MINGGU 18 FEBRUARI 2024, KHOTBAH MATIUS 20:29-34 (MINGGU INVOKAVIT)

Invocatio :

“Maka musuhku akan mundur pada waktu aku berseru; aku yakin, bahwa Allah memihak kepadaku”.

Ogen :

Hakim-hakim 10:6-18 (Tunggal)

Tema :

Meminta Belas Kasihan Tuhan (Mindo Perkuah Ate Tuhan)

 

I. Pengantar

Minggu ini kita memasuki Minggu Passion II yang dinamai dengan Minggu Invokavit. Kata Invokavit berarti berserulah KepadaKu, diambil dari Masmur 19:15a: “Bila ia berseru kepadaKu, Aku akan menjawab.”

Berseru, meminta pertolongan kepada Tuhan dalah hal yang erring kita lakukan apabila kita sedang diperhadapkan pada masalah yang berat dan seolah berada pada jalan buntu. Dan kita sungguh bersyukur dan dikuatkan bahwa jelas sekali dikatakan kepada kita, Tuhan setia mendengar seruan kita. Tuhan tidak pernah menurup telingaNya terhadap doa-doa kita. Tapi bagaimanakah sikap kita??

Kata “berseru” bukan hanya berteriak dan mengeluarkan kata memanggil Yesus, tetapi berseru juga berarti menyerahkan hidup kita kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dan melakukan semua perintah-perintahNya. Oleh sebab itu, Hannah More (seorang penulis agama yang banyak menulis tentang topic moral dan agama) pernah menuliskan “doa bukan di nilai dari kefasihannya, melainkan dari ke sungguhannya. Bukan soal siapa yang mengucapkannya, melainkan kesungguhan jiwa yang memohonnya.”

II. Pembahasan Teks

a. Matius 20:29-34

Bacaan kita menceritakan sebuah peristiwa yang terjadi ketika Yesus dan murid-muridNya keluar dari Yerikho menuju Yerusalem (20:17). Perjalanan melintasi daerah ini tidak lazim dilakukan karena sangat berbahaya. Seringkali para penjahat dan perampok akan bersembunyi di tepi jurang atau dibalik batu-batu besar untuk merampok para pelintas yang tak berdaya. Tetapi mereka tidak perlu mengkhawatirkan keadaan itu, karena mereka melakukan perjalanan dengan rombongan yang berjumlah besar. Walaupun sebenarnya mereka tak perlu mengkhawatirkan karena mereka berjalan bersama Yesus yang berkuasa. Ditambah lagi waktu Perayaan Paskah sudah dekat, jadi sangat banyak peziarah yang sedang menuju Yerusalem.

Kemudian ada dua orang buta yang duduk dipinggir jalan dekat gerbang Kota Yerusalem. Tempat yang akan dilintasi semua orang yang hendak masuk ke Yerusalem. Di tempat ini memang biasa ditemukan para pengemis-pengemis yang menantikan belas kasihan orang yang melintas. Apalagi memang pada masa menjelang perayaan Paskah para peziarah pasti membawa banyak uang untuk membiayai keperluan mereka selama di perjalanan. Jadi dua orang buta itu pun duduk di sana karena mereka mendengar Yesus akan lewat. Mari kita perhatikan, bahwa orang yang ingin meminta belas kasihan Tuhan harus tahu dimana dia bisa menemukan Tuhan dan Tuhan akan menyatakan diriNya bagi orang yang mencari Dia. Oleh sebab itu kedua orang buta itu berpikir, alangkah lebih baik menghadang Yesus di tempat Dia yang akan Dia lewati. Kedua orang buta itu memang tidak bisa melihat, tapi mereka bisa mendengar. Melihat dan mendengar adalah indra pembelajaran. Tapi ketika kehilangan salah satunya, maka fungsi yang terganggu digantikan dengan ketajaman indra yang lain. Ini adalah cara Tuhan memelihara kehidupan manusia, supaya dengan cara tertentu semua orang mempunyai kemampuan untuk menerima pengetahuan. Orang-orang buta itu mendengar pemberitaan tentang Yesus melalui pendengaran mereka, tetapi mereka rindu agar mata mereka dapat melihatNya. Waktu mereka mendengar, bahwa Yesus lewat, mereka tidak bertanya-tanya lagi, siapa saja yang berada bersama-Nya, atau apakah Ia sedang terburu-buru, tetapi langsung berseru. Perhatikanlah, adalah baik untuk mengusahakan peluang yang kita peroleh saat ini, untuk memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, sebab sekali kesempatan itu terlewatkan, ada kemungkinan kesempatan itu tidak akan kembali lagi. Kedua orang buta ini berbuat demikian, dan melakukannya dengan bijaksana, sebab kita tidak menemukan bahwa sejak itu Yesus pernah datang ke Yerikho lagi. Waktu ini adalah waktu perkenanan itu. Setelah kedua orang buta itu mendengar Yesus melintas, mereka berseru, “Tuhan Anak Daud, kasihanilah kami! (ay.30). Ketika itu orang banyak menegor mereka supaya mereka diam (ay.31 b). Kata menegor dalam terjemahan KJV menggunakan kata rebuked yang berarti secara tegas dilarang atau dimarahi, ini berarti ketika mereka berseru orang banyak memarahi mereka, melarang mereka untuk berseru. Hal seharusnya dilakukan orang banyak adalah menolong dan membantu. Sikap ini dipengaruhi oleh pandangan akan keberadaan orang-orang buta/lumpuh/pengemis yang memiliki status social yang rendah di tengah-tengah masyarakat. Penghargaan akan manusia hanya berdasar pada pertimbangan manusia saja. Dan saat itu kedua orang buta itu tidak menyerah, tetapi mereka semakin keras berseru, “Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami! (ay.31). Orang buta itu menyebut Yesus dengan sebutan ‘‘Anak Daud’’ yang jelas merupakan sebutan dari Mesias. Jadi, sekalipun ia buta secara jasmani, tetapi mata hatinya tidak buta. Ada banyak orang yang mata jasmaninya tidak buta, tetapi mata hatinya buta, sehingga tidak bisa mengenali Yesus sebagai Allah /Tuhan dan Juruselamat dunia satu-satunya! Sehingga saat menghadapi situasi yang tidak baik, yang tidak kita harap, bahkan keadaan yang melemahkan iman pengharapan kita, jangan pernah menyerah pada keadaan tersebut. Tetapi teruslah berseru, berharap pada Tuhan Yesus. Karena setiap kesulitan yang terjadi akan membuat kita lebih kuat berharap kepada-Nya.

