebagai piringan datar, dikelilingi oleh gunung-gunung dan lautan. Di atasnya terdapat cakrawala, suatu kubah kokoh tembus pandang yang berpijak pada pengunungan, memungkinkan manusia untuk melihat birunya air di atasnya, dengan "jendela-jendela" yang dapat memasukkan hujan, serta memuat matahari, bulan dan bintang-bintang. Air yang di bawah bumi, bersandarkan pada tiang-tiang yang terendam di bawah bumi sebagai Sheol, tempat kediaman orang-orang mati.
"belum berbentuk dan kosong" (tohu wa-bohu)
Kalima pembuka Kejadian 1 dilanjutkan oleh: "(Dan) bumi belum berbentuk dan kosong..." Frasa "belum berbentuk dan kosong" merupakan terjemahan dari frasa Ibrani "tohu wa-bohu", (bahasa Ibrani: תֹהוּ וָבֹהוּ), yaitu keadaan "kacau" (=chaos), yang kemudian ditata oleh tindakan penciptaan (bara). Tohu mengandung makna "kekosongan, kesia-siaan"; biasa digunakan untuk menggambarkan padang pasir liar; bohu tidak diketahui pasti maknanya dan diduga dibuat supaya seirama dan menguatkan tohu. Frasa ini juga muncul dalam Yeremia 4:23 di mana nabi Yeremia memperingatkan umat Israel bahwa pemberontakan terhadap Allah akan membawa kembalinya kegelapan dan kekacauan, "seakan-akan bumi belum diciptakan (atau dikembalikan ke keadaan sebelum penciptaan; uncreated)".

"kedalaman" (tehom)
Pembukaan pada Kejadian 1 memuat pernyataan "gelap gulita menutupi samudera raya". Frasa "samudera raya" sebenarnya diterjemahkan dari kata bahasa Ibrani: תְהוֹם (tehôm), yang bermakna "kedalaman". Kegelapan (khō-šeḵ) dan kedalaman (tehom) merupakan dua dari tiga unsur kekacauan (chaos) yang dinyatakan dengan istilah tohu wa-bohu (yang ketiga adalah "bumi yang belum berbentuk"). Dalam mitos Babel "Enuma Elish", istilah "kedalaman" dipersonifikasi sebagai dewi Tiamat, musuh dewa Marduk; di sini sebagai "air purba" yang tidak berbentuk yang melingkupi dunia tempat kehidupan, kemudian dilepaskan pada saat air bah (mitologi), ketika "semua sumber-sumber air di kedalaman memancar ke luar" dari air yang di bawah bumi dan dari "tingkap-tingkap" di langit.

"Roh Allah" (Rûach Elohim)
"Roh" (Rûach) Allah "melayang-layang" (bukan "berjalan-jalan") di atas permukaan "air", sebelum penciptaan terang. Rûach (רוּחַ) mempunyai makna "angin, roh, napas", dan elohimdapat berarti "besar, agung" maupun "allah, ilah". Jadi, ruach elohim dapat bermakna "angin Allah" atau "napas Allah" atau "Roh Allah" atau sekadar "angin topan raksasa" .[13]Dalam Mazmur 18:16 dan bagian Alkitab lain digambarkan bahwa "angin ribut" adalah "napas Allah" dan angin Allah muncul kembali pada kisah "air bah" (Nuh) untuk memulihkan bumi. Konsep "Roh Allah" tidak benar-benar jelas dalam Alkitab Ibrani. Victor Hamilton dalam komentarinya mengenai Kitab Kejadian lebih memilih makna "Roh Allah", tetapi tidak setuju dengan identifikasi istilah ini sebagai "Roh Kudus" pada teologi Kristen.

Terang (or)
Hari pertama ditandai dengan penciptaan "terang" (dan diimplikasikan juga penciptaan "waktu"). Tindakan pertama Allah adalah penciptaan "terang" yang utuh. Dengan demikian kegelapan dan terang dipisahkan menjadi "malam" dan "siang". Urutannya ("petang" sebelum "pagi") menyatakan bahwa ini merupakan "hari liturgi". Allah mengucapkan perintah dan menamai unsur-unsur dunia pada saat Ia menciptakan mereka. Pada budaya Timur Dekat kuno, tindakan penamaan juga dikaitkan dengan tindakan penciptaan. Pada sastra Mesir kuno, allah pencipta memberi nama segala sesuatu. "Enuma Elish" dimulai pada saat segala sesuatu belum ada yang dberi nama. Penciptaan Allah dengan kata (=firman) juga menyiratkan perbandingan dengan seorang raja, yang cukup bertitah untuk menjalankan tindakan.

Aplikasi
Menurut “Arthur Jackson”, Di antara Kejadian dan Wahyu, para penyair (Mazmur 80:2), para nabi(Yesaya 40:11), dan para rasul (1 Petrus 5:4) menggunakan metafora yang luar biasa ini untuk menjelaskan tentang karya Allah yang penuh kasih dan kemurahan bagi umat kepunyaan-Nya.
1. Mereka diciptakan untuk membentuk hubungan keluarga. Maksud Allah dalam ciptaan yang dinyatakan ini menunjukkan bahwa bagi-Nya keluarga yang saleh dan mengasuh anak-anak merupakan prioritas utama di dunia ini
2. Allah mengharapkan agar manusia mengabdikan segala sesuatu di bumi kepada-Nya dan mengelolanya untuk memuliakan Allah, sambil memenuhi maksud ilahi (bd. Mazm 8:7-9; Ibr 2:7-9).
3. Masa depan bumi diserahkan kepada kekuasaan mereka. Ketika mereka berdosa, mereka mendatangkan kehancuran, kegagalan, dan penderitaan atas ciptaan Allah (bd. Kej 3:14-24; Rom 8:19-22).
4. Yesus Kristus sendiri bekerja untuk memulihkan bumi kepada tempat dan fungsinya yang sempurna ketika Dia datang kembali pada akhir zaman ini (Rom 8:19-25; 1Kor 15:24-28; Ibr 2:5-8.
5. Jiwa berusaha “Entrepreneurship” haruslah tetap menjaga kestabilan penciptaan Allah. Mampu berusaha dengan tetap mengikat kepada karya-Nya Allah akan dunia ini.
6. Tidak penjadi pengacau akan karya Allah dalam jiwa berusaha baik itu memperkaryakan mausia dan memanusiakan manusia yang berkarya.

Roma 8:28
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia”

Pdt. Anton Keliat
GBKP Runggun Semarang