Minggu 22 September 2019, Matius 5:21-26

Invocatio :

Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya (Yesaya 32:17)

Bacaan :

Mazmur 85:10-14 (Tunggal)

Tema :

Berdamai Bukti Beribadah (Erdame tanda Ersembah)

 

Pengantar
Syair lagu berirama gurun pasir, “Perdamaian-perdaiaman, banyak orang suka damai tetapi perang makin ramai” Mengapa demikian ? karena banyak orang beranggapan bahwa “Damai” itu milik pribadi, bukan milik bersama. Masing-masing memperjuangkan damai untuk dirinya sendiri, mereka terjebak menjadi manusia ogiosme, menjanjah dan merusak kedamaian orang lain. Banyak orang yang berjuang mendapatkan kedamaian tetapi justru perusak kedamaian itu sendiri. Manusia saling menjajah dan menyakiti dengan alasan mendapatkan kedamaian bagi dirinya sendiri, terjadilah perang yang mengakibatkan penderitaan dan kerugian besar.

Minggu ini kita mengikuti “ Ibadah Perdamaian”, mari sejenak merenungkan kehidupan kita, apakah diri kita sudah menjadi pribadi yang membawa Damai ? atau sebaliknya dengan sadar atau tidak sadar kita sering menjadi pribadi “perusak kedamaian”. Mari kita tumbuhkan “outo kritik” dalam diri kita, bagaiman sikap kita dalam rumah tangga, lingkungan masyarakat dimana kita tinggal, di tempat pekerjaan dan juga dalam gereja ?

Sebelum kita menjadi pribadi yang membawa damai, mari kita selidiki hati kita apakah kita memang sudah merasa damai, karena hampir mustahil “orang bisa membawa damai sementara hatinya sendiri tidak damai”, mari kita renungkan masih adakah luka-luka di hati kita oleh goresan perkataan dan perbuatan orang lain ? atau ada perasaan bersalah, penyesalan tetapi belum kita katakan kepada orang yang kita sakiti ? Segeralah berdamai, minta maaf dan memafkan adalah cara yang paling mujarap bagi terapi jiwa.

Tema kita minggu ini jelas mengatakan bahwa sia-sia kita beribadah kalau kita masih menyimpan kebencian, tidak benar kita beribadah jika masih memelihara perselisihan dan pertikaian, karena bukti atau tanda seseorang beribadah ialah “Berdamai”
Mau berdamai ? Mau ?
Mari kita belajar dari Firman Tuhan yang menjadi renungan kita Minggu ini

Pendalaman Nats

Renungan kita Minggu ini diangakat dari bagian Khotbah Yesus di Bukit. Bagian Alkitab yang paling dikenal dari seluruh pengajaran Yesus.Petunjuk hidup yang harus di lakukan oleh pengikutNya. Dapat dikatakan bahwa kunci Khotbah di Bukit adalah Mat.6:8 “Janganlah engkau seperti mereka” hal ini sejajar dengan panggilan orang Israel sebelum memasuki tanah Kanaan, “janganlah kamu berbuat seperti yang diperbuat orang di tanah Kanaan “ ( Im.18:3), hal ini juga sangat di tekankan oleh Paulus, supaya orang Kristen tidak sama dengan dunia ini (bd.Rm 12:2). Hidp kekristenan itu harus tampil beda, inilah yang digelar sepanjang Khotbah Yesus di atas Bukit. Tabiat warga kerajaan Allah harus berbeda total dengan tabiat orang umum. Warga kerajaan sorga harus bersinar laksanapelita-pelita dalam kegelapan malam. Kebenaran mereka harus melebihi kebenaran ahli taurat dan orang Farisi baik dalam prilaku susila maupun dalam ketakwaan. Kasih sayang mereka harus lebih besar, hasrat dan cita-cita mereka harus lebih luhur dari semua oarang.