Lalu Yesus berhenti dan memanggil mereka (ay.32). Sikap Yesus yang berhenti dan memanggil mereka adalah wujud nyata empati (rasa peduli) Yesus buat mereka. Ditengah-tengah orang sibuk mengejar keinginan dengan kesibukan/hiruk-pikuk yang mengedepankan kepentingan masing-masing, Yesus ada memberi diri/waktu/perhatianNya buat kedua orang buta itu. Dan kemudian bertanya, “Apa yang kamu kehendaki supaya Aku perbuat bagimu? Sebuah pertanyaan yang janggal, karena Yesus pasti tahu mereka buta. Dan dalam keadaan buta, tentu hal yang paling diinginkan adalah bisa melihat, tapi Yesus mau mereka mengucapkan keinginannya itu, sebagaimana Firman Tuhan berkata, “mintalah, maka akan diberikan kepadamu “ (Luk. 11:9a).

Siapa pun bisa mengatakan apa yang diinginkan kedua orang buta itu. Kristus juga mengetahui hal ini, tetapi Ia ingin mendengarnya sendiri dari mulut mereka, apakah mereka hanya meminta sedekah seperti yang biasa mereka minta dari orang lain, atau meminta kesembuhan. Perhatikanlah, Allah ingin supaya dalam segala perkara, kita menyampaikan segala keinginan kita kepada-Nya melalui doa dan permohonan dengan jelas. Seorang pelaut yang hendak menyangkutkan pengait kapalnya di pantai tidak menarik pantai itu ke arah kapalnya, namun sebaliknya menarik kapalnya ke arah pantai. Demikian pula, dalam doa kita bukan menarik belas kasihan itu kepada kita, melainkan menarik diri kita kepada belas kasihan itu.

Kedua orang buta itu langsung mengajukan permohonan mereka kepada-Nya, permintaan yang belum pernah mereka ajukan kepada orang lain. Tuhan, supaya mata kami dapat melihat. Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan. Kesusahan merupakan sasaran yang menjadi tujuan belas kasihan. Mereka yang miskin dan buta, melarat dan malang, mereka layak mendapatkan belas kasihan. Belas kasihan Allah yang lembut itulah yang memberikan terang dan penglihatan kepada mereka yang duduk dalam kegelapan. Tentang kuasa-Nya. Dia yang membentuk mata, masakan Ia tidak dapat menyembuhkannya? Ya, Ia dapat, Ia telah melakukannya, dan melakukannya dengan mudah, Ia menjamah mata mereka. Ia berhasil melakukannya, seketika itu juga mereka melihat. Dengan demikian Ia bukan saja membuktikan bahwa Ia diutus oleh Allah, tetapi juga menunjukkan untuk tugas apa Ia diutus. Dan ketika mereka sudah bisa melihat, orang-orang buta ini mengikuti Dia

b. Hakim-hakim 10:6-18

Dalam pembacaan yang pertama, kita menemukan bagaimana bangsa Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. Mereka berkali-kali melihat kebaikan, pengampunan dan penyertaan Tuhan tapi mereka berkali-kali juga meninggalkan Tuhan dengan menyembah kepada dewa baal para Asytoret, orang Aram, orang sidon, orang Moab, orang Amon dan orang Filistin. Sehingga Allah murka dan menyerahkan mereka di bawah kekuasaan orang Filistin dan bani Amon selama 18 tahun. Selama itu juga mereka diperlakukan dengan kejam, ditindas dan diinjak sehingga bangsa Israel sangat menderita. Bani Amon juga menyerang bangsa Israel yang tinggal di sungai Yordan sehingga keberadaan mereka semakin terdesak. Lalu apa yang dilakukan oleh bangsa Israel? Mereka berseru (ay.10), mengakui kesalahan dan berjanji untuk bertobat. Kata berseru dalam bahasa ibrani za’ag yang artinya berseru-seru, berteriak-teriak, meraung-raung. Sikap yang memperlihatkan mereka benar-benar membutuhkan belas kasihan Tuhan. Menari sekali, jawaban Tuhan bagi bangsa Israel (ay.11-14), Tuhan seakan-akan membiarkan seruan banga Israel dengan mengingatkan hal yang sudah Tuhan lakukan, lalu bagaimana balasan mereka kepada Tuhan. Mereka tetap tidak setia kepada Allah. Dan Allah menyuruh mereka untuk berseru kepada allah-allah/ dewa baal yang mereka sembah selama ini dan Allah mengatakan bahwa “Aku tidak akan menyelamatkan engkau lagi” (ay.13b).

Bangsa Israel, tidak menyerah. Mereka berseru kepada Tuhan, mereka mengakui kesalahan dan menyerahkan seluruh hidup mereka dibawah kuasa Tuhan dengan mengatakan, “Lakukanlah kepada kami segala yang baik di mataMu. Mereka meminta tolong kepada Tuhan, dan mendekatkan diri mereka kepada sumber belas kasihan dengan meninggalkan/menjauhkan para allah asing dan mereka beribadah kepada Tuhan. Sebelum belas kasihan Tuhan turun, mereka terlebih dahulu memperbaiki dan melakukan apa yang baik bagi Tuhan. Sikap mereka membuat Tuhan tidak dapat menahan hatiNya melihat kesulitan mereka. Penderitaan dan keadaan mereka benar-benar menyedihkan hati Tuhan, sama seperti penderitaan seorang anak kecil menyedihkan hati seorang ayah yang sangat mengasihinya. Dan Tuhan menolong bangsa Israel melalui Yefta. Kemurahan Allah selalu tersedia bagi orang yang telah berdosa, yang sedang menderita dan mau bertobat serta mencari pengampunan.

c. Masmur 56:10

Invocatio kita mengangkatkan pengakuan dari Daud ketika dia lari dari pengejaran Raja Saul tetapi malah ditangkap orang Filistin di Gat. Dalam pasal 56 terlihat jelas bagaimana situasi yang dialami oleh Daud. Ketakutan, musuh yang mengancam, kajahatan terus mengejar-mengejar dirinya bahkan ancaman kematian. Lalu apa yang dilakukan Daud? Dia sungguh menyadari keterbatasannya. Pada waktu itu, hidupnya seperti pepatah, “lepas dari mulut buaya masuk ke mulut harimau”. Dia pernah mengandalkan dirinya dengan lari dari Saul tapi justru pelarian itu membuat dia jatuh ke tangan orang Filistin. Pengakuan, penyerahan diri Daud terlihat di ayat 9 dan 10, dengan menyerhakan semua deritanya kepada Tuhan dan Tuhan tahu dengan jelas setiap hal yang dia alami. Dan keyakinan akan Tuhan yang berkuasa itu, di pertegas dia ayat 10 dengan mengatakan, “ketika aku berseru, maka musuhku akan mundur karena Tuhan dipihakku”. Daud berseru kepada Tuhan karena dia Tahu Tuhan mampu mendengar dan menolongnya.

III. Penutup/Pointer

  • Lirik lagu “Kaulah Harapan dalam hidupku”, yang dipopulerkan oleh Sari Simorangkir

Bukan dengan kekuatanku Ku dapat jalani hidupku

Tanpa Tuhan yang di sampingku Ku tak mampu sendiri

Engkaulah kuatku Yang menopangku

Reff:    Kupandang wajahMu dan berseru. Pertolonganku datang darimu

Peganglah tanganku jangan lepaskan. Kaulah harapan dalam hidupku

Penulis mengungkapkan bahwa manusia tidak dapat menjalani hidup dengan mengandalkan kekuatannya saja. Tanpa campur tangan Tuhan tak akan mampu berjalan sendiri baik di saat susah atau senang. Tuhan ada untuk selalu menopang kita. Oleh sebab itu pandang dan berserulah, minta pertolongan Tuhan. Maka Pasti Tuhan akan mendengar dan menolong kita. Tak manusia yang hidup tanpa masalah seperti tak ada gading yang retak. Tuhan harus menjadi jalan pertama dan utama dalam setiap kondisi hidup kita. Maka berserulah dalam kesetiaan dan kerendahan hati kepada Tuhan dalam doa-doa kita.

  • Minggu Invokavit juga merupakan Minggu Passion yang kedua, minggu yang mengingatkan kita bagaiamana Yesus kita juga banyak mengalami penderitaan dan bertahan dalam penderitaan itu. Sekalipun dalam penderitaan, Yesus selalu merengkuh kita yang sedang menderita. Kepedulian Tuhan juga hendaknya menjadi teladan juga bagi kita untuk peduli mendengar suara-suara yang ada di sekitar kita.

Pdt. Sri Pinta Ginting-GBKP Cisalak