Kekontrasan hidup yang diajarkan oleh Tuhan Yesus jelas melalui ucapan-ucapan bahagia, mislanya berbahagialah orang yang miskin, berbahagialah orang yang berduka, sangat berbeda dengan ajaran dunia, pada umumnya “kunci” mendapatkan kebahagiaan adalah kekayaan dan tanpa masalah. Pada umunya manusia hidup saling menghormati dan memberi salam kepada orang yang punya hubungan baik dengannya, tetapi orang Kristen diperintahkan untuk mengasihi musuh-musuhnya (Mat. 5:44-47).

Salah satu cara untuk menciptakan perdamaian dan memutus tali perseteruan adalah “mengasihi musuh atau membalas kejahatan dengan kebaikan.” Mengasihi musuh mebuat kita bebas dari “amarah dan angkara murka” yang merupakan bibit pertengkaran dan pembunuhan.

Ay. 21-22. Sumber Pertengkaran dan Pembunuhan
Di Pasal 5 ayat 17, Yesus berkata : Aku datang bukan meniadakan Hukum Taurat dan Kitab nabi-nabi, melainkan untuk menggenapinya. Ada 2 hal yang bisa kita pelajari dari ayat ini
1. Yesus dan Hukum Taurat merupakan 2 sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, Yesus Jalan keselamatatan sedangkan Hukum Taurat adalah petunjuk untuk mendapat keselamtan. Petunjuk tanpa jalan kita tidak akan sampai ke tujuan, sebaliknya jalan tanpa petunjuk membuat kita tersesat.
2. Hukum Taurtat adalah teori keselamatan yang membutuhkan cara untuk melakukannya. Atau bisa kita gambarkan seperti seorang ibu yang membuat roti, Hukum Taurat adalah Bahan-bahannya, sedangkan Yesus adalah petunjuk cara membuatnya. Seberapa banyak dan mahalnya pun bahan-bahan untuk membuat makanan tidak akan berguna kalau kita tidak tahu mengolahnya. Sama seperti Hukum Taurat merupakan Undang-undang yang sempurna karena langsung diberikan Tuhan kepada Musa, tetapi tidak akan ada gunanya kalau tidak tahu cara mempraktekkannya. Orang Yahudi, Saduki Farisi bahakan Ahli-ahli Taurat di sesatkan oleh Taurat itu sendiri karena dia tidak tahu bagaiman cara memperlakukannya, mereka terjebak pada istilah “manusia untuk hukum Taurat”. Kedatangan Yesus ke dunia untuk menggenapi Hukum Taurat sehingga istilahnya berubah menjadi :’” Hukum Taurat untu Manusia”

Pengajaran Yesus tentang jangan membunuh, yang sebelumnya bagi pandangan ahli-ahli Taurat secara harafiah “mencabut nyawa”, sehingga mereka mengajarkan siapa yang membunuh harus di hukum. Sedangkan Yesus berbicara tentang yang tidak kelihatan yang menjadi “sumber” terjadinya pembunuhan, yaitu “amarah”. Amarah mengandung potensi yang sangat dahsyat mendatangkan “kematian (baca : pembunuhan). Amarah yang tidak tersalur bisa membunuh orang yang marah itu sendiri disisi lain amarah yang tersalur bisa membunuh objek yang dimarahi.

Demikian ngeri amarah itu sehingga Yesus mengatakan “siapa yang marah terhadap saudaranya harus dihukum”. Kita sering mendengar istilah tindakan Prefentif dan Persuasif, atau istilah kedeokteran “mencegah lebih baik dari mengobati” hal inilah yang diajarkan oleh Yesus supaya tidak terjadi pembunuhan, kita harus memelihara hati kita supaya tidak dipenuhi oleh amarah.

Yesus menhajarkan supaya apengikutnya harus menjaga hati dan mulut, karena siapa yang mengatakan saudaranya kafir harus di hukum dan siapa mengatakan orang lain jahil akan dimasukan kedalam neraka yang menyala-nyala.

Ay. 23-26. Berdamai Syarat Beribadah
Yesus adalah sosok yang rindu kedamaian, bahkan Dia disebut raja damai. Dia menjadi korban perdamaian antara Allah dan manusia yang sudah jatuh kedalam dosa. Bagi Yesus jauh lebih berharga “hati yang tulus, tentram dan damai dari pada persembahan. Tidak ada makna persembahan jika dilandasi dengan amarah, kebencian, perselisihan dan pertengkaran. Tersirat dalam ayat ini bahwa persembahan tidak sanggup menghapus dosa kebencian, pertengkaran dan amarah. Sehingga Yesus mengatakan : Jika engkau mau memberi persembahan di mezbah persembahan dan engkau mengingat sesuatu yang ada dalam hati saudaramu, tinggalkanlah persembahanmu dan pergilah berdamai dengan saudaramu lalu kembali datang untuk memberikan persembahanmu.

Ada istilah : “Sejuta kawan tidak sanggup membawamu masuk sorga, tetapi satu musuh cukup menutup sorga dan membuka neraka bagimu.” Ini penegasan pentingnya perdamaian, karena firman Tuhan : Jika kamu tidak mengampuni saudaramu, yang bersalah kepadamu maka dosamu pun tidak akan diampuni Tuhan”. Kalau kita tidak sanggup mengampuni dan berdamai dengan saudara kita, sebagai warga GBKP setiap kali kita menguikuti “persekutuan” akan membawa kita terperosok lebih dalam lagi ke dalam dosa, karena setiap ibadah-ibadah selalu diakhiri dengan Doa Yang Diajarkan Yesus, salah satu isi doa yang diajarkan Yasus adalah : “ Ampinilah kesalahan kami, seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami”, lalu bagaimana sikap kita ? diam atau harus kita tambah... kecuali..
Bagi Yesus ibadah yang benar syaratnya adalah berdamai dengan suadara-saudara kita. Brerdamailah dengan lawanmu saat engkau dalam perjalanan, agar jangan disersahkan ke hakim dan dilemparkan ke dalam penjara. Mungkin situasi kita sebagai jemaat kota kita tidak berjalan bersama-sama menuju gereja, berbeda dengan di kampung, apalagi gerejanya sedikit jauh daru rumah-rumah jemaat, mereka biasa berjalan bersama menuju gereja dan juga pulangnya tentunya. Coba kita bayangkan jika dalam satu gereja itu ada permusuhan, mereka berjalan bersama satu kampung, satu suku bahkan masih ada pertalian keluarga, hal ini pasti akan memunculkan “hakim-hakim” yang akan memvonis mereka dan memasukkannya kedalam penjara (baca: orang tidak benar, kristen munafik). Dan tuduhan (vonis) itu tidak akan selesai (lunas) kalau mereka tidak membayarnya (baca: berdamai).

Tema Minggu Perdamaian ini : Berdamai tenda (bukti) Orang beribadah. Orang tidak akan percaya bahwa kita rajin beribadah kalau kita masih menyimpan kebencian, amarah perselisihan dan pertengkaran. Kalaupun kita sungguh-sungguh sering beribadah tetapi kalau kita masih menyimpan kebencian dan permusuhan maka kita akan di sebut dengan orang munafik. Bukti (tanda) orang rajin beribadah adalah cinta damai.

Dimana ada damai di sana akan ada kasih dan kesetiaan, keadilan dan damai sejahtera akan bercium-ciuman. Kesetiaan akan tumbuh dari bumi keadilan akan menjenguk dari langit . Suatu gambaran sukacita yang tiada taranya dilukiskan oleh Pemazmur dalam nast bacaan kita

Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya (Yes. 32:17).

Damai itu indah, seindah bunga Lili. Keindahan bunga Lili itu akan terlihat dalam diri kita sebagai bukti ibadah-ibadah kita, jika dalam hati kita bertumbuh “ LILI”
Lupakan perbuatan baik kita kepada orang lain
Ingat perbuatan baik orang kepada kita
Lupakan kesalahan orang lain pada kita
Ingat kesalahan kita kepada orang lain

Pointer Aplikasi
1. Kelolalah hati kita agar tidak ada kemarahan
2. Kemarahan mendatangkan penghukuman, pengampunan mendatangkan damai sejahtera
3. Hidup Dalam Perdamaian mendatangkan sukacita dan berkat
4. Bukti ibadah kita akan terlihat dari perjuangan kita mendatangkan perdamaian.

Pdt. Saul Ginting
GBKP Runggun Bekasi